Kapitalisme dan Penyebaran Konsumerisme
https://parstoday.ir/id/news/world-i182876-kapitalisme_dan_penyebaran_konsumerisme
Pars Today - Kapitalisme, yang mengandalkan produksi massal dan iklan yang meluas, telah mempromosikan konsumerisme sebagai cara untuk meningkatkan keuntungan.
(last modified 2025-12-24T07:26:41+00:00 )
Des 24, 2025 18:51 Asia/Jakarta
  • Kapitalisme dan Konsumerisme
    Kapitalisme dan Konsumerisme

Pars Today - Kapitalisme, yang mengandalkan produksi massal dan iklan yang meluas, telah mempromosikan konsumerisme sebagai cara untuk meningkatkan keuntungan.

Adalah fakta pasti bahwa konsumerisme dan munculnya masyarakat konsumen adalah tahapan ekonomi liberal. Dalam konteks ini, White Withan Rostow, yang merupakan salah satu pelopor teori pembangunan, mengusulkan "teori kebangkitan", yang menganggap pembangunan, yang menurut mereka adalah liberalisasi, bergantung pada tahapan-tahapan tertentu yang meliputi masyarakat tradisional, tahap transisi, tahap kebangkitan, tahap menuju kematangan, dan akhirnya tahap konsumsi massal.

Kapitalisme, yang mengandalkan produksi massal dan iklan yang meluas, telah mempromosikan dan mendorong konsumerisme sebagai cara untuk meningkatkan keuntungan. Meskipun proses ini telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi, ia juga membawa konsekuensi negatif yang meluas secara sosial, budaya, dan lingkungan. Konsumerisme bukan hanya konsep ekonomi tetapi juga istilah yang memiliki beban sosial, budaya, dan bahkan psikologis.

Kapitalisme, sebagai sistem ekonomi dominan di dunia modern, didasarkan pada kepemilikan pribadi, persaingan bebas, dan pencarian keuntungan. Salah satu ciri utama sistem ini adalah upaya tanpa henti untuk meningkatkan produksi dan penjualan barang dan jasa. Dalam hal ini, konsumerisme telah terbentuk dan diperkuat sebagai alat utama untuk memastikan keuntungan yang lebih besar.

Konsumerisme berarti mendorong orang untuk membeli dan mengonsumsi barang dalam jumlah yang terus meningkat, bahkan ketika tidak ada kebutuhan nyata akan barang itu. Fenomena ini semakin intensif terutama setelah Revolusi Industri dan dengan meluasnya produksi massal. Dengan memasok barang secara berlebihan, produsen mulai menciptakan kebutuhan buatan alih-alih menanggapi kebutuhan nyata. Iklan yang ekstensif, desain yang menarik, dan keusangan produk yang disengaja termasuk di antara alat yang digunakan kapitalis untuk merangsang konsumen.

Salah satu contoh paling jelas dari tren ini adalah fenomena keusangan yang disengaja. Perusahaan sengaja memproduksi barang yang kehilangan efisiensi atau daya tariknya setelah jangka waktu singkat sehingga konsumen terpaksa membelinya lagi. Kebijakan ini terlihat jelas di berbagai industri, termasuk elektronik, pakaian, dan otomotif.

Misalnya, telepon seluler, meskipun memiliki kinerja yang baik, dengan cepat digantikan oleh model-model baru, dan konsumen didorong untuk membeli versi baru di bawah tekanan iklan dan mode.

Konsumerisme juga terkait erat dengan iklan. Iklan tidak hanya memperkenalkan barang tetapi juga mempromosikan gaya hidup tertentu di mana konsumsi yang lebih banyak dipandang sebagai tanda kesuksesan, kemakmuran, dan status sosial. Dalam bukunya Theory of the Leisure Class, Thorstein Veblen menyebut jenis konsumsi ini sebagai "konsumsi pamer". Yaitu, pembelian barang bukan untuk kebutuhan nyata tetapi untuk memamerkan status sosial. Pola ini menyebar dengan cepat di masyarakat kapitalis, terutama pada abad ke-20 dan ke-21, dan telah menjadi ideologi dominan.

Dari perspektif sosial, konsumerisme telah memperburuk ketidaksetaraan dan memperkuat hambatan kelas. Dalam dimensi sosial dan psikologis, iklan kapitalis sedemikian rupa sehingga konsumsi yang lebih banyak dianggap sebagai tanda status yang lebih tinggi dan kelas sosial yang lebih disukai.

Kelas kaya mengkonsolidasikan posisi mereka dengan mengonsumsi barang-barang mewah, sementara kelas bawah berada di bawah tekanan ekonomi untuk meniru model-model ini. Tren ini tidak hanya meningkatkan kesenjangan kelas tetapi juga mengarah pada terciptanya budaya persaingan yang tidak sehat dalam masyarakat.

Dari perspektif lingkungan, konsumerisme memiliki konsekuensi serius. Produksi massal barang membutuhkan eksploitasi sumber daya alam yang ekstensif, yang menyebabkan degradasi lingkungan, polusi udara dan air, serta perubahan iklim. Selain itu, barang sekali pakai dan produk dengan masa pakai pendek menghasilkan sejumlah besar sampah, yang pengelolaannya telah menjadi tantangan utama bagi masyarakat.

Para kritikus kapitalisme dan konsumerisme percaya bahwa model ini tidak alami dan tidak berkelanjutan. Penelitian menunjukkan bahwa konsumerisme modern adalah hasil manipulasi kehendak konsumen melalui iklan dan tekanan budaya, bukan hasil alami dari perkembangan ekonomi. Karena alasan ini, beberapa sarjana menyarankan agar model alternatif seperti hidup sederhana atau konsumsi yang bertanggung jawab dipromosikan.

Dalam masyarakat Islam, model konsumsi yang didasarkan pada moderasi dan menghindari pemborosan juga telah diusulkan, yang dapat menjadi alternatif bagi konsumerisme kapitalis.

Meskipun kapitalisme telah mampu menjamin profitabilitasnya dengan mempromosikan konsumerisme, proses ini telah menimbulkan biaya yang besar bagi masyarakat dan lingkungan. Konsumerisme tidak hanya membantu meningkatkan produksi dan penjualan, tetapi juga mengubah gaya hidup masyarakat dan memengaruhi nilai-nilai sosial.

Namun, pertumbuhan gerakan anti-konsumerisme dan upaya untuk menghadirkan model alternatif menunjukkan bahwa masyarakat secara bertahap menyadari konsekuensi negatif dari fenomena ini dan berupaya menemukan cara yang lebih berkelanjutan untuk pembangunan ekonomi dan sosial.(sl)