Feb 22, 2023 19:42 Asia/Jakarta
  • Lembaga Think Tank
    Lembaga Think Tank

Hubungan mantan Presiden AS Donald Trump dengan lembaga think tank Amerika, seperti hubungannya dengan media, kebanyakan negatif dan penuh tantangan.

Saat ini, lembaga think tank di Amerika semakin berperan dalam mempengaruhi pembuatan kebijakan negara ini. Sebagian besar think tank ini selama era Trump terutama mencoba membujuknya untuk menyeimbangkan kebijakannya. Menurut catatan sejarah dan banyak bukti, politisi Amerika sebelum Trump lebih mementingkan temuan dan rekomendasi dari pusat-pusat ini dan bahkan memasukkan solusi yang mereka usulkan dalam keputusan mereka dalam banyak kasus.

Pengaruh lembaga think tank Amerika terhadap kebijakan luar negeri negara ini dapat dijelaskan melalui berbagai argumen sebagai berikut:

Pertama, lembaga ini memiliki sejarah panjang dan aktif lebih dari satu abad. Sejarah panjang ini dan upaya dalam menebar pengaruh telah membuat mereka memiliki peluang untuk campur tangan dalam pembuatan kebijakan.

Kedua, status non-pemerintah sejumlah lembaga ini dan independensi relatifnya.

Ketiga, jumlah lembaga think tank Amerika yang mencakup 25 persen dari total lembaga think tank dunia adalah alasan pengaruh lembaga ini dalam pengambilan keputusan dalam dan luar negeri di Amerika Serikat.

Kini kami akan mengkaji pandangan pakar dan sejumlah lembaga think tank di berbagai kasus kebijakan AS di masa Trump.

Komisi Hukuman Amerika Serikat (USSC) menulis tentang melemahnya kekuatan militer Amerika di era Trump dan efek polarisasi terhadapnya. Menurut USSC, tumbuhnya keberpihakan dan polarisasi sosial sangat terlihat selama era Trump, yang memiliki konsekuensi negatif di bidang politik dan militer. Menguatnya polarisasi pada era Trump membuat sulitnya mencapai konsensus untuk menentukan prioritas dalam alokasi dana. Amerika menghadapi peningkatan defisit dan tingkat utang publik yang meningkat, dan karena polarisasi arena politik, tindakan eksekutif untuk memperbaiki tantangan ini berjalan lambat. Jika tren ini berlanjut, sebagian kecil dari anggaran federal akan tetap untuk Pentagon.

Dari sudut pandang lembaga think tank USSC, pertumbuhan inflasi di era Trump hanya menyisakan sedikit sumber daya keuangan untuk Pentagon, sementara rekomendasi untuk pengembangan dan modernisasi sistem senjata Amerika diusulkan secara serius. Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah mengalami depresiasi pasukan dan peralatan militer, yang dipercepat terutama dengan kebijakan Donald Trump, dan tidak cukup siap, diperlengkapi, atau dalam kondisi yang sesuai untuk persaingan di Samudera Indo-Pasifik dan bagian strategis lainnya di dunia.

Lebih lanjut USSC dalam laporannya menambahkan, selama masa Trump, di sejumlah level kesiapan militer, telah diambil langkah-langkah untuk memulihkan hal ini, tapi tantangan struktural di militer masih tetap ada. Infrastruktur militer yang dibangung di dekade 80-an telah ketinggalan zaman, dan membutuhkan biaya lebih banyak untuk perawatan dan jaminannya, serta pemerintah Trump karena kekurangan sumber daya, menghindar untuk memenuhi biaya ini.

 

Hal ini disebabkan fakta bahwa banyak pangkalan operasional AS dan sekutunya di Samudera Indo-Pasifik terpapar kemungkinan serangan rudal Cina dan kekurangan infrastruktur yang kuat. Pengerahan pasukan dan peralatan militer tidak sesuai dengan persyaratan kemungkinan perang, dan dengan cara yang mengkhawatirkan, kemampuan militer Amerika Serikat telah menurun tajam selama era Trump dan sesudahnya.

Pusat studi Pew juga telah menerbitkan laporan tentang meningkatnya ketidakpercayaan terhadap Trump di dalam dan di luar Amerika Serikat, mengutip jajak pendapat publik. Dalam sebuah laporan pada tahun 2018, Pew Institute menunjuk pada pembentukan pandangan di dalam dan di luar Amerika Serikat yang menganggap kebijakan yang diambil Trump sepenuhnya utilitarian dan meniadakan kepentingan negara lain. Menurut Pew Institute, hanya 18 persen orang Eropa yang memiliki pendapat positif tentang Trump, sedangkan 82 persen tidak mempercayainya.

Sementara itu, lembaga think tank Foreign Affairs juga menganggap kesenjangan dan perpecahan dalam isu-isu penting kebijakan luar negeri sebagai salah satu konsekuensi dari era Trump. Setelah terpilihnya Joe Biden, lembaga think tank ini menggambarkan situasi di Amerika sebagai berikut: Amerika kini semakin terbelah dan terpecah dalam isu-isu seperti multilateralisme, perubahan iklim, dan terorisme. Dengan intensifikasi suasana bipolar di Amerika selama era Trump, perbedaan partai juga meluas ke kebijakan luar negeri, meskipun di Amerika, kebijakan luar negeri menjadi kurang terpolarisasi daripada kebijakan dalam negeri, tetapi jajak pendapat publik menunjukkan perbedaan yang semakin besar antara Demokrat dan Republik dalam urusan luar negeri. Intensifikasi iklim politik bipolar Amerika selama era Trump mencegah politisi untuk menangani masalah terpenting terkait kebijakan luar negeri dalam kerangka kerja sama bipartisan.

Para ahli dari lembaga think tank Inggris Chatham House juga percaya bahwa Donald Trump telah mengubah kebijakan luar negeri Amerika selamanya. Dari sudut pandang Chatham House, karena berbagai alasan, kembalinya Amerika ke multilateralisme dan pelukan nilai-nilai demokrasi yang dianut tidak berarti kembalinya negara ini ke posisi semula. Dari sudut pandang think tank ini, posisi Amerika dalam ekonomi global telah menurun, sementara posisi Cina semakin kuat, dan dunia telah berubah dalam banyak hal sehingga merugikan Amerika. Dari sudut pandang Chatham House, meskipun Biden mungkin dapat mengembalikan Amerika ke diplomasi internasional, akan sulit untuk mengembalikan posisi negara tersebut sebelumnya.

Larry Diamond, seorang profesor ilmu politik di Universitas Stanford, percaya bahwa Trump, mantan presiden Amerika Serikat, kehilangan akunnya atas perilakunya yang tidak demokratis. Ini adalah contoh politisi yang tindakannya seperti penguasa otokratis dan lalim yang telah melakukan langkah demi langkah dalam upaya melumpuhkan demokrasi di negaranya.

Akhirnya Chatham House mengakui, meski Joe Biden berusaha mengembalikan kereta api yang keluar dari rel kebijakan Amerika setelah Donald Trump, bahkan melakukan langkah besar seperti mengembalikan AS ke Kesepakatan Iklim Paris, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dewan HAM PBB, namun demikian kontradiksi potensial di kebijakan luar negeri pemerintah Biden daat ini dapat disaksikan dengan jelas termasuk di Asia Barat dan hubungan Amerika dengan negara-negara diktator.