Pesona Iran yang Mendunia (94)
Sheikh Najmuddin Kubra dilahirkan di kota Khiwah, Khorasan besar pada tahun 540 Hq. Beliau mempelajari ilmu dasar di tanah kelahirannya. Kemudian melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk menuntut ilmu dari para ahli di bidangnya masing-masing.
Ketika itu, di manapun Sheikh Najmuddin muda mendengar ada seorang ilmuwan atau ulama yang ahli di bidangnya, maka ia akan mengunjungi mereka untuk berguru. Oleh karena itu, beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang arif besar, tapi juga ulama yang menguasai tafsir al-Quran, hadist, dan fiqh serta berbagai ilmu keislaman lainnya.
Tidak hanya itu, ilmu umum seperti astronomi dan filsafat juga dipelajarinya dengan baik. Beliau syahid di tahun 618 Hq dalam usia 78 tahun ketika melakukan perlawanan terhadap tentara Moghul yang menginvasi Iran.
Selain mengajar ilmu keislaman dan mendidik para muridnya, Sheikh Najmuddin Kubra juga aktif menulis. Sebagian karyanya merupakan permintaan dari orang-orang yang datang menghadap beliau langsung. Sebagian dari karya Sheikh Najmuddin hingga kini masih bisa ditemui di berbagai perpustakaan terkemuka dunia.
Peneliti Iran, Taufigh Sobhani yang melakukan riset terhadap manuskrip tulisan tangan Sheikh Najmuddin menyebut karya beliau sebanyak 32 buah. Asadollah Khavari yang meneliti manuskrip Sheikh Najmuddin memberikan apresiasi tinggi terhadap karya beliau yang sebagian berada di perpustakaan Turki.
Sheikh Najmuddin Kubra menulis karyanya dalam bahasa Farsi dan Arab. Beliau menulis karya tafsir al-Quran 12 jilid berjudul "Ain Al-Hayat" yang disempurnakan oleh dua orang muridnya, yang termasuk tokoh tarekat Kubrawiyah, yaitu Sheikh Alaodolah Semnani dan Najmuddin Razi.
Karya Sheikh Najmuddin Kubra di bidang tasawuf sangat banyak. Salah satu karya yang terpenting di bidang ini adalah sebuah kitab berjudul "Fawa'ih Al-Jamal wa Fawatih Al-Jalal mengenai adab suluk dan tarekat batin yang dimulai dari perjalanan suluk tingkat awal hingga akhir.
Risalah ini memiliki kedudukan penting dalam pengajaran tarekat Kubrawiyah. Salah satu karakteristik dari kitab ini mengenai pengalaman pribadi dan visi spiritual yang diraihnya, kemudian dituliskan dalam buku tersebut. Mempelajari kitab ini tidak hanya mengajak pembaca mengenali tarekat Kubrawiyah, tapi juga membantu mengenali langsung kondisi dan kehidupan para pesuluk.
Karya lain berjudul Risalah fi Hilwah mengenai empat puluh hari perjalanan pesuluk. Naskah tulisan tangan kitab ini di Turki masuk dalam koleksi Shahid Ali Pasha dan Morad Molla.
Selain Kubrawiyah, di era kehidupan Najmuddin Kubra berkembang berbagai tarekat yang sebagian masih ada hingga kini. Ketika itu muncul tarekat Qadisiyah, Yaswiyah, Rifaiyah, Haidariyah, Suhrawardiyah Bektashiah, Maulawiyah, Qunawiyah. Kubrawiyah, Naqsabandiyah dan berbagai aliran tarekat lainnya.

Sheikh Najmuddin Kubra adalah pendiri tarekat tasawuf Kubrawiyah yang merupakan aliran tarekat paling penting di Iran yang memiliki pengaruh sangat luas dari Khorasan menembus Transoxiana, Suriah, Asia kecil, Cina hingga Asia tenggara, termasuk Indonesia. Sebagian peneliti berkeyakinan bahwa aliran tasawuf, terutama tasawuf Iran mengalami perkembangan pesat pasca Sheikh Najmudin Kubra.
Pemikiran sheikh Najmudin Kubra memiliki dua karakteristik umum. Pertama, Beliau mengungkapkan pengalaman spiritual dan irfaninya dengan bahasa yang mudah dipahami. Nasehat-nasehatnya secara penuh didengar oleh masyarakat, terutama para muridnya yang menjadi panutan bagi masyarakat setelah beliau.
