Malaysia dan Perannya dalam Mendukung Rohingya
(last modified Thu, 02 Aug 2018 12:50:21 GMT )
Aug 02, 2018 19:50 Asia/Jakarta

Malaysia baik pada masa jabatan mantan perdana menteri, Najib Razak, maupun pada masa jabatan Perdana Menteri Mahathir Mohammad, selalu mendukung Muslim Rohingya. Bahkan selama masa pemerintahan Najib Razak, muncul penekanan politik dukungan terhadap Rohingya guna menggalang opini publik Malaysia.

Namun di ASEAN, Malaysia merupakan satu-satunya negara yang sangat mendukung hak Muslim Rohingya dan bahkan beberapa kali terlibat ketegangan dengan pemerintah Myanmar. Pemerintah Malaysia dalam mendukung Muslim Rohingya, dan mengutuk aksi militer dan ekstrimis Buddha radikal dengan melakukan berbagai langkah yang mencerminkan perhatian Kuala Lumpur terhadap situasi Muslim Rohingya.

Abdul Hadi Awang ketua partai politik dan pakar politik Malaysia dalam hal ini mengatakan, ""Meskipun Malaysia mendukung Muslim Rohingya dengan setiap cara yang mungkin, penghentian anti-kejahatan mereka membutuhkan intervensi lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), karena meningkatnya jumlah pengungsi Muslim Rohingya yang menyulitkan mereka untuk tinggal dalam kamp-kamp penampungan."

Muslim Rohingya

Pemerintah Malaysia, dalam langkah pertamanya mengutuk kejahatan yang dilakukan oleh militer dan ekstrimis Buddha Myanmar terhadap Muslim Rohingya, dengan menyatakan solidaritas mereka atas Rohingya, menyerukan tekanan politik dan ekonomi ASEAN guna menghentikan kejahatan anti-Muslim Rohingya.

Pemerintah Malaysia juga mengumumkan kesiapannya menampung para pengungsi Muslim Rohingya dan menempatkan mereka di kamp-kamp pengungsi. Upaya penting Malaysia lainnya adalah mengirim petugas bantuan kemanusiaan ke kamp Cox's Bazar di Bangladesh dan membuat rumah sakit lapangan terbesar bagi pengungsi Muslim Rohingya.

Di antara program pemerintah Malaysia adalah aktivasi LSM guna mendukung Muslim Rohingya dan upaya memperkuat kerjasama antara kelompok-kelompok tersebut di tingkat ASEAN dan negara-negara Islam.

Mohd Azmi Abdul Hamid, analis politik Malaysia mengatakan, "Berita tentang kejahatan yang dilakukan militer dan ekstrimis Buddha terhadap Muslim Rohingya harus disebarluaskan dan dipublikasikan guna menggalang perhatian masyarakat internasional."

Menyusul tampilnya Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammed, negara ini bukan hanya memperkuat sikapnya dalam mendukung Muslim Rohingya, namun bahka secara eksplisit menyerukan pencoretan Myanmar dari ASEAN. Mahathir Mohammad menyerukan pengakuan hak kewarganegaraan Muslim Rohingya oleh pemerintah Myanmar, sehingga mereka dapat dengan aman kembali ke tanah air mereka di provinsi Rakhine, di barat negara itu. Menurut Malaysia jika ada pengakuan tersebut, maka tidak ada jaminan bagi tidak terulangnya kejahatan yang dilakukan oleh militer Myanmar dalam beberapa tahun terakhir.

Salah satu kendala bagi Malaysia mendaratkan tekanan lebih besar kepada pemerintah Myanmar adalah prinsip ASEAN yang melarang negara-negara anggota untuk campur tangan dalam urusan internal anggota lain. Oleh karena itu, pemerintah Malaysia, seraya mendorong masyarakat untuk menggelar aksi protes anti-pemerintah Myanmar, juga menyerukan sikap tegas ASEAN terhadap penindasan atas Muslim Rohingya.

Karena dari sudut pandang pemerintah Kuala Lumpur, konsekuensi dari memburuknya kondisi Muslim Rohingya, baik ekonomi, keamanan atau sosial, akan dirasakan negara-negara tetangga Myanmar dan anggota ASEAN, dan bahwa isu ini bukan lagi masalah internal Myanmar saja. ASEAN didesak Malaysia harus menghentikan pembunuhan dan penistaan hak Muslim Rohingya.

Ramlan Ibrahim, seorang analis politik Malaysia mengatakan, "Krisis Muslim Rohingya tidak dapat dianggap sebagai masalah internal Myanmar karena dampak regionalnya dan harus menjadi perhatian bagi ASEAN."

