Okt 21, 2018 10:28 Asia/Jakarta
  • Suasana shalat Idul Fitri di Mushalla Imam Khomeini ra di Tehran. (dok)
    Suasana shalat Idul Fitri di Mushalla Imam Khomeini ra di Tehran. (dok)

Di edisi sebelumnya, kami telah menyebutkan beberapa fungsi sosial masjid, dan kami katakan bahwa di masa lalu, seseorang yang terlantar di jalan atau terasing di sebuah kota, ia akan menjadikan masjid sebagai tempat berlindung. Pada kesempatan ini, kita akan membahas salah satu fungsi lain masjid di bidang ekonomi.

Masjid – sebagai basis utama masyarakat – adalah tempat terbaik untuk memperkuat iman dan pusat terpenting untuk memperluas kegiatan sosial, politik, budaya, dan bahkan ekonomi kaum Muslim. Menurut catatan sejarah era permulaan Islam, masjid merupakan tempat untuk mengumpulkan harta dan kemudian mendistribusikannya kepada masyarakat.

Harta rampasan perang juga disimpan di masjid, dan kemudian dibagikan di antara para pejuang. Berdasarkan catatan sejarah, langkah pertama Rasulullah Saw mengenai rampasan Perang Badr adalah menunjuk seseorang bernama, Abdullah ibn Ka'ab untuk mengumpulkan dan mendata rampasan perang. Kemudian Rasulullah Saw membagikan harta itu kepada para pejuang.

Kegiatan itu telah menginspirasi pembangunan pusat perbendaharaan atau Baitul Mal di kompleks masjid pada abad-abad berikutnya. Sebab, semua orang memandang masjid sebagai tempat yang tepat dan aman untuk menyimpan kekayaan publik umat Islam. Biasanya ada banyak masjid di setiap kota, sesuai dengan luas dan populasi kota tersebut. Masjid Jami' umumnya terletak di pusat kota, tempat konsentrasi masyarakat untuk berbagai kegiatan ibadah khusus, terutama shalat Jum'at, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

Masjid yang lebih kecil juga dibangun di dekat pasar atau biasa disebut Masjid Bazar, yang umum dipakai oleh para pedagang untuk mendirikan shalat. Ketika tiba waktu shalat, mereka akan meliburkan kegiatan jual-beli dan bergegas menuju ke Masjid Bazar. Setelah shalat selesai, imam biasanya akan menjelaskan perkara jual-beli dan urusan berdagang kepada jemaah. Di masa lalu, komunitas pedagang juga meluangkan waktu mereka untuk belajar hukum jual-beli di Masjid Bazar.

Oleh karena itu, Masjid Bazar memberikan nuansa ibadah dan identitas Ilahi bagi kegiatan jual-beli di tengah masyarakat. Masjid ini mengajarkan pedagang tentang kejujuran, amanah, dan menghindari perbuatan curang dalam jual-beli. Dan masjid semacam ini memberikan identitas religius pada pasar. Di sisi lain, sebagian besar pedagang langsung menuju Masjid Bazar begitu mereka tiba di sebuah kota. Kehadiran mereka menandakan adanya barang baru yang masuk, dan setelah selesai shalat, mereka akan terlibat dalam kegiatan tawar-menawar barang dengan mitranya.

Di masa lalu, para pedagang dan masjid memberikan pelayanan timbal-balik. Artinya, masjid membantu pedagang dan saudagar dalam urusan ekonomi, dan mereka juga memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam dan membangun masjid selama menjalankan kegiatan bisnisnya, dan bahkan di daerah yang jauh sekali pun. Jika kafilah pedagang Muslim singgah di suatu tempat untuk beberapa kali, mereka membangun sebuah masjid sebagai tempat beribadah dan berkumpul. Masyarakat setempat juga berduyun-duyun mendatangi masjid dan memilih masuk Islam. Para saudagar bahkan telah menyebarkan Islam ke benua Asia dan Afrika.

Saat ini, masjid juga memainkan peran penting dalam mengumpulkan bantuan kemanusiaan untuk meringankan beban orang miskin dan membiayai pembangunan sekolah, rumah sakit, fasilitas publik, dan kegiatan dakwah, ilmiah, dan budaya. Beberapa masjid dengan fasilitas pemberian utang (Qardan Hasanah), akan memberikan pinjaman tanpa bunga kepada warga yang membutuhkan. Dengan demikian, masjid berkontribusi untuk membantu kegiatan ekonomi masyarakat.

Masjid Sheikh Abdulhadi al-Sudi di Taiz, Yaman. 

