Konsekuensi dari Kepresidenan Trump (5)
Kepresiden Trump di AS memiliki beragam dampak yang patut untuk dikaji, salah satunya adalah dampak di bidang imigrasi, lingkunga hidup dan diskriminasi.
Meski Melania Trump, istri Donald Trump adalah seorang imigran, tapi orientasi negatif Trump terhadap imigran tidak dapat ditutup-tutupi. Trump selama menjabat presiden Amerika menentang kebijakan pendahulunya, Barack Obama dan menandatangani tujuh instruksi presiden yang membuat kekuatan pemerintah untuk mengintervensi di urusan imigran semakin kuat.
Undang-undang Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) yang diratifikasi 3 September 2017 mendorong pengusiran lebih dari 60 ribu non-Amerika dari negara ini. Undang-undang ini menghasilkan sekitar 110.000 penangkapan, yang merupakan peningkatan 42 persen dibandingkan tahun 2016. Trump memperingatkan agar tidak menciptakan area yang aman dan pasif untuk imigrasi dan imigran di yurisdiksi, dan setelah itu, pendekatan yudisial sangat terbatas pada imigran, dan akibatnya, 650.000 aplikasi imigrasi ditolak.
Di kebijakan migran Trump, para orang tua menjadi target sehingga atmosfer yang mendukung imigrasi menurun. Pendekatan ini yang difokuskan di Kementerian Kehakiman dan Keamanan Dalam Negeri, membuat penerimaan permohanan imigrasi menurun. Pada Februari 2018, pemerintah Trump memiliki 45 ribu permohonan imigran yang tercatat sebagai permohonan terendah sejah program imigrasi diterapkan tahun 1980.
Menurut laporan Dewan Migrasi Transatlantik, Trump mungkin tidak berhasil membangun kembali dan mengubah sistem imigrasi Amerika di tingkat hukum, tetapi dalam praktiknya dia mampu mengurangi proses imigrasi secara besar-besaran dan dengan memulai pembangunan tembok perbatasan dengan Meksiko, dia menyerang negara-negara tersebut dengan keras yang mengirim imigran ke Amerika Serikat. Tindakan administrasi Trump terhadap imigran merupakan pelanggaran terhadap banyak aturan dan konvensi internasional terkait dengan perlindungan imigran, dan dari sudut pandang ini berdampak negatif pada citra Amerika, dan pada saat yang sama, juga berdampak buruk berkurangnya elit ilmiah yang masuk ke negara ini.
Sementara di bidang lingkungan hidup, pemerintahan Trump menuai banyak kritikan baik di dalam maupun di luar negeri. Trump bukan saja keluar dari perjanjian iklim Paris, bahkan mencabut berbagai pembatasan lingkungan hidup disektor industri dan ekstraksi minyak dan gas, serta mengabaikan damak lingkungan hidup dari pembangunan tembok di perbatasan dengan Meksiko. Sepertinya Trump tidak terlalu menyukai lingkungan hidup, karena ia tanpa mengindahkan opini publik di seluruh dunia yang memprotes, keluar dari perjanjian iklim Paris dan mengabaikan kekhawatiran pembangunan tembok di perbatasan.
Salah satu kendala utama di pembangunan tembok perbatasan berkaitan dengan lingkungan hidup dan kerusakan ekosistem alam di kawasan, karena pembangunan tembok ini sangat berdampak pada tanaman, hewan liar dan seluruh lingkungan hidup.
Berdasarkan hukum Amerika Serikat, khususnya Undang-undang Kebijakan Lingkungan Nasional dan Undang-undang Spesies Langka yang telah disampaikan ke lembaga terkait, langkah dan tindakan ofensif terhadap lingkungan hidup dan ekosistem alam harus diminimalkan. Oleh karena itu, pemerintah Trum harus mengkaji lebih fokus terkait tembok perbatasan, tapi ia tidak pernah melakukannya.
Dari sudut pandang para pecinta lingkungan, setidaknya 93 spesies organisme hidup akan terancam punah oleh pembangunan tembok tersebut, 25 di antaranya berada dalam bahaya kepunahan kritis. Kritikus percaya bahwa pembangunan tembok perbatasan akan berbahaya bagi satwa liar dan tidak akan banyak berpengaruh pada kontrol imigran. Para peneliti yang telah mempelajari masalah tembok perbatasan dengan Meksiko di bidang akademik memiliki pendapat yang hampir sama tentang kegagalan proyek ini. Pasalnya, tembok tersebut telah runtuh sepanjang sejarah dan menjadi sumber pemasukan pariwisata.
