Islamophobia di Barat (26)
Sebagian Muslim Eropa membuat sebuah terobosan untuk memperkenalkan agama Islam kepada warga Kristen di benua itu seiring datangnya Tahun Baru. Salah satu terobosan ini adalah aksi ratusan pemuda Muslim Inggris dan Wales mengumpulkan sampah dan membersihkan jalan-jalan.
Kampanye ini sudah berjalan tiga tahun dan para pemuda Muslim melakukan aksinya untuk memungut sampah dan membersihkan jalan-jalan di kota London, Cardiff, Battersea, Wandsworth, Guildford, Aldershot, Birmingham, Liverpool, Yorkshire, dan Glasgow.
Ratusan pemuda Muslim turun ke jalan lebih awal pada 1 Januari setelah shalat subuh untuk membuat awal tahun yang bersih.
Ketua kampanye pemuda Muslim di Cardiff, Kaleem Ahmed mengatakan bahwa membersihkan jalan-jalan di Cardiff memberi anak muda kesempatan untuk menjadi Muslim yang lebih baik, karena kebersihan adalah bagian integral dari iman mereka.
"Kami adalah Muslim Inggris yang cinta damai dan akan terus melakukan semua yang kami bisa untuk melayani komunitas lokal kami di mana pun dibutuhkan," tambahnya.
Amir Ahmad, ketua kampanye pemuda Muslim di kota Leicester menuturkan, Islam menyeru semua orang untuk terlibat dalam perbuatan baik dan bahkan memuji sebuah kebaikan kecil kepada orang lain.
Farhad Ahmad, juru bicara kampanye ini mengatakan, "Dari segi agama, kebersihan dan menjaga masyarakat di mana kita tinggal adalah bagian penting dari agama kita."
Pada tahun 2016, komunitas Muslim Inggris mengadakan lebih dari 5.200 kegiatan kebersihan, memberi makan lebih dari 10.000 gelandangan, menanam 10.000 pohon, dan mendonorkan darah yang cukup untuk menyelamatkan lebih dari 12.900 jiwa.
Melalui kegiatan seperti itu, kaum Muslim berusaha untuk memperkenalkan wajah asli agama Islam di Eropa, dan untuk melawan fenomena Islamophobia yang mengesankan Islam sebagai agama yang kotor dan penyebar kekerasan di Barat.
Islam adalah agama perdamaian, kasih sayang, dan mencintai kebersihan. Tidak ada yang namanya paksaan dan kekerasan dalam ajaran Islam. Salah satu kesempurnaan akhlak dalam Islam adalah iman, dan keimanan ini lahir dari hasil stusi dan penalaran tentang Islam.
Orang-orang Muslim dapat mencapai tingkat keimanan dan pemahaman yang tinggi tentang ajaran Islam. Mereka kemudian bisa menerapkan nilai-nilai kasih sayang, perdamaian, dan cinta antar-sesama manusia dalam kehidupan individu dan sosialnya. Agama yang seperti ini tidak bisa menjadi penyebar kekerasan dan ekstremisme.
Berbeda dengan Muslim Inggris dan Wales yang memulai Tahun Baru dengan membersihkan jalanan dan menunjukkan salah satu ajaran penting dari agama ini yaitu menjaga kebersihan, masyarakat Muslim Austria justru mengawali Tahun Baru dengan sebuah kegelisahan dan ketakutan.
Pada Desember 2017, kubu sayap kanan ekstrem, Partai Kebebasan Austria (FPO) melakukan koalisi dengan partai kanan moderat untuk membentuk pemerintah.
Islamophobia di Barat tidak terbatas pada membatasi atau meningkatkan serangan terhadap warga Muslim. Salah satu bentuk Islamophobia di negara-negara Barat adalah menciptakan rasa takut di kalangan warga Muslim. Ketakutan dan kecemasan ini dipicu oleh perilaku para pejabat Barat dan media-media mereka. Situasi seperti ini bisa ditemukan di Austria setelah sayap kanan ekstrem bergabung ke pemerintah koalisi.
Di kota Wina, berdiri Masjid Syura yang dipakai oleh banyak warga Muslim untuk mendirikan shalat berjamaah dan shalat Jumat. Masjid Syura (Masjid Islamic Center Wina) adalah salah satu dari 300 tempat ibadah umat Islam di Austria.