Muslim Rohingya

Menurut perspektif Kuala Lumpur, krisis ini berdampak negatif pada prestise regional dan internasional ASEAN. Selain itu, isu ini akan menciptakan perpecahan di antara anggota ASEAN dan tidak akan menguntungkan dalam jangka panjang.

Meski demikian, pemerintah Malaysia tidak berhenti berupaya mengakhiri penindasan terhadap Muslim Rohingya oleh militer dan ekstrimis Budha Myanmar, dan terus mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OKI, Kelompok D8, untuk membantu masyarakat Rohingya dengan berbacai cara.

Ayoub Khan Maidin, pakar keamanan Malaysia mengatakan, "Kekhawatiran utamanya bagi Muslim Rohingya adalah bahwa kelompok-kelompok teroris ingin mendukung mereka dan ini akan semakin memperumit kondisi keamanan di kawasan."

Namun, pemerintah Malaysia menekankan pengenaan sanksi ekonomi dan politik terhadap Myanmar oleh berbagai pemerintahan dan lembaga, serta mendesak pemerintah Myanmar memberikan ijin tanpa syarat untuk pengiriman bantuan kemanusiaan kepada Muslim Rohingya di dalam wilayahnya.

Pemerintah Malaysia berulang kali meminta pemerintah Indonesia untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam mendukung Muslim Rohingya. Karena berlanjutnya krisis bukan hanya akan meningkatkan migrasi dari Myanmar, namun juga menciptakan krisis ekonomi, keamanan dan sosial di kawasan. Dan semakin lama akan menyulitkan tekanan kepada pemerintah Myanmar untuk memaksa menerima Muslim Rohingya.

Kesepakatan Myanmar dengan Bangladesh untuk memulangkan warga Muslim Rohingya dari kamp-kampnya yang berpenduduk lebih dari satu juta orang belum terlaksana. Akan tetapi pemerintah Myanmar tidak memiliki keinginan yang nyata untuk melaksanakannya. Masalah yang berulangkali meningkatkan protes pemerintah Bangladesh.

PBB menyatakan proses pemulangan pengungsi Rohingya harus dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Deputi Direktur HRW Divisi Asia, Phil Robertson menyatakan, tidak ada jaminan internasional untuk melindungi pengungsi Rohingya saat mereka kembali ke Myanmar. Ada kemungkinan saat pengungsi Rohingya kembali ke Myanmar akan terulang lagi peristiwa serupa yang menyebabkan mereka melarikan diri dari rumah mereka.

Berbagai laporan menunjukkan, Myanmar menahan Muslim Rohingya yang telah secara sukarela melintasi perbatasan untuk kembali ke rumah mereka dari kamp pengungsian di Bangladesh, selama empat bulan terakhir, menangguhkan putusan "pengampunan" sebelum penempatan kembali di tempat tinggal mereka. Puluhan pengungsi  Rohingya telah kembali ke Myanmar setelah mereka tidak dapat bertahan di kamp pengungsian yang sangat sesak di selatan Bangladesh.

Sementara itu, ribuan pengungsi Rohingya berkumpul di depan tempat tinggal delegasi Dewan Keamanan PBB di Bangladesh dan menuntut kesulitan mereka segera diselesaikan.

Muslim Rohingya

Para demonstran di kamp pengungsi Cox's Bazar meminta delegasi Dewan Keamanan mengunjungi kamp-kamp lain di Bangladesh yang dihuni pengungsi Rohingya dan melihat dari dekat kondisi kehidupan mereka. Kunjungan delegasi Dewan Keamanan ke Bangladesh untuk menyaksikan kondisi pengungsi Rohingya menjadi peluang yang tepat bagi etnis tertindas ini untuk menyampaikan protes mereka dan memaparkan kondisi kamp-kamp ini kepada dunia.

Pejabat tinggi dan perwakilan berbagai lembaga internasional termasuk Eropa dengan mengunjungi Bangladesh mengklaim bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan kesulitan pengungsi Rohingya dengan menyelidiki kendala yang dihadapi entis ini. Tapi dalam prakteknya bukan saja tidak ada gerakan dari petinggi dan lembaga Barat untuk menyelesaikan secara mendasar kesulitan muslim Rohingya, bahkan mereka hanya merasa cukup dengan mengambil foto kenangan dan sandiwara dengan kedok kemanusiaan.

Sejak gelombang baru kekerasan terhadap Rohingya kembali pecah pada 25 Agustus 2017 lalu hingga kini, lebih dari enam ribu orang tewas, delapan ribu orang cidera dan lebih dari 800.000 orang terpaksa mengungsi untuk menyelamatkan diri dengan meninggalkan Rakhine menuju Bangladesh.

Tags