Kedua, pemikiran tasawuf Sheikh Najmudin Kubra tidak memisahkan antara tarekat dengan syariat. Beliau meyakini pentingnya aspek lahir dan batin. Beliau menekankan adab tarekat dan urgensi khalwat, talqin, mengikuti guru, dan lainnya.
Salah satu prinsip utama dalam tarekat Kubrawiyah adalah zikir. Dalam tarekat Kubrawiyah, Zikir memiliki kedudukan sangat penting yang harus dilakukan oleh seorang pesuluk secara terus-menerus bersamaan dengan riyadhah lainnya seperti puasa dan uzlah.
Di samping itu, kewajiban utama seperti shalat dan doa juga tetap harus dilakukan, bahkan ditingkatkan kualitasnya dari sekedar bacaan dan ritual menjadi aktivitas yang memiliki makna esoteris.

Zikir secara bahasa bermakna mengingat, mengucapkan, dan berdoa yang yang dilakukan secara berulang-ulang. Zikir merupakan sebuah aktifitas ibadah umat Muslim untuk mengingat Allah swt yang menjadi prinsip utama dalam tasawuf. Tarekat Kubrawiyah meyakini zikir bermakna khusus dengan memusatkan pengucapan terhadap nama Allah swt, mengulang dan mengingatnya, sehingga tertanam dalam diri pengucapnya.
Dalam agama ilahi, pemahaman manusia mengenai Tuhan sangat terbatas. Allah swt suci dari segala bentuk penyerupaan yang ada dalam gambaran benak manusia. Zikir dalam tasawuf sebagai cara mendekatkan diri manusia kepada Tuhan, dan membersihkan dari segala bentuk prasangka dan penggambaran yang jauh dari hakikat-Nya.
Sufi berkeyakinan bahwa Allah swt hadir dalam rahasia yang dalam di setiap asma-Nya. Untuk mencapai hakikat yang terkandung dalam asma ilahi, pesuluk harus menempuh berbagai tahapan perjalanan menuju Tuhan yang berada di bawah bimbingan seorang mursyid.
Zikir dalam tarekat Kubrawiyah merupakan tangga awal menuju perjalanan ruhani. Allah swt tidak terbatas, oleh karena itu manusia yang terbatas tidak bisa mencapainya kecuali dengan mengikatkan diri dengan asma ilahi. Artinya, zikir dengan menyebut dan mengingat asma ilahi merupakan jalan awal untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
Masalah manusia dalam konsentrasi disebabkan oleh aktivitas pikirannya. Kekacauan maupun kesemerawutan berpikir menjadikan manusia depresi dan stres. Dari sana muncul banyak penyakit fisik lainnya. Zikir memberikan ketenangan bagi manusia. Dengan berzikir, pikiran manusia bisa fokus dan hati pun lebih tenang.
Lebih dari itu, zikir membersihkan hati manusia dan memasukkan warna ilahi di dalamnya. Terkait masalah ini, Sheikh Najmudin Kubra mengatakan, Zikir hakiki bertentangan dengan yang bukan, oleh karena itu ketika hati terisi kebenaran, maka yang selainnya akan sirna.
Salah satu kalimat zikir adalah mengucapkan "La Ilaha Ilallah". Dalam literatur tasawuf, tingkatan tertinggi dari lafaz Allah adalah huwa. Tarekat Kubrawariyah meyakini lafaz "La Ilaha Ilallah" sebagai pijakan zikir penting dan utama bagi pemula yang akan menempuh perjalanan ruhani.
Sheikh Najmuddin Kubra dalam kitab Fawatih al-Jamal mengatakan, Identitas terletak dalam dua jenis yaitu identitas Ia dan engkau. Identitasmu akan sirna, tapi identitas-Nya tetap ada dan abadi. Menurut beliau, makna "La Ilaha Ilallah" adalah abadinya identitas Tuhan, dan tidak ada identitas selain-Nya. Para sufi di tarekat Kubrawaiyah meyakini zikir "La Ilaha Ilallah" sebagai jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan manusia.
Para sufi meyakini kehidupan manusia seluruhnya bergantung kepada Allah swt. Oleh karena itu, manusia tidak boleh lalai dan senantiasa mengingat-Nya. Tarekat Kubrawaiyah meyakini zikir asma ilahi sebagi cahaya yang menerangi batin manusia. Selain zikir lafaz, seorang pesuluk harus meningkatkan kadar zikirnya hingga sampai pada makna batin dari zikir tersebut yang dilakukan disertai riyadhah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.(PH)