Pekan HAM AS: Washington dan Pemutarbalikan Fakta HAM (1)
Di kalender nasional Republik Islam Iran, 6-12 Tir ditetapkan sebagai Pekan HAM AS.
Alasan penamaan ini adalah hari-hari ini bertepatan dengan beberapa insiden teroris dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang pahit dalam dekade pertama tahun-tahun setelah kemenangan Revolusi Islam.
Amerika Serikat telah memainkan peran utama dalam membentuk peristiwa bulan ini, secara langsung dan tidak langsung. Insiden pertama minggu ini dimulai dengan pembunuhan gagal Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam atau Rahbar, Ayatullah Khamenei pada 27 Juli 1981. Dan kemudian pada 7 Tir (28 Juli) disusul dengan aksi kelompok munafik (MKO) yang didukung AS meledakkan markas besar Partai Republik Islam.
Selain itu, pada 7 Tir yakni enam tahun kemudian (1366 Hs) atau 28 Juni 1987, terjadi peristiwa pahit serangan bom kimia di perbatasan kota Sardasht di era perang Iran-Irak, oleh rezim Saddam yang didukung Washington. Satu tahun kemudian pada 12 Tir 1367 Hs (3 Juli 1988) juga terjadi peristiwa pahit lainnya, serangan rudal yang disengaja kapal perang AS terhadap pesawat terbang sipil Iran di kawasan Teluk Persia.
Mencermati serangkaian peristiwa ini, ada dua pertanyaan penting.
Pertama, apa tujuan dari kejahatan dan aksi teroris ini ?
Pertanyaan lain, adalah ketika mayoritas kejahatan kemanusiaan di kawasan dan dunia terjadi atas intervensi Amerika Serikat, apa alasan Washington mengklaim dirinya pembela HAM ?
Untuk menemukan jawaban yang jelas di masalah ini, kami akan berusaha mengkaji dan menguak sebab serta akar permusuhan Amerika Serikat terhadap Iran melalui kinerja HAM Washington.
Aksi teroris tanggal 27 dan 28 Juli 1981 terjadi dalam situasi di mana Iran pada tahun-tahun pertama setelah kemenangan revolusi menghadapi banyak konspirasi yang telah menyebar luas pada awal perang yang dipaksakan. Musuh bangsa Iran berencana untuk menggulingkan pemerintah yang baru berdiri ini dengan melakukan pembunuhan, pemboman, dan menghapus tokoh-tokoh kunci melalui proyek instabilitas internal. Bersamaan dengan konspirasi ini, Amerika Serikat memasuki permainan permusuhan baru dengan Iran.
Pada saat kritis itu, rezim Ba'ath yang berkuasa di Irak, setelah gagal di medan perang, berusaha mengganggu perlawanan rakyat dan pejuang Iran dengan menyeret perang ke wilayah sipil dengan mengintensifkan tembakan roket dan bom kimia di kota-kota Iran seperti sebagai Sardasht. Di tingkat regional, rezim Ba'ath menyerang kapal tanker dan membuka jalan bagi intervensi kekuatan trasn-regional. Serangan kapal Amerika Vincennes (CG-49) terhadap pesawat penumpang Iran pada 3 Juli 1988 adalah produk dari rencana kriminal ini.
Kejahatan AS menarget pesawat sipil Iran terjadi ketika menurut pengakuan wakil presiden AS saat itu, tujuan politik dari tindakan kriminal ini adalah memaksa Republik Islam Iran menerima syarat Amerika dan Irak untuk mengakhiri perang.
Pendekatan kejahatan perang seperti serangan bom kimia dengan mengirim peralatan untuk membuat senjata ini ke Irak dan kebungkaman AS serta sejumlah negara Eropa atas kejahatan ini adalah peristiwa lain yang patut disesalkan dan mengindikasikan klaim Barat mendukung HAM sekedar alat.
Kekuatan arogan sejatinya memanfaatkan isu HAM dalam bentuk perang lunak sebagai instrumen untuk menekan negara lain, sehingga mereka akan meraih tujuan hegemoninya.
