Politik Zigzag Turki dan Arab Saudi
(last modified Thu, 28 Dec 2017 12:12:55 GMT )
Des 28, 2017 19:12 Asia/Jakarta

Perdana Menteri Turki melakukan kunjungan ke Riyadh, Arab Saudi dan bertemu dengan Putra Mahkota negara itu pada 27 Desember 2017.

Media-media kawasan mengabarkan, pertemuan Binali Yildirim, PM Turki dengan Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi dilakukan tertutup di Riyadh. Sebelumnya Yildirim juga bertemu dengan Raja Salman bin Abdulaziz.

Menurut berita yang sempat bocor ke media, tema utama pertemuan tertutup itu di antaranya perluasan hubungan bilateral dan urgensi penguatan hubungan Turki dan Saudi. Sebagaimana dilaporkan media kedua negara, dalam pertemuan itu, PM Turki menekankan kerja sama ekonomi dengan Saudi dan realisasi proyek-proyek bersama di industri pertahanan.

Ankara dan Riyadh mengaku memiliki kesamaan sikap di 90 persen masalah dan sepakat menyelesaikan krisis regional bersama-sama. Padahal hubungan bilateral Turki dan Saudi mengalami fluktuasi yang cukup tajam dalam beberapa tahun terakhir khususnya beberapa tahun pasca kebangkitan Islam di Timur Tengah.

Puncak penurunan hubungan Ankara dan Riyadh dipicu oleh kekhawatiran Saudi atas dukungan Turki terhadap Qatar di arena perpolitikan kawasan, terutama ketika Turki segera membantu Qatar keluar dari tekanan Saudi dengan menciptakan jalur udara antara Ankara dan Doha, dan setelah ditutupnya perbatasan darat Qatar-Saudi, Turki mengirim ribuan ton bahan makanan ke Doha lewat Iran.

Saudi dan Turki

Langkah itu dinilai telah membekukan hubungan Turki dan Saudi. Ditambah lagi dengan pecahnya perang Suriah yang meskipun telah mendekatkan kedua negara, namun pada saat yang sama juga merenggangkan hubungan keduanya. Sebab memburuknya hubungan Turki dan Saudi juga dapat ditemukan dalam masalah ini.

Salah seorang analis politik Turki mengatakan, transformasi Suriah tidak bisa menjadi alasan terciptanya koalisi permanen strategis Turki dan Saudi. Pasalnya, pasca jatuhnya Bashar Al Assad tidak ada kepentingan bersama yang mengikat Saudi dan Turki di Suriah yang bisa mengokohkan koalisi strategis kedua negara.

Perbedaan pandangan Turki dan Saudi soal Suriah menyebabkan Ankara terpaksa melupakan ambisinya menggulingkan Assad sehingga Turki dan Saudi saling berhadap-hadapan. Perubahan kebijakan Turki terkait Suriah dari satu sisi dan perbedaan pandangan Ankara-Riyadh soal mendukung atau melawan kelompok Kurdi, di sisi lain, adalah masalah lain yang mempengaruhi hubungan kedua negara.

Selain itu, perbedaan pendapat Ankara dan Riyadh soal proyek sektarian Saudi bersama Amerika Serikat untuk membentuk sebuah pasukan negara-negara Sunni di tahun 2004 yang diterima Turki secara implisit, namun ditentangnya dalam praktik, menyebabkan Riyadh menyalahkan Ankara atas kegagalan proyek ini.

Lebih dari itu, kebangkitan Islam dan transformasi Mesir serta penentangan Riyadh atas Ikhwanul Muslimin dan gerakan-gerakan serupa di kawasan, berlawanan dengan sikap Turki yang mendukungnya. Mungkin titik balik perselisihan Turki dan Saudi tampak jelas dalam kegembiraan media-media Saudi atas aksi kudeta militer Turki, meski akhirnya gagal. Sekalipun petinggi Saudi tidak pernah secara terang-terangan berkomentar tentang peristiwa sebelum atau sesudah kudeta, namun sikap abu-abu itu tidak pernah dilupakan Ankara.

Dalam kunjungan PM Turki ke Saudi baru-baru inipun petinggi kedua negara tidak mampu menutupi friksi di antara keduanya dan terpaksa melakukan pertemuan-pertemuan yang digelar secara tertutup dan jauh dari pantauan media. Mungkin karena mematuhi aturan diplomatik, pihak Turki akhirnya harus berbicara soal kesamaan pandangan dua negara pada 90 persen masalah kawasan dan dunia dengan Saudi. (HS)

Tags