Mengapa Sekutu Terdekat AS Sekalipun Tidak Mempercayai Trump?
Situs Politico menyoroti perjanjian perdagangan baru antara Amerika Serikat dan Inggris, dengan menekankan bahwa menurut survei oleh Public First Institute, sebagian besar responden Amerika dan Inggris memiliki keraguan serius tentang komitmen Donald Trump terhadap perjanjian tersebut.
Tehran, Pars Today- Presiden AS Donald Trump pada konferensi pers Gedung Putih hari Kamis mengumumkan bahwa berdasarkan perjanjian baru dengan London, Inggris akan memproses barang-barang Amerika melalui bea cukai lebih cepat, tetapi beberapa rincian masih perlu diselesaikan.
Situs Politico membahas perjanjian perdagangan baru antara Amerika Serikat dan Inggris dalam sebuah artikel pada hari Jumat.
Politico menulis,"Tantangan mendasar yang dihadapi perjanjian perdagangan yang baru saja diluncurkan Amerika Serikat dan Inggris bahwa tidak ada satu pun negara yang mempercayai Presiden AS Donald Trump sebagai orang yang berada di balik perjanjian tersebut".
Menurut laporan tersebut, jajak pendapat gabungan yang dilakukan bulan lalu oleh Public First dan Politico menemukan bahwa sebagian besar orang dewasa Amerika dan Inggris mendukung pemerintah mereka mencapai kesepakatan, tetapi hanya kurang dari sepertiga responden di Inggris dan 44 persen orang Amerika percaya Trump akan menaatinya.
Politico menambahkan, survei tersebut menawarkan penilaian yang serius tentang bagaimana kredibilitas Amerika Serikat terkikis di negara lain, karena pendekatan provokatif Trump terhadap tarif, dan ini merupakan peringatan bagi Gedung Putih tentang bagaimana pendekatan agresifnya di bawah pemerintahan baru AS yang mendorong sekutu lama untuk merangkul saingan ekonomi terbesarnya, Cina.
Menurut laporan itu, perjanjian dengan Inggris adalah salah satu yang termudah dari lusinan perjanjian yang harus diselesaikan pemerintahan Trump hingga 8 Juli, karena perjanjian tersebut dicapai dengan mitra bernama Inggris, yang telah berupaya mencapai kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat sejak pemerintahan Trump pertama.(PH)