Langkah Kedua Revolusi (19)
Peran masyarakat dalam memperkuat atau memperlemah pilar-pilar sebuah negara, tidak dapat dipungkiri. Partisipasi aktif mereka di berbagai sektor akan menjaga kelangsungan dan memperkokoh sebuah sistem negara.
Republik Islam Iran menyaksikan partisipasi aktif rakyatnya sejak awal berdiri. Secara prinsip salah satu faktor utama kemenangan Revolusi Islam Iran adalah partisipasi luas dan kesolidan rakyat. Oleh karena itu, selama 40 tahun lalu, rakyat Iran tetap membela revolusinya di tengah berbagai kesulitan dan masalah.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam pengumuman Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi, berbicara tentang kedudukan dan peran masyarakat dalam sistem Republik Islam Iran.
"Revolusi mengubah rezim monarki despotik yang memalukan menjadi sebuah pemerintahan demokratis dan merakyat, dan menjadikan unsur tekad nasional – sebagai sumber kemajuan komprehensif dan alamiah – sebagai poros tata kekola negara. (Revolusi) selanjutnya mengubah pemuda menjadi pelopor utama perkembangan dan pemain kunci dalam manajemen negara," demikian bunyi salah satu butir dari Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi.
Selama kekuasaan rezim Pahlevi, rakyat tidak memiliki kebebasan dan peran dalam mengatur urusan negara. Namun, Revolusi Islam menghadirkan kebebasan kepada rakyat untuk mengatur negara dan membuat keputusan tentang masa depan negara.
Republik Islam Iran menjamin kebebasan publik dalam menyampaikan pendapat dan bertindak dalam kerangka undang-undang. Ayatullah Khamenei menganggap kebebasan dan independensi sebagai dua hak yang menjadi milik rakyat.
"Independensi nasional berarti kebebasan bangsa dan negara dari pemaksaan dan intimidasi dari kekuatan-kekuatan hegemoni dunia. Dan kebebasan sosial berarti hak setiap anggota masyarakat untuk memutuskan, bertindak, dan berpikir; keduanya merupakan nilai-nilai Islam; mereka adalah anugerah Ilahi yang diberikan kepada manusia, dan pemerintah wajib menjamin kedua hak tersebut di atas," kata Rahbar dalam mengumumkan Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi.
Di sini, Ayatullah Khamenei memandang independensi dan kebebasan sebagai dua anugerah pemberian Allah Swt kepada manusia, dan pemerintah tidak berhak menuntut balas jasa dengan alasan pemenuhan hak-hak tersebut. Jika hak-hak ini tidak dipenuhi, pemerintah justru telah melalaikan tugasnya dan harus bertanggung jawab karena tidak menjamin kekebasan masyarakat atau tidak melindungi kebebasan mereka.
Selama empat dekade lalu, sistem Republik Islam Iran melindungi kebebasan orang-orang Iran dan masyarakat – yang merasakan getirnya era despotisme, tiranisme, dan represisme Pahlevi – memanfaatkan era kebebasan ini dengan baik untuk terlibat dalam manajemen dan kemajuan negara.
Menurut salah satu butir Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi, "Kedudukan kebebasan dan kemandirian akan lebih dipahami oleh orang-orang yang telah berjuang untuk itu. Bangsa Iran termasuk salah satu dari mereka berkat perjuangannya selama 40 tahun. Independensi dan kebebasan Iran Islami saat ini diraih dengan darah ratusan ribu manusia terhormat, berani, dan rela berkorban; kebanyakan anak muda, tetapi semua berada di posisi luhur kemanusiaan."
Kebebasan dan demokrasi di Republik Islam Iran didefinisikan dalam konteks demokrasi religius. Sistem ini lahir dari nilai-nilai Islam murni, di mana suara rakyat menjadi landasan pemerintahan dan rakyat memberikan kewenangan untuk mengatur negara.
Menurut Ayatullah Khamenei, sistem Islami tidak akan terwujud tanpa suara dan kehendak rakyat. Suara dan kehendak mereka memiliki pengaruh langsung dalam sistem ini.
Soal definisi demokrasi religius, Ayatullah Khamenei menjelaskan, "Demokrasi religius adalah sebuah hakikat tunggal dalam esensi sistem Islami, sebab jika sebuah sistem ingin dijalankan atas dasar agama, ia tidak akan terwujud tanpa masyarakat, di samping itu juga tidak mungkin mewujudkan sebuah pemerintahan demokratis yang hakiki jika tanpa kehadiran agama…"
Dalam demokrasi religius, kebebasan masyarakat dipenuhi atas dasar ajaran Ilahi, dan saat ini di Republik Islam Iran, masyarakat bebas menyuarakan pendapat dalam masalah negara dan mengkritik kinerja para pejabat.