Sejarah Singkat Beberapa Masjid di Yaman

Pada bagian ini, kami akan memperkenalkan secara singkat beberapa masjid di Yaman. Beberapa percaya bahwa negara ini disebut Yaman karena berada di sebelah kanan (yamin) Ka'bah dan sebuah negeri yang diberkahi. Salah satu kebanggaan warga Yaman adalah bahwa mereka menganggap dirinya sebagai satu-satunya daerah yang memilih Islam tanpa perang dan pertumpahan darah, dan dengan kedatangan Imam Ali as sebagai utusan khusus Nabi Muhammad Saw ke negeri ini.

Menurut sebuah catatan sejarah di abad kedelapan, setelah penaklukan Mekkah, Rasulullah mengutus Imam Ali ke Bani Hamdan di Yaman untuk mengajak mereka masuk Islam. Ketika Imam Ali as tiba di Yaman, ia mengumpulkan masyarakat dan kemudian membacakan surat Rasulullah Saw kepada mereka. Bani Hamdan – salah satu suku terbesar di Yaman – sangat gembira sehingga mereka memeluk agama Islam dalam satu hari. Keputusan suku ini mendorong semua orang Yaman secara bertahap masuk Islam.

Menurut beberapa sumber, Ummu Said al-Barzakhiyah adalah orang pertama dari penduduk Yaman yang masuk Islam berkat Ali bin Abi Thalib. Perempuan ini mengubah kediamannya sebagai masjid dan menamakannya Masjid Ali as. Ialah masjid yang populer sampai sekarang.

Masjid-masjid Yaman sebagian besar berbentuk persegi panjang atau trapesium, dengan halaman yang luas dan serambi yang beratap. Keindahan masjid-masjid di Yaman terletak pada dekorasi dan ornamennya. Prasasti berukir, desain geometris dan vegetasi, serta atap kayu berukir, termasuk di antara dekorasi unik masjid di negara bersejarah itu. Menara masjid-masjid di Yaman termasuk di antara menara yang paling indah dan unik di Dunia Islam.

Salah satu dari masjid tersebut adalah Masjid Agung Al Bakiriyya di Sana'a, ibukota Yaman. Masjid Al Bakiriyya adalah salah satu karya terindah era Ottoman di Yaman yang dibangun pada tahun 1594 oleh Hasan Pasha di kota Sana'a. Masjid agung ini itu terdiri atas sebuah ruangan dengan kubah besar di atasnya dan tiga kubah kecil di sisi timurnya.

Di sisi selatan masjid juga ada sebuah ruangan dengan tiga kubah, yang dihiasi dengan ornamen-ornamen yang indah. Menara berbentuk tower dibangun di bagian timur masjid. Di sisi barat, terdapat pintu masuk yang indah dengan sebuah kubah di tengah dan dua sisanya di pinggir, yang ditambahkan pada abad ke-19.

Kondisi salah satu masjid di Yaman setelah serangan Arab Saudi ke negara itu.

Masjid Al Hadi Yahya di kota Sa'ada, adalah salah satu masjid kuno lainnya di Yaman berusia 1.200 tahun. Masjid ini terletak di bagian tenggara kota tua Sa'ada, dan dibangun pada tahun 290 Hijriyah oleh Yahya ibn Hussein, yang disebut Al Hadi ila’l-Haqq, pendiri pemerintahan Zaidi di Yaman pada abad keempat Hijriyah (abad ke-10 Masehi).

Masjid Al Hadi – pusat pendidikan Syiah Zaidi tertua di Yaman – dibom oleh koalisi pimpinan Arab Saudi pada Mei 2015 dan bangunan bersejarah ini mengalami rusak parah.

Di bagian akhir, kita akan berkenalan dengan Masjid Jami' Al Saleh yang terletak di bagian selatan Sana'a, dan dianggap sebagai simbol kekuatan Islam di Yaman. Bangunan megah ini terbilang unik dari segi arsitektur dan merupakan salah satu bangunan Islam terbesar di negara-negara Arab. Masjid ini dibangun pada tahun 2008 atas perintah mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, dan mampu menampung 45.000 jemaah.

Masjid Jami' Al Saleh memiliki enam menara, di mana tinggi empat menaranya mencapai 100 meter dan tinggi dua menara lainnya 80 meter, dan dianggap sebagai menara tertinggi di Asia Barat. Arsitektur Masjid Al Saleh juga dipercantik dengan kubah-kubah besar. Kubah utama berdiameter 28 meter dengan tinggi 22 meter. Pada atap utama terdapat lima kubah dan empat di antaranya berdiameter 15,6 meter serta tinggi 20,35 meter di atas atap masjid. Sedangkan kubah yang tersisa memiliki diameter 27,4 meter serta tinggi 39,6 meter di atas atap.

Pembangunan Masjid Al Saleh menelan biaya 60 juta dolar. Hal ini menimbulkan kontroversi. Sebab, bangunan ini menelan biaya yang sangat tinggi ketika banyak rakyat Yaman hidup di bawah garis kemiskinan. (RM)

Tags