Aug 05, 2024 13:38 Asia/Jakarta
  • Bagaimana Kecerdasan Buatan Bisa Memicu Dominasi dan Kolonialisme Baru dalam Sistem Pendidikan ?

Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh Barat dalam sistem pendidikan di seluruh dunia berpotensi secara tidak sengaja mendorong imperialisme baru budaya dan intelektual.

Tehran, Parstoday- Di era digital, teknologi kecerdasan buatan berkembang pesat dan merambah ke berbagai belahan dunia. Teknologi ini telah memberikan dampak besar pada berbagai sektor, termasuk pendidikan tinggi. Meskipun teknologi ini telah membawa banyak peluang inovatif, teknologi ini juga menciptakan tantangan besar yang dapat mengarah pada neo-kolonialisme digital. 

Ancaman

Salah satu dampak sensitif yang paling penting dari kecerdasan buatan dalam pendidikan adalah ketergantungan pada teknologi yang dikembangkan di negara-negara Barat. Ketergantungan ini telah menyebabkan terciptanya siklus konsumerisme di mana lembaga-lembaga pendidikan di negara-negara berkembang dan negara-negara kurang berkembang menjadi konsumen tetap teknologi-teknologi ini dibandingkan inovasinya.

Situasi ini menyebabkan terbatasnya otonomi negara-negara tersebut di bidang teknologi dan ketidakmampuan lembaga-lembaga mereka untuk mengembangkan solusi yang tepat menghadapi tantangan-tantangan pendidikan spesifik mereka. Skenario ini dapat menghentikan perkembangan lanskap teknologi yang beragam dan menciptakan kesenjangan teknologi antarnegara.

Di sisi lain, alat berbasis kecerdasan buatan yang digunakan dalam pendidikan seringkali dirancang dengan data yang sebagian besar mencerminkan lingkungan berbahasa Barat dan Inggris. Bias ini dapat menyebabkan produksi konten pendidikan yang monoton dan terbatas secara budaya.

Penggunaan sistem ini secara universal berisiko menciptakan pendekatan “satu untuk semua” yang tidak dapat disesuaikan dengan konteks budaya, sejarah, dan sosial siswa atau mahasiswa dari negara-negara non-Barat. Homogenisasi konten pendidikan ini menghilangkan relevansi dan kekayaan pengalaman pendidikan secara lokal dan dapat menyebabkan terputusnya hubungan siswa dan mahasiswa dengan kearifan lokal.

Aspek lain dari neo-kolonialisme digital melalui kecerdasan buatan adalah imperialisme budaya dan intelektual. Perkembangan teknologi kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh Barat dalam sistem pendidikan di seluruh dunia secara tidak sengaja dapat mendorong suatu bentuk imperialisme budaya dan intelektual. Dengan memprioritaskan metodologi dan kerangka pengetahuan Barat, teknologi ini mungkin meminggirkan epistemologi dan tradisi pendidikan lainnya. Situasi ini dapat mengakibatkan hilangnya keberagaman intelektual dan terkikisnya identitas budaya.

Selain itu, distribusi manfaat kecerdasan buatan yang tidak merata di seluruh dunia merupakan salah satu tantangan utama. Meskipun kecerdasan buatan mempunyai potensi untuk mentransformasikan pendidikan melalui personalisasi dan efisiensi, institusi-institusi di kawasan kaya di dunialah yang seringkali memiliki kapasitas keuangan, infrastruktur, dan keahlian untuk mengadopsi dan mengintegrasikan inovasi kecerdasan terbaru, sehingga meningkatkan hasil pendidikan mereka.

Sebaliknya, lembaga-lembaga di wilayah miskin mungkin menghadapi hambatan besar, termasuk tingginya biaya, infrastruktur yang tidak memadai, dan kurangnya tenaga kerja terampil untuk menerapkan dan memelihara teknologi kecerdasan buatan. Ketimpangan ini tidak hanya memperkuat kesenjangan yang ada, namun juga dapat memperlebar kesenjangan pendidikan antara negara maju dan berkembang serta melanggengkan siklus kemiskinan pendidikan dan ekonomi.

Apa yang harus kita lakukan?

Untuk menghadapi tantangan ini, universitas dan lembaga penelitian harus mengadopsi pendekatan yang inklusif dan beragam. Pengembangan teknologi kecerdasan buatan lokal sangatlah penting. Berinvestasi dalam proyek penelitian lokal dan mendirikan pusat penelitian kecerdasan buatan dapat membantu mengembangkan alat dan sistem yang merespons kebutuhan dan konteks lokal dengan baik. Selain itu, mendiversifikasi kumpulan data dan memastikan bahwa sistem kecerdasan buatan dilatih berdasarkan kumpulan data yang beragam dan representatif dari latar belakang budaya, bahasa, dan sosial yang berbeda dapat membantu mengurangi bias dan meningkatkan inklusi dan efisiensi teknologi ini di berbagai bidang.

Pengawasan manusia dan standar etika juga perlu diperkuat. Mempertahankan pengawasan manusia dalam pengembangan dan penerapan teknologi kecerdasan buatan serta menciptakan kerangka etika di universitas dapat membantu memastikan penggunaan teknologi ini secara benar dan bertanggung jawab. Kerja sama internasional dan pertukaran pengetahuan juga harus didorong sehingga pengetahuan dan keahlian dapat dibagikan secara lebih adil dan pengembangan AI mendapat manfaat dari beragam perspektif dan inovasi.

Berinvestasi dalam pelatihan sumber daya manusia adalah solusi penting lainnya. Mengembangkan program pendidikan komprehensif untuk membekali peneliti, guru, dan siswa lokal dengan keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan kecerdasan buatan dapat membantu mengurangi kesenjangan dan memastikan bahwa teknologi ini dikembangkan dan digunakan untuk kepentingan komunitas global yang beragam.

Pada akhirnya, universitas dan institusi pendidikan harus menghadapi tantangan ganda dalam penggunaan teknologi kecerdasan buatan untuk meningkatkan pendidikan dan menghadapi bahaya neokolonialisme digital. Dengan mengadopsi pendekatan inklusif dan bertanggung jawab, kita dapat memastikan bahwa teknologi kecerdasan buatan dikembangkan dan digunakan dengan cara yang adil dan bermanfaat bagi beragam komunitas global, sehingga membantu menciptakan lanskap pendidikan global yang lebih adil dan inklusif.(PH)

Tags