Mencermati Penghapusan Iran dari Komisi Status Perempuan
Selama bertahun-tahun, kita telah menyaksikan upaya negara-negara Barat untuk mengintervensi negara-negara independen, khususnya Republik Islam Iran. Sementara itu, kata hak asasi manusia telah menjadi alat tekan lama negara-negara tersebut. Barat memiliki standar ganda dan selektif, terutama di bidang HAM, terlepas dari intensifikasi kekerasan terhadap perempuan di masyarakat Barat. Perilaku bias dan selektif ini diterapkan terhadap Iran pada Rabu, 24 November 2022.
Kali ini kita melihat pertunjukan anti-Iran yang dilakukan Amerika Serikat dengan dalih mendukung perempuan Iran di markas besar PBB. Sebuah pertemuan diadakan untuk membatalkan keanggotaan Iran di Komisi Status Perempuan dan akhirnya dilakukan pemungutan suara. Dengan upaya ilegal Amerika, Republik Islam Iran, yang telah menjadi anggota Komisi Perempuan PBB melalui proses demokrasi dan dengan suara mayoritas, dikeluarkan dari komisi ini.
Pertama-tama, apa itu Komisi PBB untuk Status Perempuan dan seberapa besar kekuasaan eksekutif yang dimilikinya? “Commission on the Status of Women” adalah sebuah lembaga di bawah Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC), yang sejak tahun 1946 berusaha menjadi pelopor dalam bidang tantangan dan permasalahan perempuan, dan Republik Islam Iran melalui transparansi dan pemilihan demokratis dengan dukungan dari Grup Asia dan Pasifik dan telah bergabung lewat pemungutan suara Mayoritas anggota ECOSOC.
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB atau ECOSOC, saat ini memiliki 54 anggota dan merupakan salah satu dari enam pilar utama Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang bertanggung jawab menangani urusan sosial dan ekonomi dan hal-hal yang berkaitan dengan badan-badan khusus PBB.
Sementara United Nations Commission on the Status of Women memiliki 45 anggota, dan Republik Islam Iran menjadi anggota komisi ini berdasarkan suara terbanyak anggota ECOSOC, yaitu 43 suara dari 54 suara anggota badan ini.
Hal yang patut dicatat adalah bahwa Komisi Status Perempuan tidak memiliki peran pengambilan keputusan atau jaminan eksekutif, tetapi menurut beberapa aktivis hak-hak perempuan, dianggap sebagai otoritas pengawasan penting di bidang perempuan di PBB.
Rencana untuk menghapus Iran dari Komisi PBB tentang Status Perempuan karena mewakili tindakan bermusuhan dan politik oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Barat dengan dalih mendukung perempuan Iran telah dipikirkan oleh banyak anggota. Karena Amerika dan beberapa anggota lainnya, yang merupakan pelanggar hak asasi manusia terbesar, berusaha mengeluarkan negara yang merdeka dan berdaulat dari Komisi Status Perempuan, yang bertentangan dengan undang-undang dan proses kerja ECOSOC yang ada.
Menurut pengumuman resmi para ahli hukum internasional, pemungutan suara untuk mengeluarkan suatu negara dari komisi internasional pada dasarnya belum pernah terjadi sebelumnya, dan penghapusan suatu negara dari Komisi Wanita PBB dapat menjadi bidah dan memiliki konsekuensi hukum yang berat bagi anggota lainnya. Dalam kaitan ini, perwakilan Pakistan mengingatkan bahwa tidak ada undang-undang untuk mengeluarkan anggota. Keanggotaan Iran dipilih oleh anggota dewan ini pada tahun 2021 untuk jangka waktu empat tahun dan tidak boleh berakhir sekarang.
Menurut bagian kelima dari Resolusi 557 C (XVIII) dari ECOSOC, satu-satunya kriteria untuk keanggotaan dalam komisi fungsional ECOSOC adalah memiliki "minat untuk melayani dalam komisi" dan memiliki "pengetahuan, pengalaman, dan keahlian seluas mungkin berdasarkan indikator seperti pertumbuhan jumlah pendidikan perempuan, pertumbuhan lapangan kerja perempuan, dan lain-lain oleh negara-negara anggota. Pada saat keanggotaan Iran tahun lalu, indikator yang disebutkan di atas diketahui dengan baik oleh 43 dari 54 anggota ECOSOC, dan sekarang upaya untuk mengecualikan Iran hanyalah langkah politik.
Sekarang pertanyaan ini ada di benak negara-negara yang mengeluarkan Iran dari Komisi Status Perempuan, seberapa besar mereka mendukung perempuan dan dapatkah mereka menghormati hak-hak perempuan? Sayangnya, terlepas dari keberadaan organisasi dan lembaga internasional simbolis, laporan yang diterbitkan di bidang ini menunjukkan bahwa Amerika berada dalam situasi yang tidak normal dalam hal menghormati hak-hak perempuannya.
Dalam sebuah laporan yang mencemooh klaim Amerika mengenai pelanggaran hak-hak perempuan dalam masyarakat Islam, situs Sandvision menulis, Setiap tahun, lebih dari 500.000 perkosaan dilakukan terhadap perempuan dan anak perempuan berusia di atas 12 tahun di Amerika Serikat, dan jumlah tindak kekerasan lainnya terhadap kelompok masyarakat ini lebih dari 3,8 juta kasus. 20 hingga 30% wanita yang pergi ke unit gawat darurat rumah sakit memiliki tanda-tanda pemukulan di tubuh mereka.