Ayatullah Khamenei di pidatonya di hari Mab’atsh, menyebut pemutarbalikan fakta merupakan salah satu trik musuh di perang lunak, dan isu seperti kepemilikan arsenal nuklir terbesar, pembantaian 220 ribu orang oleh bom Amerika dan klaim penentangan terhadap senjata pemusnah massal dan dukungan AS terhadap kelompok teroris seperti Daesh (ISIS), memberi bantuan finansial dan fasilitas media modern serta klaim memerangi terorisme termasuk bukti lain pendistorsian fakta.
Penamaan Pekan Pemutarbalikan HAM AS dimaksudkan supaya berkas kejahatan AS terhadap kemanusiaan senantiasa terbuka dan ada peluang untuk membongkar skandal pembantaian manusia tak berdosa oleh AS di berbagai negara seperti Afghanistan, Irak, Yaman, Suriah dan bahkan perilaku kekerasan negara ini terhadap warga kulit hitam serta penumpasan aksi protes diskriminasi di Amerika.
Tidak diragukan lagi, kejahatan ini tidak akan pernah terhapus dari pikiran rakyat Iran dan para korban pembunuhan yang disponsori AS. Jika Amerika Serikat dan pendukung Saddam lainnya tidak membantu Saddam dalam kejahatan ini; maka ribuan orang tak bersalah tidak akan menjadi korban senjata kimia baik di Sardasht maupun Halabja.
Abbas Ali Kadkhodaei, dosen Hukum Internasional di Universitas Tehran dan anggota pakar hukum di Dewan Garda seraya merilis artikel dengan tema “Standar Ganda, Nilai AS dan Barat” menulis: “Beberapa tahun lalu, petinggi rezim Saddam secara resmi mengakui bahwa selama perang Iran-Irak, mereka menggunakan senjata kimia terhadap rakyat Iran dan Irak dan yang paling disesalkan adalah korban serangan ini bukan militer tapi warga sipil, di mana selama 378 serangan kimia Saddam selama perang ini, warga Iran di Baneh, Mariwan, Sardasht, Piranshahr, Soomar dan....serta warga Irak di Halabja, al-Faw, Kepulauan Majnoon, dan...menjadi korban serangan kimia Saddam. Berdasarkan data yang ada, selama serangan ini lebih dari 50 ribu orang terbunuh dan terluka.”
Amerika memiliki kejahatan keji seperti pemboman Heroshima dan Nagasaki di Jepang, penembakan pesawat sipil Iran dengan rudal. Tak hanya itu, AS juga terlibat di serangan kimia Saddam terhadap warga Iran dan Irak.
Amerika juga memiliki catatan buruk penggunaan senjata pemusnah massal. Amerika untuk pertama kalinya di tahun 1763 menggunakan senjata kimia untuk membantai warga Indian, pemilik asli tanah Amerika.
Selama perang dunia pertama, AS memproduksi lebih dari lima ribu ton bahan kimia yang digunakan sebagai bahan senjata kimia. Data menunjukkan bahwa Amerika di perang Vietnam menyebarkan lebih dari 75 juta liter racun kimia kepada warga pedesaan Vietnam dan menghancurkan ratusan ribu hektar hutan. Dampak bahan beracun berwarna jingga ini telah menyebabkan kematian hampir 300 ribu orang Vietnam dan ratusan anak-anak dilahirkan cacat.
Sejatinya Amerika dan sejumlah negara Eropa dengan memutarbalikan fakta HAM, memanfaatkan isu ini untuk melawan negara-negara independen.
Kekuatan hegemoni saat ini juga memperluas langkah tak manusiawinya ke bidang ekonomi dan melalui terorisme ekonomi, mereka menarget keselamatan dan kehidupan warga Iran. Domain perilaku di luar kemanusiaan ini sampai pada tahap ketika pandemi Corona menyebar yang di saat seluruh negara berusaha membantu untuk mencegah penyebaran virus ini, justru Iran menghadapi perlakuan bias dan bahkan pengiriman obat-obatan untuk mengobati virus ini dilarang dengan dalih sanksi terhadap Tehran. Tak hanya itu, mereka juga melarang pengiriman bantuan kemusiaan warganya kepada Iran.