Rakyat Iran kurang dari dua bulan pasca kemenangan Revolusi Islam, untuk pertama kalinya mendatangi kotak suara untuk memilih sistem pemerintahan yang mereka kehendaki. Dalam referendum ini, sebanyak 98,2 persen rakyat Iran menyetujui Republik Islam sebagai sistem pemerintahan mereka.
Referendum ini menunjukkan bahwa kemenangan Revolusi Islam Iran, dan berakhirnya rezim despotik Shah membuka lembaran baru bagi dinamika politik Iran. Selama 40 tahun terakhir, Iran menyelenggarakan sejumlah pemilu dan mengantar berbagai tokoh dengan orientasi politik yang berbeda untuk memimpin pemerintahan.
Salah satu isu lain mengenai tingkat dan kualitas pemanfaatan kekebasan, bergantung pada tingkat pengetahuan masyarakat dalam berbagai isu, terutama masalah politik. Masyarakat dapat memberikan suaranya dengan tepat dan sejalan dengan kepentingan negara selama mereka memiliki wawasan terkait isu-isu politik.
Dengan hadirnya Revolusi Islam, perhatian masyarakat terhadap isu-isu politik – baik dalam negeri maupun internasional – meningkat dan mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang posisi negara dan revolusi mereka.
"(Revolusi Islam) secara menakjubkan meningkatkan ketajaman politik rakyat dan pandangan mereka tentang masalah internasional. Analisa politik dan pemahaman tentang masalah internasional dalam isu-isu seperti kejahatan oleh Barat dan khususnya Amerika Serikat, perjuangan Palestina dan penindasan historis bangsa itu, masalah penghasutan perang dan campur tangan kekuatan arogan dalam urusan negara lain dan sejenisnya. Bentuk intelektualisme ini tersebar merata di seluruh negeri dan di semua bidang kehidupan, dan isu-isu tersebut bahkan dapat dimengerti oleh para remaja dan anak-anak," kata Rahbar dalam Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi.
Salah satu hambatan besar Revolusi Islam untuk bangsa Muslim Iran adalah kebebasan dalam menjalankan dan menyebarkan agama Islam. Rezim Shah – dengan mempromosikan budaya Barat dan mengekang para ulama – berusaha menjauhkan masyarakat dari budaya Islam yang menyelamatkan. Namun, kebijakan anti-agama rezim Shah menjadi salah satu faktor penting penentangan rakyat terhadap rezim ini dan memicu pecahnya Revolusi Islam.
Pemilihan sistem Islami oleh rakyat Iran merupakan sebuah indikasi bahwa mereka menginginkan tegaknya hukum dan nilai-nilai Islam di negaranya. Republik Islam Iran juga berkontribusi besar untuk mewujudkan keinginan rakyat dan menyiapkan peluang untuk menanamkan nilai-nilai akhlak dan spiritualitas di masyarakat.
"(Revolusi Islam) secara signifikan meningkatkan tingkat spiritualitas dan etika di ruang publik… pendekatan agama dan etika Republik Islam menarik perhatian masyarakat. Hati yang jernih dan bersih, terutama para pemuda tertarik ke arahnya (spiritualitas) dan situasi berubah untuk kepentingan agama dan moralitas," kata Ayatullah Khamenei dalam Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi.
"Masjid dan tempat-tempat pengajian menjadi sangat sibuk. Beberapa ribu anak muda, mahasiswa dan profesor, wanita dan pria berada dalam daftar antri untuk melakukan i'tikaf…. Kegiatan ziarah dan pergi haji serta berbagai upacara keagamaan juga tumbuh pesat, terutama di kalangan anak muda. Sampai hari ini (kegiatan-kegiatan tersebut) menjadi lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas," tambahnya.
Ayatullah Khamenei menerangkan bahwa hasil dari 40 tahun kerja keras yang ada hadapan kita saat ini adalah sebuah negara dan bangsa yang mandiri, bebas, kuat, bermartabat, mulia, religius, maju dalam sains, penuh dengan pengalaman berharga, optimis, berpengaruh di kawasan, dan memiliki logika yang kuat dalam isu-isu global. (RM)