Fungsi dan Peran Masjid (43)
Sebelumnya disebutkan salah satu fungsi masjid adalah memberi wawasan dan pencerahan politik, yang kemudian menjadikannya sebagai sebuah basis anti- imperialisme di hadapan negara-negara hegemonik.
Mengingat peran luar biasa masjid, ada banyak upaya yang dilakoni musuh-musuh Islam untuk melemahkan, merusak, atau mengubah fungsi masjid. Tentu saja upaya melemahkan posisi dan peran masjid di masyarakat Muslim memiliki sejarah panjang.
Setelah syahidnya Imam Ali as dan berakhirnya pemerintahan Khulafaur Rasyidin, para penguasa Bani Abbasiyah mulai menyalahgunakan fungsi masjid sebagai sentra perkumpulan masyarakat dan wadah interaksi langsung penguasa dengan rakyat. Penguasa pertama Abbasiyah, Mu'awiyah bin Abu Sufyan menyebut dirinya sebagai khalifah Rasulullah Saw dan menganggap dirinya paling layak untuk memimpin shalat berjamaah dan Jumat.
Mu'awiyah saat berkhutbah di atas mimbar Rasulullah, dengan licik menjadikan agama sebagai tameng untuk melakukan penindasan dan kezaliman di masyarakat. Para khalifah dan kemudian sultan serta penguasa negara-negara Muslim umumnya memanfaatkan masjid sebagai media untuk memperkuat posisinya.
Dewasa ini, beberapa penguasa Muslim juga memanfaatkan masjid untuk mempertahankan kedudukannya. Para penguasa sekuler mengontrol rumah ibadah yang menjadi pusat penyebaran ajaran Islam. Masjid hanya dipakai sebagai rumah ibadah dan tidak lebih dari itu. Masjid semata-mata difungsikan untuk shalat berjamaah dan pemerintah juga melarang aktivitas sosial, budaya, dan politik di dalamnya.
Sebagai contoh, pemerintah Tajikistan mengadopsi sistem sekuler dan menekankan pemisahan agama dari politik meskipun 98 persen dari populasi negara itu Muslim. Komite untuk Urusan Agama Tajikistan (CRA) menutup puluhan masjid dengan alasan tidak memiliki izin dan mengubahnya menjadi pabrik tenun, sekolah TK, kedai teh, pusat budaya, dan klinik. Remaja di bawah 18 tahun dilarang melaksanakan shalat di masjid.
Para imam diharuskan untuk secara teratur memperbarui izin untuk melaksanakan tugas mereka, dan khutbah ditulis atas nama mereka oleh pihak berwenang. Layanan keamanan negara juga memasang kamera pengawas di dalam dan di sekitar masjid.
Sebaliknya, di Turki suara azan untuk panggilan shalat lima waktu selalu terdengar di kota Istanbul. Kerumunan orang-orang bergegas menuju ke masjid untuk menunaikan shalat. Uniknya, di negara-negara Afrika seperti Ethiopia, masjid selalu dipenuhi oleh jamaah ketika waktu shalat tiba apalagi di bulan Ramadhan. Fenomena ini jelas bertolak belakang dengan propaganda dan budayaisasi yang dibangun oleh penguasa sekuler untuk melemahkan masjid.
Meski ada upaya luas untuk menghancurkan dan melemahkan masjid, namun rumah Allah Swt ini tetap menjadi primadona di kalangan umat Islam dan dipandang sebagai simbol persatuan umat.
Sejarah Singkat Masjid Hagia Sophia Istanbul
Bangunan pertama Hagia Sophia dibangun oleh Kaisar Konstantius II (abad ke-4 Masehi) untuk mengenang kemenangan ayahnya, Kaisar Konstantius I atas Kaisar Licinius. Hagia Sophia adalah gereja, masjid, dan sekarang jadi museum.
Hagia Sophia adalah gereja pertama yang diresmikan pada 15 Februari 360 M di masa pemerintahan Kaisar Konstantius II oleh Uskup Eudoxius dari Antioka. Bangunan ini pada awalnya dikenal sebagai gereja besar, tapi kemudian berubah menjadi Hagia Sophia atau Kebijaksanaan Suci.
Sebagian dari Hagia Sophia terbakar ketika kerusuhan besar terjadi di Konstantinopel pada tahun 404 M. Setelah direnovasi, ia kembali dibuka pada masa pemerintahan Theodosius II.
Pada abad ke-15 dan setelah perang panjang antara Muslim dan Kekaisaran Bizantium, kaum Muslim berhasil menaklukkan Konstantinopel di bawah pimpinan Penguasa Utsmani, Sultan Mehmet Al Fatih. Konstantinopel kemudian menjadi ibukota Dinasti Utsmaniyah dan berganti nama menjadi Istanbul. Sejak saat itu, gereja Hagia Sophia berubah menjadi masjid.