Mungkin bagian yang paling kontroversial dari kebijakan pemerintahan Trump adalah dampak dari pendekatan pemerintahan ini dalam mengintensifkan rasisme di Amerika dan memperkuat kelompok rasis dan supremasi kulit putih.
Mengenai hak asasi manusia dan martabat manusia serta negasi diskriminasi, Donald Trump telah menunjukkan dalam dokumen strategi keamanan nasional yang disetujui pada tahun 2017 sumbu yang tidak diperhatikan oleh pemerintahnya.
Di dokumen tahun 2017 disebutkan, semua warga negara kami bebas dan setara di depan hukum. Prinsip-prinsip inti Amerika yang diabadikan dalam Deklarasi Kemerdekaan dijamin oleh Deklarasi Hak-Hak (Bill of Rights), yang menyatakan penghormatan kami terhadap kebebasan individu yang mendasar, dimulai dengan kebebasan beragama, berbicara, pers, dan berkumpul. Kebebasan, ekonomi bebas, keadilan yang sama menurut hukum dan martabat setiap manusia sangat penting bagi kita sebagai bangsa. Kami akan membela kebebasan beragama dan minoritas yang terancam dan warisan budaya mereka.
Trump berbeda dengan slogannya yang unik di dokumen keamanan nasional Amerika tahun 2017, memicu salah satu kesalahan intelektual dan sosial terbesar di bidang supremasi kulit putih dan menciptakan krisis yang meluas di negara itu, di mana insiden berdarah di Charlottesville pada Agustus 2017 adalah salah satu contohnya. Saat ini, tidak ada yang menyangkal diskriminasi rasial yang mengakar di Amerika Serikat.
Howard Zinn, pengamat dan peneliti Amerika dengan tepat menggambarkan kondisi warga kulit hitam di sejarah Amerika Serikat, "Perbudakan di dunia modern, bagaimanapun, dengan cepat menjadi institusi yang diakui, sebuah metode antara orang kulit hitam dan kulit putih, dan dengan demikian perlahan-lahan mengembangkan perasaan rasial khusus, apakah itu kebencian, penghinaan. , simpati, atau munculnya perwalian yang membentuk peran orang kulit hitam yang ditundukkan di Amerika selama 350 tahun ke depan, kombinasi dari status sosial yang lebih rendah dan perlakuan merendahkan yang kita sebut rasisme. Seluruh tindakan pertama imigran kulit putih adalah memperbudak kulit hitam. Kita menyaksikan jaringan rumir dari benang sejarah, di mana etnis kulit hitam Amerika ditawan dalam koridor perbudakan. Kebingungan para imigran yang kelaparan, ketidakberdayaan khusus orang Afrika, motif keuntungan yang kuat dari pedagang dan pemilik budak, godaan orang kulit putih miskin untuk naik ke posisi yang lebih baik, semua elemen ini tidak alami, semuanya bersifat historis.
Budaya rasisme di Amerika berlanjut hingga hari ini, tapi masalah ini semakin kuat di masa pemerintahan Donald Trump, dan kinerja kelompok rasis seperti Ku Klux telah menghidupkan hal-hal makro dan besar di opini warga Amerika. Misalnya pembunuhan George Floyd, seorang warga kulit hitam oleh polisi kulit putih Amerika memicu gelombang protes rasisme di Amerika Serikat.
Di aksi demo memprotes ketidaksetaraan dan ketidakadilan sosial di sistem kapitalis, dan kontradiksi struktural sangat nyata serta terbentuk gerakan anti-perbudakan yang lama dan baru yang berujung pada penghancuran patung pemilik budak di Amerika Serikat dan Eropa. Bahkan patung Christopher Columbus yang menjadi simbol kolonialisme dan perbudakan di seluruh AS dihancurkan, dan ini tercatat sebagai perubahan strategis di ideologi yang menentang di AS, tapi pengakuan ini tetap tidak dapat mengubah pendekatan rasis pemerintah Donald Trump.