May 07, 2019 16:18 Asia/Jakarta
  • Mulla Sadra
    Mulla Sadra

Ṣadr ad-Dīn Muḥammad Shīrāzī yang lebih dikenal dengan sebutan Mulla Sadra dilahirkan pada 9 Jumadil awal 980 Hq atau 1571 M di kota Shiraz. Sadr Ad-Din Muhammad putra tunggal seorang menteri wilayah Fars. Ia hidup sangat berkecukupan dan mendapatkan pendidikan dasar di rumahnya sendiri dari guru yang khusus didatangkan oleh orang tuanya.

Sadra mengikuti orang tuanya berpindah tempat dari Shiraz ke Qazvin. Di kota ini, Sadra belajar kepada dua orang ulama terkemuka, Sheikh Bahai dan Mirdamad. Ketika itu ia sudah tumbuh menjadi murid yang berbakat sebagai ilmuwan besar yang menjadi perhatian para gurunya.

Selain ilmu agama, ia mempelajari dengan baik, logika, filsafat, matematika, astronomi, bahkan dasar dasar medis dan ilmu lain yang berkembang ketika itu. Meskipun demikian, minatnya lebih besar terhadap filsafat dan Irfan.

Ia menunjukkan perhatian sangat besar terhadap syair Attar, Iraqi dan Rumi, juga Ibnu Arabi. Pengaruh Irfan tersbeut tampak jelas dalam pemikiran besar yang diusungnya kemudian.

Seiring berpindahnya ibu kota kerajaan Safavi dari Qazvin ke Isfahan tahun 1006 Hq (1598), Sadra mengikuti gurunya ke Isfahan. Ia juga mengikuti kelas yang diampu Mir Abol Qasim Findiriski.

Sadra datang ke Isfahan dalam usia yang relatif muda sekitar 27 tahun. Kecerdasannya yang tinggi membuat Sadra tidak kesulitan untuk menyerap berbagai pelajaran yang disampaikan para gurunya. Setelah beberapa lama, akhirnya Sadra diberikan izin untuk mengajar oleh para gurunya. Di kota Isfahan, pemikiran filsafat dan Irfan Sadra menemukan bentuknya. Sebutan Mulla disematkan kepada Ṣadr ad-Dīn Muḥammad Shīrāzī karena tingginya keilmuan beliau.

 

Karya monumental Mulla Sadra Al Hikmah Mutaaliyah

Pemikiran Sadra ternyata tidak disukai oleh sebagian ulama Fiqh. Mereka menentang Sadra memberikan pengajaran filsafat dan Irfan. Akhirnya Sadra meninggalkan Isfahan dan mengasingkan diri di sebuah desa bernama Kahak, di provinsi Qom. Di tempat kecil itu Sadra menjalani latihan spiritual yang ketat dan meneruskan menulis karyanya.

Di pengantar magnum opusnya, Asfar Arbaah, Mulla Sadra yang saat itu berusia sekitar tiga puluh tahunan mengungkapkan bahwa ibadah dan penyucian diri yang dilakukannya selama di Kahak telah membuka pintu-pintu dunia ghaib.

Kekuatan spiritual inilah yang membuat Mulla Sadra berbeda dari kebanyakan para filsuf pada umumnya yang bersandar kepada kemampuan argumentasi deduktif spekulatif. Kekuatan imanlah yang membuat dirinya tegar menghadapi berbagai rintangan yang menghadang diri dan keluarganya.

Desa kahak menjadi titik balik bagi perjalanan spiritual dan intelektual Mualla Sadra. Buah pemikirannya, Hikmah Mutaaliyah tidak hanya menunjukkan ketinggian pemikiran filsafat, sekaligus menawarkan ketulusan penyucian diri bagi penempuh jalan tersebut.

Para pemikir setelahnya, termasuk sebagian filsuf Barat seperti Henry Corbin memberikan apresiasi besar terhadap buah karya Mulla Sadra. Corbin mengatakan, Jika Jacob Bohme dan Emanuel Swedenborg juga ditambah dengan Thomas Aquinas, maka akan menjadi Mulla Sadra.

Mulla Sadra memiliki karya di berbagai bidang disipilin ilmu. Selain menulis tafsir Al-Quran, ia memiliki karya di bidang hadis dengan menulis komentar atau sharah terhadap buku induk hadis Syiah "Usul Al-Kafi". Pemikir besar Muslim ini juga menulis puisi sufistik berjudul "Diwan Syi'ir. Dan buku tasawuf berjudul Iksir al-'arifin.

 

Mulla Sadra

Sebagian besar karyanya difokuskan terhadap masalah filsafat din antaranya "Si Asl" yang ditulis dalam Bahasa Farsi, Sharh al-hidayah, 'Arshiyyah, juga disebut al-Hikmah al-'arshiyyah, Al-Mazahir, al-Mabda wa al-Ma'ad, Huduth al-'alam dan al-Hashr, Al-Masha'ir, al-waridat al-qalbiyyah, Iqad al-naʻimin, al-Masa'il al-qudsiyyah, al-Shawahid al-rububiyyah, Sharh-i Shifa, Sharh-i Hikmat al-ishraq, Ittihad al-'aquil wa'l-ma'qul, Ajwibah al-ʻilil, Ittisaf al-mahiyyah bi’l wujud, al-Tashakhkhus, Sarayan nur wujud, Limmi'yya ikhtisas al-mintaqah, Khalq al-amal, sebuah risalah tentang determinisme dan kehendak bebas manusia, dan al-Qada 'wa'l-qadar dan Hikmah  Al Muta'alyah fi-l-asfar al-'aqliyya al-arba'a

Karya terakhirnya, Hikmah Mutaaliyah merupakan sebuah ensiklopedia filosofis dan kumpulan isu-isu penting yang dibahas dalam filsafat Islam, diperkaya oleh ide-ide dari para filsuf sebelumnya, dari Pythagoras sampai mereka yang hidup pada waktu yang sama dengan Mulla Sadra, dan berisi tanggapan terkait atas dasar argumen baru dan kuat. Mulla Sadra menyusun buku ini secara bertahap yang dimulai pada sekitar 1015 Hq (1605 M) dan penyelesaiannya menelan waktu hampir 25 tahun.

Mulla Sadra wafat di kota Basarah di tahun 1050 Hq (1640 M) dalam usia 71 ketika menempuh perjalanan menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Filsuf besar Muslim ini dimakamkan di kompleks pemakaman ulama sekitar makam Sayidina Ali bin Abu Thalib di kota Najaf.