Keutamaan Hari dan Bulan (Bagian-18)
Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan haram (suci), sebagaimana firman Allah Swt dalam surat at-Taubah ayat 36, "Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram."
Semua ulama sepakat bahwa empat bulan yang dimaksud itu adalah Muharram, Rajab, Dzulhijjah, dan Dzulkaidah. Muharram secara bahasa adalah haram atau suci, yaitu diharamkan berperang di bulan itu di masa Jahiliyah. Larangan tersebut bertujuan untuk menciptakan keamanan di tengah masyarakat.
Larangan itu dipegang teguh di masa Jahiliyah, bahkan menjadi sebuah tradisi yang sudah mengakar. Setelah kemunculan Islam, pengharaman perang di bulan Muharram ditegaskan oleh agama Islam. Pada dasarnya, pelarangan perang adalah salah satu cara untuk mengakhiri konflik panjang dan sekaligus sebagai sarana untuk menyerukan perdamaian dan ketenteraman. Jika mereka yang terlibat dalam konflik kemudian melakukan gencatan senjata selama empat bulan, maka akan tercipta ruang untuk berpikir demi mengakhiri konflik secara permanen.
Malam dan hari pertama bulan Muharram sebagai pembuka tahun Hijriyah memiliki banyak keutamaan dan keistimewaan. Ada beberapa ibadah shalat yang ditunaikan di malam pertama bulan Muharram. Salah satunya adalah shalat dua rakaat, di mana dalam setiap rakaatnya setelah membaca surat al-Fatihah, kita dianjurkan untuk membaca surat al-Ikhlas sebanyak 11 kali. Mengenai keutamaan shalat itu disebutkan, “Menunaikan shalat dua rakaat dan berpuasa di hari pertama bulan Muharram akan mendatangkan keamanan dan barang siapa yang mengerjakan amalan ini, ia sama seperti orang yang istiqamah dalam perbuatan baik di sepanjang tahun.”
Dari Imam Ali ar-Ridha as diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw mengerjakan shalat dua rakaat di hari pertama bulan Muharram dan setelah salam, beliau mengangkat kedua tangannya dan membaca doa ini sebanyak tiga kali;
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْإِلَهُ الْقَدِيمُ وَ هَذِهِ سَنَةٌ جَدِيدَةٌ فَأَسْأَلُكَ فِيهَا الْعِصْمَةَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَ الْقُوَّةَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الْأَمَّارَةِ بِالسُّوءِ وَ الاشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِي إِلَيْكَ يَا كَرِيمُ يَا ذَا الْجَلالِ وَ الْإِكْرَامِ يَا عِمَادَ مَنْ لا عِمَادَ لَهُ يَا ذَخِيرَةَ مَنْ لا ذَخِيرَةَ لَهُ يَا حِرْزَ مَنْ لا حِرْزَ لَهُ يَا غِيَاثَ مَنْ لا غِيَاثَ لَهُ يَا سَنَدَ مَنْ لا سَنَدَ لَهُ يَا كَنْزَ مَنْ لا كَنْزَ لَهُ يَا حَسَنَ الْبَلاءِ يَا عَظِيمَ الرَّجَاءِ يَا عِزَّ الضُّعَفَاءِ يَا مُنْقِذَ الْغَرْقَى يَا مُنْجِيَ الْهَلْكَى يَا مُنْعِمُ يَا مُجْمِلُ يَا مُفْضِلُ يَا مُحْسِنُ،
“Ya Tuhan, Engkau adalah sembahan yang azali dan ini adalah tahun baru, aku memohon kepada-Mu keterjagaan dari syaitan dan nafsu yang selalu memerintahkan pada keburukan, dan sibukkanlah aku dengan hal-hal yang akan mendekatkanku kepada-Mu, wahai pemilik keagungan dan kemuliaan, wahai tempat bersandar bagi orang yang tidak memiliki sandaran, wahai pemilik bekal bagi orang yang tidak memiliki bekal, wahai pelindung bagi orang yang tidak memiliki tempat perlindungan, wahai penolong bagi orang yang tidak memiliki penolong, wahai pengayom bagi orang yang tidak memiliki tempat pengayom, wahai mutiara bagi orang yang tidak memiliki mutiara, wahai yang ujiannya indah, wahai yang harapannya agung, wahai pemberi kemuliaan bagi orang-orang lemah, wahai penolong orang-orang yang tenggelam, wahai penyelamat orang-orang yang hancur, wahai pemberi nikmat, wahai pemberi keindahan, wahai pemberi keutamaan, dan wahai pemberi kebaikan.”