Sejak 1912 ketika Islam diakui di Austria, masyarakat Muslim memiliki hak yang sama dengan warga Kristen dan Yahudi. Beberapa masjid seperti Masjid Islamic Center Wina tidak memiliki kegiatan akhir-akhir ini, dan fenomena ini mengungkapkan tentang kondisi banyak Muslim yang merasa cemas dan berusaha untuk hidup jauh dari hiruk-pikuk.
Omar al-Rawi, seorang warga Muslim anggota Dewan Kota Wina, menuturkan warga Muslim, terutama para imigran Muslim di Wina takut mendatangi masjid akhir-akhir ini.
"Orang-orang Muslim mengatakan bahwa kita tidak pergi ke masjid, karena mungkin mereka akan menganggap kita ekstremis dan radikalis. Oleh karena itu, lebih baik tidak menghadiri shalat berjamaah sampai isu seputar imigran mereda," tambahnya.
Sebagian besar kecemasan warga Muslim di Austria berhubungan dengan pemerintah baru, karena kedua partai koalisi pemerintah, Partai Rakyat Austria (OVP) dan FPO memiliki sikap anti-Muslim dan anti-imigran.
Menteri Pendidikan Austria, Heinz Fassmann mengatakan guru Muslim tidak boleh mengenakan jilbab. Ketika ditanya tentang pendapatnya mengenai larangan jilbab, Fassmann menuturkan, "Ya, saya memiliki simpati untuk negara sekuler dan menemukan bahwa guru tidak boleh mengenakan jilbab, kecuali guru sekolah agama dan swasta."
Sikap pemerintah baru Austria mengenai jilbab dan keyakinan Muslim telah memberikan gambaran yang jelas tentang masa depan warga Muslim di negara Eropa itu. Muslim Austria sekarang harus mempersiapkan diri untuk melawan keputusan anti-Islam dari pemerintah dan tampil lebih aktif di lembaga-lembaga peradilan dan media.
Menanggapi pernyataan Fassmann, Ketua Otoritas Agama Islam di Austria (IGGO), Ibrahim Olgun mengatakan, "Jilbab adalah garis merah kami."
"Oleh karena itu kami tidak akan pernah mengizinkan upaya semacam itu. Kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk mencegah larangan jilbab dimulai, dan kami akan membawa masalah ini ke pengadilan konstitusi jika perlu," tegasnya.
Olgun menambahkan bahwa perwakilan warga Muslim akan bertemu menteri untuk berbicara tentang masalah ini dan dengan jelas menyatakan keberatannya. "Kami berpikir bahwa alasan di balik rencana larangan jilbab terletak pada sikap anti-Islam," ungkapnya.
Pada Mei 2019, parlemen Austria mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan hijab atau penutup kepala bagi pelajar Muslimah di Sekolah Dasar. Sebelum ini, parlemen meloloskan undang-undang yang melarang dana asing mengalir ke masjid dan organisasi Islam, namun aturan ini tidak berlaku untuk lembaga-lembaga Kristen dan Yahudi.
Dosen dan peneliti di Departemen Ilmu Politik Universitas Salzburg, Farid Hafez mengatakan hari ini kehidupan bagi Muslim Austria jauh lebih berat daripada periode sebelumnya (2000-2005). Salah satu perubahan besar yang terjadi di Austria di kubu sayap kanan adalah bahwa mereka telah mengubah kambing hitam mereka dari Yahudi ke Muslim.
Namun, kubu sayap kanan, OVP dan FPO yang memimpin pemerintahan baru menyangkal pengucilan terhadap Muslim. Mereka mengklaim tujuan mereka adalah untuk memastikan Austria aman dari serangan teror serta mengintegrasikan pengungsi dan pendatang baru. Salah satu langkah itu adalah memaksa siswa di sekolah-sekolah untuk menggunakan bahasa Jerman bahkan selama jam istirahat.
Dalam hal ini, Omar al-Rawi mengatakan bahwa mendefinisikan norma-norma Austria seperti itu adalah rasis dan gagal untuk mengakui bahwa masyarakat di sini beragam. Menurutnya, masa lalu Nazi negaranya harus berfungsi sebagai pengingat, ia dan warga Austria lainnya harus bertindak untuk menghentikan situasi saat ini agar tidak bertambah buruk. (RM)