Mencermati Sikap Dualisme Theresa May soal Iran dan JCPOA
(last modified Wed, 05 Jun 2019 11:06:32 GMT )
Jun 05, 2019 18:06 Asia/Jakarta
  • Theresa May dan Trump
    Theresa May dan Trump

Meski Amerika Serikat keluar dari kesepakatan nuklir JCPOA pada Mei 2018 dan upaya untuk menggagalkan perjanjian internasional ini, namun pihak Eropa di JCPOA termasuk Inggris menginginkan perjanjian ini tetap dipertahankan, sebuah perjanjian yang sangat urgen bagi perdamaian dan keamanan regional serta internasional.

Dalam hal ini, Theresa May, perdana menteri Inggris yang mengundurkan diri hari Selasa malam (04/06) saat jumpa pers bersama Presiden AS Donald Trump mengatakan ingin mempertahankan JCPOA untuk mencegah apa yang ia klaim sebagai pencapain senjata nuklir oleh Iran.

JCPOA

Seraya mengisyaratkan perundingannya dengan Trump, May mengatakan, "Saat ini kami membicarakan pentingnya kerja sama dua negara terkait aktivitas pengobatan instabilitas Iran di kawasan dan upaya untuk mencegah negara ini meraih senjata nuklir. Meksi kita memiliki metode yang berbeda dan seperti yang saya katakan, London komitmen dengan JCPA, namun jelas bahwa kami berdua ingin meraih satu tujuan. Ini penting bahwa Iran tetap komitmen dengan janjinya, dan kami akan berusaha mencegah terjadinya konfrontasi yang tidak menguntungkan siapapun."

 

Ketika May mengklaim tetap mempertahankan JCPOA untuk mencegah upaya Iran menggapai senjata nuklir, bukan saja Iran menepis segala bentuk tujuan untuk meraih senjata nuklir, bahkan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di berbagai laporannya sebanyak 15 kali setelah menverifikasi komitmen JCPOA Iran, menegaskan status damai aktivitas nuklir Iran. Dengan demikian muncul pertanyaan ini, apa yang mendasari May mengamini Trump dan mengklaim Iran berusaha menggapai senjata nuklir dan apa bukti klaimnya bahwa mempertahankan JCPOA sangat penting untuk mencegah Tehran meraih tujuan tersebut.

 

Petinggi senior Iran berulang kali menepis upaya Tehran untuk memproduksi senjata nuklir. Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif baru-baru ini di akun twitternya menulis, Ayatullah Khamenei, Rahbar dan Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran sejak lama telah merilis fatwa pengharaman senjata nuklir dan menyatakan kami tidak ingin memproduksi senjata pemusnah massal.

 

Meski Inggris termasuk Trioka Eropa (Jerman, Perancis dan Inggris) dan dalam hal ini berusaha untuk memberikan paket insentif guna mencegah Iran keluar dari JCPOA setela Washington melanggar janji dan keluar secara sepihak dari kesepakatan nuklir, namun Theresa May bersikap seperti Trump, getol melempar tudingan palsu terhadap Iran. Sebagai sekutu strategis AS, May juga gemar meluncurkan tudingan seperti dukungan Iran terhadap terorisme atau menuding Tehran mengambil kebijakan yang memicu instabilitas kawasan.

 

Sementara itu, Trump yang selama satu tahun terakhir pasca keluar dari JCPOA senantiasa mendapat kritikan paling pedas di tingkat internasional, khususnya oleh negara-negara anggota kelompok 4+1, mulai memanfaatkan peluang dan mengingat sikap Theresa May, ia mengklaim Washington dan London memiliki sikap yang sama anti Tehran.

 

Trump dalam statemennya terkait hal ini mengatakan, Inggris dan AS mencapai kesepakatan terkait pentingnya mencegah Iran menggapai senjata nuklir dan menghentikan Tehran di bidang dukungan terhadap terorisme dan Saya tahu bahwa tujuan ini akan terealisasi.

 

Kini Trump berharap mengingat pengunduran diri May pada 7 Juni mendatang, perdana menteri konservatif negara ini akan memiliki sikap yang mendukung dirinya dalam mengambil keputusan dan kebijakan anti Iran. Trump mendukung pencalonan Boris Johnson sebagai pengganti May karena mantan menlu Inggris ini terkenal ekstrim.

 

Meski demikian Uni Eropa dan trioka Eropa demi kepentingan politik dan keamanan Eropa ingin tetap di JCPOA dan meski ada statemen terbaru seperti sikap May, meerka tetap mencapai kesepakatan untuk mempertahankan JCPOA. (MF)

 

 

 

Tags