Nov 22, 2018 16:47 Asia/Jakarta
  • Karya Nezami Ganjavi
    Karya Nezami Ganjavi

Hakim Abu Muhammad Ilyas yang lebih dikenal dengan sebutan Nezami Ganjavi adalah penyair terkemuka Persia abad keenam Hijriah, atau abad kedua belas Masehi. Nezami dilahirkan di kota Ganja (baca: ganj), yang dahulu termasuk wilayah Iran, dan kini bagian dari wilayah Republik Azerbaijan. Ketika itu, Ganja yang terletak di dua tepian sungai Ganjapai di utara Iran, termasuk pusat perkembangan sastra Farsi.

Karya monumental Nezami adalah lima harta karun terkenal dengan sebutan "Panj Ganj" atau "Khamsah Nezami". Seluruh karyanya dalam bentuk cerita yang sistematis terdiri dari lima buku hikayat antara lain: Makhzan al-Asrar, Khosro van Shirin, Leili va Majnun, dan Haft Pekar, serta Eskandar Nameh, yang terdiri dua bagian, yaitu Eqbal Nameh dan Sharf Nameh.

Rangkaian Panj Ganj Nezami diawali dengan Makhzan Al-Asrar, yang merupakan kitab akhlak dalam bentuk cerita mengenai kehidupan manusia.

Setelah kitab Makhzan Al-Asrar, Nezami mengubah metodenya. Empat karya lain Nezami dalam Panj Ganj mengambil jalan yang berbeda dengan karya sebelumnya.

Nezami Ganjavi dalam rajutan permadani

Jika kita mengkaji Khosro van Shirin, Leili va Majnun, dan Haft Pekar, serta Iskandar Nameh, ditemukan begitu banyak perbedaan dengan Makhzan Al-Asrar dari sisi penggunaan bahasa dan format penyusunannya. Nezami memilih memberikan pelajaran melalui metode tidak langsung. Terkait hal ini, peneliti karya Nezami, Doktor Ahmadnejad mengungkapkan bahwa Khamsah Nezami dari aspek isi menunjukkan kejelian dan inovasi penyair Iran ini.

Nezami selalu berupaya menampilkan metode terbaik dan mempersembahkannya dalam bentuk rangkaian bait syair yang menawan. Dari sisi muatan isi, Nezami sampai pada sebuah kesimpulan bahwa poros kehidupan adalah cinta. Cinta tersebut bercampur dengan hikmah dan filsafat.

Nezami bertutur lirih:

Ze Suz eshgh behtar dar jahan chist?

Keh bi ou gol nakhandid, abr nagerist

Gar andisheh koni az rah binash

Beh eshgh ast istadeh Afarinash

Gar az eshgh Asman azad bodi

Koja har gez zamin abad bodi

[Apa yang lebih baik dari cinta di dunia ini

Tanpanya, tiada senyuman bunga, kelabu awan

renungkanlah penciptaan semesta

alam tercipta berkat cinta

jika langit tiada cinta

bumi tidak akan pernah makmur sentosa]

Setelah menyelesaikan Makhzan Al-Asrar, Nezami menghabiskan waktu dengan sabar mencari Madinah Fadhilah. Jika kita kaji bait-bait syairnya, terjadi perubahan besar dalam muatan isi. Rangkaian syairnya mencari nilai-nilai keabadian sejati. Dalam syairnya, ia tampak tidak lagi bersedih dan gelisah menyikapi kehidupan dunia. Nezami berjarak dengan penguasa dan kehidupan masyarakat, dengan segala hiruk pikuknya. Ia menampilkan wajah dunia yang lebih baik dalam deretan bait-bait syairnya.

Nezami di seluruh karyanya menjelaskan tentang kehidupan dunia yang adil dan tidak ada kezaliman di mana pun. Ia mencari dunia yang ideal di tanah air mata hati. Nezami mengungkapkan tahapan-tahapan yang harus dilalui demi mencapai tanah air impian. Sejatinya, masng-masing dari karya tersebut mencerminkan upaya Nezami untuk menjelaskan tentang masyarakat ideal yang dicita-citakannya.

