Jan 22, 2023 20:36 Asia/Jakarta

Surah Ar-Rahman ayat 19-30

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ (19) بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ (20) فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (21)

 

Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, (19)

 

antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing. (20)

 

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (21)

 

Mengikuti ayat-ayat sebelumnya tentang nikmat ilahi, ayat-ayat ini mengacu pada nikmat laut. Sekitar tiga perempat permukaan bumi ditutupi oleh laut dan samudra. Laut merupakan sumber makanan yang sangat besar yang dibutuhkan manusia, termasuk semua jenis hewan air dan ikan, serta merupakan jalan raya penting untuk transportasi manusia dan barang. Selain itu, hujan, suhu udara, dan bahkan hembusan angin di permukaan bumi termasuk berkah laut.

 

Ayat-ayat ini merujuk pada salah satu fenomena menarik di beberapa lautan dan mengatakan, air tawar dan air asin mengalir berdampingan, tetapi tidak bercampur satu sama lain, seolah-olah ada tembok dan penghalang di antara keduanya yang mencegah seseorang meluap dan melanggar batas ini. Contoh nyata dari fenomena ini adalah arus teluk (Gulf Stream) yang sangat besar di Samudera Atlantik. Dalam arus laut ini, perairan yang bergerak dari daerah yang dekat dengan khatulistiwa bersuhu hangat dan melintasi Samudra Atlantik hingga mencapai pesisir Eropa Utara. Suhu air aliran ini berbeda 10 hingga 15 derajat dari perairan terdekat. Sungai-sungai laut yang besar ini tidak terlalu bercampur dengan air di sekitarnya dan menempuh jarak ribuan kilometer dengan cara yang sama.

 

Dari tiga ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik:

1. Alam adalah manifestasi dari kekuasaan dan rahmat sang pencipta, dan laut serta samudra salah satu manifestasi terpenting kekuasaan dan rahmat-Nya.

 

2. Hukum alam tunduk pada kehendak Tuhan, bukan menguasai kehendak-Nya. Air asin dan tawar laut -yang seharusnya bercampur- mengalir berdampingan dan tidak bercampur.

 

يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُ (22) فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (23) وَلَهُ الْجَوَارِ الْمُنْشَآَتُ فِي الْبَحْرِ كَالْأَعْلَامِ (24) فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (25)

 

Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (22)

 

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (23)

 

Dan kepunyaan-Nya lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung. (24)

 

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (25)

 

Ayat ini mengisyaratkan dua contoh peran laut di kehidupan manusia, dan menyatakan, mutiara dan karang yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia diekstraksi dari kedalaman laut dan samudra. Mutiara adalah salah satu ornamen paling berharga yang ditanam di dalam cangkang kerang dan telah menjadi salah satu alat bisnis dan perdagangan penghuni pantai sejak zaman kuno.

 

Tetapi dapat dikatakan bahwa peran laut yang paling penting adalah menyediakan platform besar untuk mengangkut barang dan semua jenis pembawa energi, sehingga kapal-kapal raksasa membawa jutaan ton kargo dari titik paling timur dunia ke titik paling baratnya. Perlu dicatat bahwa miliaran dolar dihabiskan untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan darat dan kereta api, tetapi jalan laut tidak memerlukan biaya apa pun dan tersedia untuk umat manusia secara gratis.

 

Dari empat ayat tadi terdapat dua pelajaran penting yang dapat dipetik:

1. Meski manusia hidup di darat, laut dan samudra juga melayani manusia, dan memenuhi beragam kebutuhannya. Laut memainkan peran penting di transportasi dan penumpang, serta sejak lama menjadi jalur luas dan gratis yang menjadi perhatian manusia.

 

2. Orang yang mengingkari keberadaan Tuhan, bagaimana mereka bisa mengabaikan dan tidak mensyukuri nikmat besar yang telah diberikan-Nya kepada umat manusia di darat dan di laut ?

 

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ (26) وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ (27) فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (28) يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ (29) فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ (30)

 

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (26)

 

Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (27)

 

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (28)

 

Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (29)

 

Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? (30)

 

Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini mengisyaratkan pendeknya umur manusia di bumi dan mengatakan, bagaimana manusia yang terputus dari dunia ketika ia meninggal dan tidak memiliki kekuatan untuk menghidari kematian, tidak mentaati Tuhan pemilik kemuliaan dan keindahan, serta mengingkari nikmat-Nya ?

 

Dunia dan seluruh makhluk yang hidup di dalamnya senantiasa berubah dan menghadapi kemusnahan, dan yang tetap abadi adalah Tuhan; Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi manifestasi seluruh kesempurnaan dan pencipta alam semesta.

 

Seluruh makhluk selalu membutuhkan-Nya, dan dengan bahasa tubuh dan perilakunya, mereka selalu meminta kebutuhannya dari sang pencipta, meski secara ucapan mereka tidak mengatakannya, dan bahkan mengingkari keberadaan-Nya.

 

Dari lima ayat tadi terdapat empat pelajaran penting yang dapat dipetik:

1. Kematian adalah hukum universal dan menyeluruh yang mencakup seluruh makhluk, kecuali Tuhan.

 

2. Jangan bergantung kepada siapa pun kecuali Tuhan, karena selain-Nya adalah fana.

 

3. Alam semesta dari satu sisi adalah manifestasi keagungan Tuhan, dan dari sisi lain manifestasi rahmat dan kebaikan Tuhan kepada makhluk.

 

4. Tuhan yang menciptakan dunia tidak membiarkannya begitu saja, tetapi selalu mengatur urusan dunia berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan-Nya.