Menyimak Pengulangan Skenario Gagal anti Iran di IAEA
Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Jumat (19/5/2020) di sebuah resolusi yang drafnya disusun oleh troika Eropa (Jerman, Inggris dan Perancis) mendesak kerja sama lebih besar Iran dengan IAEA.
Sejak awal jelas bahwa tujuan dari penyusunan dan penyodoran draf ini adalah persiapan penuh Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).
Dari satu sisi dapat dikatakan bahwa Amerika setelah keluar dari JCPOA di tahun 2018 dengan segenap kemampuannya berusaha menempatkan Iran di kondisi sulit untuk melanjutkan komitmen JCPOA-nya dengan harapan menjadikan Tehran sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kemandulan kesepakatan ini, tapi ternyata Washington masih gagal.
Dengan demikian solusi tunggal yang tersisa di bidang ini adalah mencari-cari alasan baru. Skenario ini telah dimulai sejak satu bulan lalu melalui koordinasi troika Eropa dalam bentuk penyusunan draf resolusi non teknis dan politik. Di sisi lain, Dirjen IAEA, Rafael Grossi juga ikut meramaikan masalah ini dengan membesar-besarkan isu tersebut melalui klaim anti Iran. Ia mengklaim Tehran menolak memberi akses ke dua situs nuklir.
Namun, selama diskusi dan kritik yang diangkat tentang masalah ini dari Senin hingga Jumat; ternyata pembesaran permintaan IAEA untuk akses ke tempat-tempat di Iran telah direncanakan sebelumnya, dan resolusi yang diusulkan tidak ada kaitannya dengan fakta teknis, tetapi sekedar hasil dari agenda politik dan tidak profesional.
Resolusi yang diratifikasi Dewan Gubernur sejatinya hasil dari represi dan lobi sejumlah negara intervensif di mana tujuannya adalah ambisi berlebihan dan pemerasan. Wajar jika Iran sepenuhnya menentang tuntutan berlebihan dari negara dan organiasai manapun.
Republik Islam Iran memiliki level kerja sama dan inspeksi IAEA tertinggi di antara negara-negara anggota serta setiap tahun dilakukan lebih dari 33 akses tambahan dari Iran. Sementara AS tidak menjalankan komitmennya di JCPOA dan dengan sengaja melanggar isi resolusi 2231 Dewan Keamanan dan pasal ke 25 Piagam PBB.
Sementara itu, ketidakpastian resolusi ini yang lebih besar adalah kelayakan dan raport arsitek dan pemberi usulan resolusi. Reolusi ini diajukan oleh negara-negara yang memiliki senjata nuklir atau menjadi tuan rumah senjata pemusnah massal serta destruktif ini.
Oleh karena itu, wakil Iran di IAEA mendasarkan keputusan ini pada tuduhan spionase oleh rezim Zionis dan tuntutan ilegal Amerika Serikat dan mengatakan, "Kami menilai kondisi yang ada sebagai jebakan AS-Israel di mana selama dua tahun lalu mereka tidak segan-segan berusaha merusak JCPOA, bahkan berani memanfaatkan beragam represi terhadap IAEA termasuk mengajukan klaim tak berdasar demi menyimpangkan jalur yang benar di bidang kerja sama.
Dengan demikian analisa yang benar atas arus ini ada dua masalah penting;
Pertama: keputusan Iran di kasus ini.
Keputusan ini seperti yang diumumkan di respon pertama atas resolusi ini adalah jelas dan transparan. Wakil Iran di organisasi internasional yang bermarkas di Wina saat merespon peratifikasian resolusi usulan troika Eropa di Dewan Gubernur IAEA dengan dalih tidak ada ijin dua akses tambahan kepada organisasi ini menjelaskan, Iran menolak sepenuhnya resolusi Dewan Gubernur dan akan mengambil langkah yang tepat dan diperlukan sebagai respon atas resolusi ini.
Dengan demikian resolusi Dewan Gubernur tidak bersifat mengikat bagi Iran terkait kerja sama Iran dengan IAEA soal dua tuntutan akses tersebut.
Berdasarkan hukum internasional setiap implementasi kegiatan verifikasi membutuhkan kerja sama dengan niat baik bilateral Iran dan Badan Energi Atom Internasional, dan berdasarkan akses yang diberikan Iran kepada IAEA, permintaan untuk dua akses baru dalam kerangka resolusi Troika Eropa menunjukkan agenda politik dan tidak profesional. Kazem Gharib-Abadi hari Kamis (18/6/2020) di pesannya kepada Dewan Gubernur mengingatkan bahwa Wina benteng terakhir multilateralisme dan jika dewan tidak menunjukkan visi jangka panjang yang seharusnya, maka hal ini pun akan berubah menjadi kisah yang terlupakan.
Sekaitan dengan ini, Wakil Rusia di organisasi internasional di Wina, Mikhail Ulyanov seraya mengisyaratkan suara menentang Cina dan Rusia terhadap resolusi ini menekankan, "Kami yakin bahwa resolusi ini tidak akan konstruktif dan Tehrand an IAEA tanpa penundaan harus segera menyelesaikan masalah ini."
Kedua: Apa dampak keputusan ini bagi masa depan kerja sama Iran dan IAEA
Iran mengetahui misi IAEA untuk mengajukan pertanyaan yang sah, meminta transparansi atau akses ke misinya dan menghormatinya, namun begitu menekankan haknya sebagai sebuah negara anggota meminta alasan yang kuat dan dokumen serta argumentasi dari IAEA di bidang ini.
Iran sampai saat ini secara transparan bekerja sama dengan IAEA dan laporan badan ini menunjukkan bahwa Tehran telah melakukan seluruh kewajibannya, namun sejak Maret 2020 fakta ini tidak lagi disebutkan di berbagai laporan dirjen IAEA. Pastinya hal ini memiliki tujuan pribadi yang dikejar di mana tujuan terakhirnya adalah menghancurkan JCPOA seratus persen.
Dengan demikian peratifikasian resolusi ini sama halnya dengan penyalahgunaan Amerika dan sejumlah negara Eropa terhadap berbagai organisasi internasional. Mengingat sejarah keputusan seperti ini harus dikatakan bahwa langkah tak terpuji dalam bentuk resolusi di Dewan Gubernur atau laporan IAEA dengan motif politik serta berdasarkan klaim palsu oleh mata-mata Israel dan Amerika di bidang aktivitas nuklir Iran, akan melemahkan kredibilitas dan independensi IAEA serta membuat kondisi semakin rumit. Khususnya bahwa resolusi ini diratifikasi berdasarkan tekanan dan lobi Amerika serta Eropa tanpa konsensus.
Intervensi AS di Dewan Gubernur yang terus meningkat dan pengabaian resolusi Dewan Keamanan kini menjadi kecenderungan yang sangat berbahaya yang pastinya membahayakan sistem di hubungan internasional. Troika Eropa dengan mengajukan resolusi ini telah melakukan kesalahan strategis dan menunjukkan bahwa mereka tidak ingin membangun kepercayaan untuk memenuhi kewajiban mereka berdasarkan perjanjian Dewan Keamanan PBB.