Sultan Mehmet II memerintahkan renovasi dan perbaikan terhadap bagian-bagian yang rusak di Hagia Sophia, dan kemudian menambahkan empat menara di Masjid Hagia Sophia. Berbagai simbol Kristen seperti lonceng, gambar, dan mosaik yang menggambarkan Yesus, Maria, orang-orang suci Kristen, dan para malaikat dihilangkan atau ditutup.
Pada masa pemerintahan Selim II, dikarenakan mulai menunjukkan tanda-tanda kerapuhan, Hagia Sophia diperkuat dengan dukungan struktural di bagian luar. Proyek ini dikepalai oleh arsitek Utsmani saat itu, Mimar Sinan, yang juga dikenal sebagai salah satu pakar gempa pertama di dunia. Untuk memperkuat strukturnya, Sinan membangun dua menara besar di sisi barat dan tenggara bangunan masjid pada tahun 1576-7 M.
Pada 1739 M, Sultan Mahmud I juga memerintahkan perbaikan Hagia Sophia dan menambahkan sebuah madrasah, dapur umum untuk fakir-miskin, dan sebuah perpustakaan.
Pemugaran besar-besaran terjadi pada masa Sultan Abdul Majid. Proyek ini melibatkan 800 pekerja dan berlangsung selama dua tahun antara 1847-1849 M. Mereka menambah kekuatan kubah utama dan tiang-tiang serta memperbaiki dekorasi dan ornamennya. Pada masa itu, sebuah piringan raksasa bertuliskan lafal Allah Swt, Muhammad Saw, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Hasan, dan Husein ditempelkan di sudut dinding bagian atas.
Luas Hagia Sophia sekitar 6.000 meter persegi. Tiang-tiang dan lengkungannya dibangun secara selaras dan penuh ketelitian. Hagia Sophia memiliki satu kubah besar di tengah yang terletak di atas singgah kubah dan ditopang oleh empat tiang besar. Bangunan ini secara total memiliki 107 tiang dan 9 pintu dan gerbang raksasa terletak di tengah-tengah yang disebut Gerbang Kekaisaran.
Di bawah kubah, terdapat 40 jendela yang akan mengarahkan sinar matahari ke dalam ruangan. Sinar matahari memancar pada mosaik-mosaik emas di bagian dalam, seakan melenyapkan soliditas dinding dan menciptakan suasana misteri yang tak terlukiskan. Para sejarawan menuturkan bahwa ketika Hagia Sophia selesai dibangun, Kaisar Justinianus berkomentar, "Salomon, aku telah mengalahkanmu."
Mosaik dan dekorasi interior Hagia Sophia sangat menakjubkan. Dekorasi unik bangunan ini banyak dipuji dalam buku-buku sejarah kuno. Bagian paling indah dari dekorasi bangunan ini adalah mosaik Bizantium di antaranya; potongan mosaik dan lukisan yang terbuat dari emas, perak, marmer, dan tembikar warna-warni. Lukisan mosaik ini dapat dilihat di bagian interior semi-kubah, dinding-dinding, serambi, dan di atas Gerbang Kekaisaran.
Tentu saja, sebagian dari mosaik ini telah hilang karena kerusakan dan perbaikan berulang, termasuk mosaik gambar Nabi Isa as yang dibuat di bagian interior kubah pada abad ke-14. Karya ini mungkin masih terpelihara sampai pertengahan abad ke-17. Pada masa pemerintahan Sultan Abdulmejid, gambar itu ditutupi dengan ayat-ayat surat al-Nur.
Masjid Hagia Sophia dengan sejarah besarnya diubah ke museum oleh Presiden pertama Turki Mustafa Kemal Ataturk pada tahun 1935. Pemerintah mencopot piringan raksasa bertuliskan nama Allah Swt, Muhammad Saw, Khulafaur Rasyidin dan cucu nabi sehingga nuansanya menyerupai museum. Namun, dekorasi ini kembali dipasang di dinding Hagia Sophia pada tahun 1949.
Hagia Sophia sudah lama dilarang untuk dipakai sebagai tempat ibadah, tapi pada tahun 2006, pemerintah Turki mengizinkan penggunan sebuah ruangan kecil untuk tempat ibadah bagi umat Islam dan Kristen. Sejak 2013, suara azan terdengar dua kali sehari dari menara masjid menyeru orang-orang untuk shalat.
Pada Ramadhan 2016, pemerintah Turki memulihkan beberapa fungsi Hagia Sophia sebagai masjid kembali selama bulan puasa. Ayat-ayat al-Quran dibacakan di Hagia Sophia setiap harinya pada bulan Ramadhan dan disiarkan secara langsung di salah satu stasiun televisi Turki. (RM)