Imam Muhammad al-Baqir as berkata, “Orang yang berpuasa di hari pertama bulan Muharram, Allah akan mengabulkan doanya, sebagaimana Dia menerima doa Zakariya.” Dari Imam Ridha as juga diriwayatkan bahwa beliau kepada salah satu sahabatnya, “Rayyan bin Syabib” berkata, “... sesungguhnya Muharram adalah bulan di mana bahkan orang-orang terdahulu dan mereka yang hidup sebelum Islam, tidak berbuat kezaliman dan pembunuhan di dalamnya karena menghormati bulan tersebut. Akan tetapi, umat ini bukan hanya tidak menghormati tradisi nenek moyang mereka dan juga kehormatan Rasulullah, namun tanpa ragu-ragu mereka membunuh keturunan Rasul di bulan ini dan menjadikan Ahlul Baitnya sebagai tawanan, merampas dan menjarah harta benda mereka, Tuhan tidak akan pernah memaafkan mereka selamanya.”
Benar, Muharram adalah bulan duka dan kesedihan para pengikut Ahlul Bait as untuk mengenang peristiwa syahidnya Imam Husein as. Pada hari kesepuluh tahun 61 Hijriyah, seruan Imam Husein as dan para sahabatnya untuk menegakkan kebenaran tidak didengar oleh umat, dan mereka bahkan membunuh cucu Rasulullah Saw itu di Padang Karbala. Dapat dikatakan bahwa misi utama Imam Husein as adalah untuk membimbing manusia kepada kebenaran, kejujuran, dan akhlak mulia yang memang serasi dengan tabiat manusia. Beliau ingin menghapus rintangan yang menutupi jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut. Hambatan terbesar yang dihadapi Imam Husein as adalah kekuasaan tiran Dinasti Umayyah, yang merampas hak-hak masyarakat dan menistakan agama.
Tanggal 3 Sya'ban tahun keempat Hijriyah, kota Madinah menjadi saksi kelahiran seorang bayi suci, buah cinta Ali bin Abi Thalib as dan Fathimah az-Zahra as. Ia adalah putra kedua sebuah keluarga yang selalu dipuji oleh Rasulullah Saw dan disebut oleh al-Quran sebagai Ahlul Bait. Masa-masa indah kehidupan Imam Husein as dirasakan saat ia hidup bersama kakeknya, Muhammad Saw. Imam Husein as tumbuh besar dalam sebuah keluarga yang dipenuhi dengan kesempurnaan dan keutamaan akhlak. Keberadaan kedua orang tuanya – yang merupakan dua manusia utama hasil didikan Rasul Saw – membuat Imam Husein as juga menjadi manusia yang sarat dengan keutamaan dan makrifat akan hakikat Ilahiah.
Setelah saudaranya, Imam Hasan as gugur syahid pada tahun 50 Hijriah, Imam Husein as memegang tampuk imamah atau kepemimpinan atas umat Islam. Pada tahun 61 Hijriyah, Imam Husein as pun mengikuti jejak kakaknya dalam memperjuangkan agama Islam. Pada tahun itu, beliau bersama 72 anggota keluarga dan sahabatnya, bertempur melawan ribuan pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbala. Imam Husein as menolak untuk berbaiat atau menyerah kepada penguasa zalim itu. Beliau dan anggota kafilahnya menemui kesyahidan. Kisah tragis ini menjadi drama yang paling pahit dalam sejarah umat manusia. Namun, kisah ini juga menjadi sebab tetap tegaknya ajaran Islam di muka bumi ini dan selalu menjadi sumber inspirasi bagi gerakan melawan kezaliman.
Di antara amalan di hari Asyura adalah mengadakan majelis ratapan duka untuk mengenang perjuangan Imam Husein as di Karbala. Membaca surat al-Ikhlas sebanyak 1000 kali di hari itu juga memiliki banyak keutamaan. Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Barang siapa yang membaca surat al-Ikhlas sebanyak 1000 kali di hari Asyura, Tuhan akan mencurahkan rahmat kepadanya dan barang siapa yang mendapatkan rahmat Tuhan, ia tidak akan diazab.”
Amalan lain adalah menahan diri untuk tidak makan dan minum tanpa meniatkan berpuasa. Setelah waktu Ashar, makanlah makanan ringan, seperti teh atau air putih, sebagaimana layaknya makanan orang-orang yang tertimpa musibah kematian. Selain itu, kita juga dianjurkan membaca doa ziarah Asyura untuk Imam Husein as dan para sahabatnya.
Doa ziarah Asyura memuat beberapa pesan penting antara lain, menguatkan cinta dan tali penghubung dengan para imam maksum as, mewujudkan jiwa menentang kezaliman, menjauhi penyelewengan, mewujudkan kecintaan pada syahadat, menumbuhkan jiwa rela berkorban demi kebenaran, dan melestarikan pesan-pesan perjuangan Imam Husein as.