Nov 16, 2018 16:25 Asia/Jakarta
  • Mausoleum Nezami Ganjavi
    Mausoleum Nezami Ganjavi

Hakim Abu Muhammad Ilyas yang lebih dikenal dengan sebutan Nezami Ganjavi adalah penyair terkemuka Persia abad keenam Hijriah, atau abad kedua belas Masehi. Nezami dilahirkan di kota Ganja, yang dahulu termasuk wilayah Iran, dan kini bagian dari wilayah Republik Azerbaijan. Ketika itu, Ganja yang terletak di dua tepian sungai Ganjapai di utara Iran, termasuk pusat perkembangan sastra Farsi.

Sejak kecil ia biasa mengisi waktu liburnya dengan belajar. Di usia belia, Nezami telah mengenal berbagai ilmu pengetahuan dasar. Selain mengenal dengan baik sastra Farsi dan Arab, Nezami juga mempelajari fisika, kimia, astronomi, fiqh, filsafat dan Kalam serta tasawuf. Sebagian besar masa remaja dan mudanya dimanfaatkan untuk menuntut ilmu dari para ulama terkemuka di zaman itu.

Dalam sistem pendidikan klasik Iran, hikmah terdiri dari kalam dan filsafat. Nezami menguasai dua disiplin ilmu tersebut. Seluruh karya Nezami, terutama Makhzan Al-Asrar, Eghbal Nameh dan pengantar seluruh matsnavi menunjukkan penguasaannya terhadap hikmah.

Kebanyakan para peneliti berkeyakinan bahwa karya Nezami tidak bisa dinilai hanya dari aspek seni puisinya saja. Sebab dengan kemampuannya bercerita dengan cara yang menawan, Nezami menjelaskan berbagai teori hikmah yang sulit dengan bahasa yang mudah dicerna dan menarik.

Sejatinya, dengan cara ini, Nezami menjelaskan pemikiran dan keyakinannya di kalangan masyarakat umum dan khusus. Karya Nezami terdiri dari panj ganz, divan qasidah dan ghazalnya dalam tiga bidang yaitu kalam, akhlak dan irfan.

Nezami di sejumlah karyanya menjelaskan berbagai pandangan kalam dan akhlak secara mahir dengan bahasa yang menawan. Hikmah yang dijelaskannya tidak lain hikmah Iran. Menurut keyakinan doktor Asghar Dadbeh, Nezami melanjutkan langkah Ferdowsi menempuh jalan hikmah israqi.

Para peneliti karya Nezami menilai penyair terkemuka Iran ini sebagai figur bermoral yang memiliki perhatian serius terhadap masalah moralitas dan pendidikan umat manusia. Masalah ini sangat jelas jelas dalam karya Nezami, terutama dalam Makhzan al-Asrar. Tapi dalam karya lain seperti Laeli va Majnun, Khosrow va Shirin dan Haft Paykar tidak tampak jelas, namun membutuhkan penggalian.

Nezami berhasil mengajarkan perilaku bermoral dan kehidupan berakhlak mulia dalam bentuk cerita pendek dan panjang yang disajikan secara menawan. Karya Nezami memberi gambaran yang baik sekaligus pengajaran moral bagaimana perilaku antarsesama manusia dalam hubungan pribadi dan sosial dengan masyarakat.

Lebih dari itu, Nezami di sejumlah karyanya menyampaikan kritik terhadap berbagai masalah sosial dan perilaku penguasa terhadap rakyat. Ia juga menjelaskan bagaimana peran intitusi hukum dan hakim dalam memutuskan perkara demi mewujudkan keadilan.

Cerita tentang seorang nenek dan sultan Sanjar maupun hikayat Noushirvan dengan menterinya, termasuk jenis cerita tersebut. Hikayat nenek dan sultan Sanjar bercerita tentang seorang nenek yang menggugat sultan Sanjar dan mengkritik penguasa karena perilakunya yang lalim terhadap rakyat.

Nenek dalam hikayat ini mengatakan kepada sultan Sanjar bahwa pejabat negara melakukan kejahatan dan kezaliman terhadap rakyat, dan memperingatkan sultan Sanjar untuk menghentikan kelaliman tersebut supaya selamat dari bencana.

Cita rasa bahasa irfani Nezami termasuk salah satu karakteristik karyanya. Para ahli mengatakan, kedudukan syair Nezami terletak pada tiga unsur utama yaitu cinta, rasa, dan kasih. Menurut Nezami, penyair yang tidak memiliki tiga karakteristik ini, tidak bisa dikategorikan sebagai penyair.

Jika dikaji lebih dalam, syair Nezami juga menggunakan pernak-pernik perhiasan yang menambah daya tarik karyanya. Berdasarkan prinsip irfani, eshgh adalah tahapan akhir dan sempurna dari mahabah. Pandangan dunia irfan sangat memperhatikan masalah cinta, dan menjadikannya sebagai jalan untuk mengenali hakikat, sekaligus faktor penciptaan manusia dan alam semesta ini. Nezami pun menjadikan cinta sebagai fondasi syair irfaninya.

Falagh juz eshgh mehrabi nadarad

Jehan bi khak eshgh abi nadarad

Agar bi eshgh budi jan alam

Keh budi zendeh dar duran alam

Kasih juz eshgh khali shod fesurdeh ast

Garish sad jan bud bi esghgh

[tiada mihrab, bintang tanpa cinta

Tiada air, tiada tanah, dunia hampa cinta

Jika alam raya tanpa cinta

dikau pun hidup di alam semesta

kosong belaka tanpa cinta

Jika hidup ratusan jiwa, tetap mati, tanpa cinta]

Menurut Nezami, dengan akal murni saja tidak bisa mencapai hakikat dari marifat ilahi. Penjelasan ini disampaikan Nezami dalam kitabnya, Mahzan Al-Asrar. Dalam karyanya ini, Nezami menegaskan kepincangan akal dan ketidakmampuannya mencapai hakikat ilahi.

Meskipun menguasai ilmu-ilmu akli seperti kalam dan filsafat, tapi Nezami tidak bisa dikategorikan sebagai filsuf. Justru sebaliknya dia menjelaskan tentang keterbatasan akal dalam mencapai hakikat. Pemikiran Nezami banyak dipengaruhi oleh irfan dengan akar dari al-Quran.

Di berbagai masalah teologis seperti dzat Ilahi, asma, dan sifat Tuhan, awal dan akhir manusia, Nezami menjelaskan rangkaian masalah tersebut seperti seorang guru spiritual yang membimbing murid-muridnya menuju jalan spiritualitas. Di berbagai syairnya, ia memaparkan tentang dzat ilahi dan tajali Tuhan di berbagai tingkatan.

Bahasa yang dipergunakan pun seperti teks yang disampaikan oleh para arif besar dalam karya mereka. Allah swt bukan hanya sanga maha pencipta, tapi seperti yang disampaikan para arif besar, sebagai awal dari segala sesuatu dan sumber dari seluruh manifestasi. Seluruh makhluk di alam semesta ini tidak lain dari manifestasi asma dan dzat Allah swt.