Belum lama ini, Tara Reade mengungkap kerusakan Joe Biden di studio Fox News saat menjadi anggota Senat AS.
The Washington Post juga melaporkan bahwa sejak 2015, hampir 250 wanita telah ditembak oleh polisi Amerika di jalan dan dibunuh tanpa diadili. Leona Hale, seorang ibu hamil berusia 26 tahun, adalah salah satunya.
Menurut statistik ini, serta pengakuan dari berbagai bagian masyarakat Amerika, perdagangan seks anak perempuan dan konflik kelas merajalela di masyarakat Amerika, dan terdapat banyak bukti pelanggaran hak-hak sipil di Amerika Serikat, di mana banyak pakar Amerika juga mengakui.
Dalam masalah ini, ada banyak bukti di Eropa. Menurut laporan Kementerian Dalam Negeri Prancis tahun 2019, 121 dari 149 korban kekerasan dalam rumah tangga di negara ini adalah perempuan. Jumlah perempuan yang kehilangan nyawa akibat kekerasan tersebut, dengan 25 korban lebih, menunjukkan pertumbuhan sebesar 28% dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu, di Jerman, menurut statistik yang diberikan oleh polisi kriminal negara ini, kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan seorang perempuan kehilangan nyawanya setiap tiga hari. Pada tahun 2018 saja, 122 perempuan di negara ini meninggal akibat kekerasan dalam rumah tangga.
Di Inggris, laporan menunjukkan bahwa 139 wanita dibunuh oleh kenalan pria di negara ini pada tahun 2017, dan dua perlima dari mereka meninggal karena kekerasan yang parah dan berlebihan. Juga, karena intensifikasi kekerasan ini, memaksa pemerintah Inggris mengalokasikan 100 juta pound untuk layanan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan antara tahun 2016 dan 2020.
Untuk lebih memahami ambivalensi Barat dan Amerika terkait isu perempuan, kita bisa merujuk ke negara lain, termasuk Arab Saudi, yang memiliki pandangan yang sepenuhnya negatif dan diskriminatif terhadap perempuan. Namun, AS belum melarang Riyadh menjadi anggota. Selain menindas perempuan di Arab Saudi, Al Saud telah menempatkan pembunuhan tanpa ampun terhadap perempuan dan anak-anak Yaman dalam agenda mereka dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Taha Al-Mutawakkil", Menteri Kesehatan Yaman, Koalisi Saudi-Amerika telah membunuh 8 ribu anak dan wanita Yaman selama delapan tahun terakhir.
Di sisi lain, lembaga-lembaga seperti ini di Perserikatan Bangsa-Bangsa sejauh ini tidak mengambil posisi yang kuat dan menghalangi terhadap berbagai kejahatan rezim Zionis terhadap perempuan dan anak-anak di Wilayah Pendudukan selama beberapa dekade agresi dan pendudukan oleh rezim ini. Sebuah rezim yang telah membunuh ribuan wanita Palestina dan 2.500 anak selama dekade terakhir.
Tidak diragukan lagi, kekerasan terhadap perempuan tercela dan dikutuk di mana-mana di dunia dan setiap orang memiliki tanggung jawab untuk mencegah dan menanganinya, tetapi Barat dan Amerika sebagai pemimpinnya, dengan pendekatan munafik, terus menuding Republik Islam Iran dan telah digunakan sebagai alasan untuk mencampuri urusan dalam negeri negara ini.
Padahal salah satu penghargaan dan prestasi terpenting Republik Islam Iran adalah memberikan identitas kepada perempuan yang telah mampu bersinar di berbagai bidang politik, sosial, budaya, dan olahraga dengan mengandalkan peran dan kemampuannya. Republik Islam Iran, sebagai negara Islam, menghormati status perempuan dan alih-alih membuatnya terlihat seperti Barat dan perwujudan emosi seksual, ia bertujuan untuk menggunakan bakat intelektual dan potensi besar perempuan untuk kemajuan dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin.
Sebenarnya, hak asasi manusia dan martabat perempuan dan pemberdayaan mereka termasuk prasyarat yang diperlukan untuk pengembangan masyarakat Islam-Iran, dan disebutkan di semua lembaga dan undang-undang yang relevan. Melihat sekilas berbagai publikasi dan buku di negara ini, termasuk ilmiah, penelitian, sejarah, sastra, politik dan seni, yang diterbitkan atas nama wanita di negara Iran, menunjukkan status ilmiah yang tinggi dan derajat wanita yang tinggi.
Perkembangan ini terlihat jelas di segala bidang. Aktivitas wanita Iran di bidang kedokteran dan teknologi juga sangat mengesankan, dan wanita di bidang yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan modern telah dan menjadi sumber pengaruh dan kemajuan.
Inilah mengapa Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, “Kami harus menuntut Barat dalam masalah perempuan. Merekalah yang menindas perempuan, menghina perempuan, merendahkan derajat perempuan. Atas nama kebebasan, atas nama pekerjaan, atas nama memberikan tanggung jawab, mereka mengalami tekanan mental, psikologis, emosional dan penghinaan terhadap kepribadian dan martabat mereka. Mereka harus menjawab."(sl)