Akankah AS Izinkan Jepang dan Korsel Tingkatkan Hubungan dengan Cina?
(last modified Sat, 01 Jun 2024 07:26:43 GMT )
Jun 01, 2024 14:26 Asia/Jakarta
  • Akankah AS Izinkan Jepang dan Korsel Tingkatkan Hubungan dengan Cina?

Selama beberapa tahun terakhir, Amerika telah menunjukkan Korea Utara sebagai naga berbahaya yang berniat membakar Jepang dan Korea Selatan, dan dengan narasi tersebut, Amerika berhasil mengendalikan manajemen keamanan dan militer kedua negara tersebut.

Para pemimpin Korea Selatan dan Jepang baru-baru ini berupaya memulihkan kerja sama ekonomi dengan Cina sebagai mitra dagang terbesar mereka. Setelah hubungan yang tegang selama bertahun-tahun, kini pembicaraan mereka masih dibatasi oleh sejauh mana izin AS terhadap Korea Selatan dan Jepang untuk meningkatkan hubungan dengan Cina.

Pertemuan tripartit baru-baru ini adalah yang pertama dalam empat setengah tahun, dengan kehadiran Presiden Korea Selatan, Perdana Menteri Jepang dan Perdana Menteri Li Keqiang, pejabat tertinggi kedua di Cina.

Pembicaraan tersebut terutama berfokus pada isu-isu yang dapat menemukan titik temu, seperti melindungi rantai pasokan, mendorong perdagangan dan kerja sama dalam menghadapi tantangan penuaan populasi dan munculnya penyakit menular. Beberapa isu juga mengemuka terkait masalah keamanan regional seperti Taiwan dan Korea Utara.

Ketiga negara; Jepang, Cina, dan Korea Selatan sepakat untuk memperluas kerja sama praktis agar masyarakat di negara masing-masing dapat merasakan manfaatnya. Hal yang tentu saja memerlukan izin Korea Selatan dan Jepang dari Amerika.

Sementara itu, beberapa media Amerika mencoba menciptakan hambatan psikologis bagi pengambil keputusan di Jepang dan Korea Selatan dengan menyoroti topik-topik seperti ancaman Cina dan Korea Utara. Misalnya, surat kabar New York Times dalam artikelnya menyebutkan ancaman Korea Utara dan memuat judul-judul seperti masalah demokrasi di Cina, kebangkitan kembali Mao, krisis kebutuhan modal di Cina, dan permasalahan ekonomi yang dialami perusahaan-perusahaan Cina. 

Media AS mencoba untuk memberikan kesan kepada audiens Jepang dan Korea bahwa manfaat hubungan Jepang dan Korea Selatan dengan Cina hanya menguntungkan Cina semata, bukan kedua negara tersebut. Tentu saja, jelas bahwa Cina pada akhirnya memandang Korea Utara sebagai aktor yang melawan ancaman militer Amerika dan bukan sebagai aktor intervensi dalam hubungan antara Korea Selatan dan Jepang. Karena pada dasarnya Korea Utara tidak mempunyai kemampuan seperti itu.

Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika telah menunjukkan Korea Utara sebagai naga berbahaya yang berniat membakar Jepang dan Korea Selatan. Dengan narasi tersebut, Amerika berhasil mengendalikan manajemen keamanan dan militer kedua negara tersebut. Di sisi lain, Cina menilai permasalahan tersebut merupakan perselisihan politik dan harus diselesaikan dengan negosiasi politik.

Amerika melancarkan provokasi terhadap Jepang dan Korea Selatan, sejauh ini telah melancarkan latihan-latihan sensitif terhadap ancaman yang diduga dari Korea Utara dan Cina yang telah memberikan pendapatan yang tinggi kepada perusahaan-perusahaan manufaktur senjata Amerika.

Jepang dan Korea Selatan bersama-sama menampung lebih dari 80.000 tentara AS di wilayah mereka, yang kehadirannya didasarkan pada pernyataan Amerika yang terus-menerus menegaskan bahwa Cina dan Korea Utara merupakan ancaman.

Dua negara yang tidak mirip dengan Amerika ini, tidak memiliki sejarah agresi setidaknya dalam beberapa abad terakhir. Namun menurut pendapat sebagian politisi Jepang dan Korea Selatan, mereka menyadari kesalahan asumsi Amerika dan Barat dan berusaha memperkuat hubungan bertetangga mereka.

Negara-negara tetangga di Asia Timur ini, yang bersama-sama menyumbang lebih dari seperlima output ekonomi global, memerlukan stabilitas dan kerja sama regional, terutama dalam rantai pasokan, untuk pulih dari resesi ekonomi pascapandemi.

Cina telah setuju untuk melanjutkan perundingan mengenai perjanjian perdagangan bebas antara ketiga negara tetangganya, dan menekankan kerja sama ekonomi yang lebih besar sebagai sarana menjaga perdamaian dan stabilitas regional.

Hal ini telah menjadikan Amerika Serikat sebagai pihak yang ikut campur dalam urusan Asia, berupaya menekan Jepang dan Korea Selatan untuk mengendalikan perkembangan hubungan regional berdasarkan kebijakan lingkungan bertetangga Cina sebagai pendukung dunia multipolar.(PH)