Nezami memulai memulai langkahnya dengan independensi akal yang dijelaskan dalam berbagai cerita di Makhzan Al-Asrar. Tapi kemudian dia melanjutkan dengan cinta sebagai kelanjutan dari akal. Ia memulai jalan cinta dalam dua karyanya Khosro va Shirin dan Laili va Majnun. Dua cerita tentang cinta ini memiliki akhir cerita yang berbeda. Satu berakhir dengan pertemuan, sedangkan satu lagi berakhir dengan perpisahan. Meskipun demikian, kedua karyanya tersebut memiliki kesamaan dengan rangkaian akhir cerita tentang kematian.

Dalam kisah khosro dan Shirin, keduanya akhirnya menikah, tapi kemudian Khosro meninggal karena dibunuh oleh Shirviah, putra Khosro sendiri. Kematian tokoh utama ini mengakhiri kisah Khosro va Shirin. Lalu dilanjutkan dengan kisah baru Laili va Majnun. Berbeda dengan kisah sebelumnya, kedua tokoh dalam kisah ini tidak berakhir dengan pernikahan hingga akhir hayat mereka.

Di kedua karya tersebut, Nezami menggambarkan sosok dua perempuan sebagai tokoh utamanya. Seluruh cerita bertumpu pada kisah kehidupannya. Langkah pertama yang dilakukan oleh Nezami adalah menjelaskan gambaran masyarakat dan manusia ideal.

Nezami memberikan penghargaan yang tinggi terhadap kedudukan perempuan. Nilai-nilai kemanusiaan yang agung dan menjulang tinggi bisa dicari dari karakter perempuan. Shirin dalam pandangan Nezami adalah contoh manusia ideal. Shirin memiliki seluruh sifat baik dalam diri seorang perempuan. Bahkan, dengan sangat indah Nezami mendeskripsi saat-saat menjelang kematian Shirin. Di akhir kematiannya, Shirin tempil sebagai wanita agung nan luhung. Orang yang menantikan kematian Shirin pun ikut bersedih atas kematian perempuan mulia ini.

Setelah dua karya Khosro va Shirin dan Laili va majnun, Nezami melanjutkan karyanya dalam Haft Peykar. Di karyanya ini, Nezami menjelaskan tentang kisah kehidupan Bahram Gur, raja Sasanid sejak awal bertakhta hingga kematiannya. Nezami menggunakan pola penuturan para istri Bahram dalam Haft Peykar yang merupakan inti cerita di dalamnya.

Terkait hal ini, Doktor Abdol Hossein Zerinkoub, peneliti sastra Persia terkemuka menilai kekuatan syair dan rasa berbahasa penyair Iran ini yang mencapai puncaknya dalam Haft Peykar. Dunia yang digambarkan Nezami dalam Haft Peykar adalah kehidupan manusia yang bergejolak. Tapi, manusia yang aktif ini tidak memiliki masa depan dalam mewujudkan kesempurnaannya. Pencarian tentang dunia ideal dilanjutkan Nezami dalam karyanya Eskandar Nameh.   

Eskandar Nameh adalah kisah tentang Alexander Macedonia dalam pandangan seorang penyair timur. Narasi Nezami tentang Alexander sangat jauh berbeda dengan sosok yang digambarkan orang-orang Yunani. Nezami dalam karyanya Eskandar Nameh mendeskripsikan Alexander bukan sebagai penguasa yang berambisi menaklukan bangsa-bangsa dunia, tapi sebagai seorang pemikir. Ia berinteraksi dengan para pemikir, sufi dan ulama.

Tanah air impian yang digambarkan Nezami tidak lain dari Madinah Fadilah. Di sana tidak ada perang dan pertumpahan darah. Keadilan tegak dan harta dinikmati secara adil oleh seluruh rakyat. Semua orang menikmati ketenangan dan kedamaian.(PH)