Terorisme Media Ala Barat (7)
Di bagian ini, kita akan mengkaji tentang tanggung jawab sebuah pemerintah terhadap kegiatan penyiaran jaringan televisi satelit, yang dilakukan di bawah yurisdiksinya.
Seperti bidang-bidang lain, setiap pelanggaran di sektor media juga memiliki tanggung jawab internasional berdasarkan aturan hukum internasional. Pihak pelanggar akan menghadapi hal-hal berikut: pemberian teguran, memenuhi kewajiban internasionalnya, membayar ganti rugi, mengakui kesalahan, mengeluarkan pernyataan penyesalan, dan melayangkan permintaan maaf resmi.
Selain kewajiban umum, media-media internasional memikul beberapa kewajiban khusus seperti, larangan menghasut untuk agresi dan mencampuri urusan internal negara lain. Konvensi tentang penggunaan siaran untuk tujuan perdamaian, melarang negara-negara anggota untuk saling mencampuri urusan satu sama lain. Konvensi ini ditandatangani oleh 19 negara dunia pada 23 September 1936.
Melanggar konvensi ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kewajiban umum dan kewajiban khusus, yang ditetapkan oleh hukum internasional. Namun, dalam beberapa kasus pemerintah berusaha lari dari tanggung jawab khusus tersebut.
Amerika Serikat telah melanggar kewajibannya di banyak bidang khusus, yang ditetapkan oleh hukum internasional selama beberapa tahun terakhir, terutama setelah Donald Trump berkuasa. Pemerintah AS melanggar hukum internasional dengan keluar dari Traktat Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) dan kesepakatan nuklir JCPOA serta perang dagang dengan negara lain.
Washington secara sengaja melanggar hukum internasional lingkungan hidup setelah negara itu keluar dari Perjanjian Iklim Paris. Penjualan senjata dan dukungan negara itu terhadap agresi Arab Saudi di Yaman, juga melanggar hukum humaniter internasional.
Pemerintah AS juga telah melanggar banyak aturan hukum internasional di bidang telekomunikasi.
Seorang pakar hukum internasional dan peneliti media asal Iran, Ahmad Kazemi mengatakan, "Kasus pelanggaran AS terhadap hukum telekomunikasi internasional tidak terbatas pada tindakan sepihaknya dalam memberikan sanksi kepada media-media independen, memutuskan siaran televisi independen dari satelit, atau memblokir akun dan halaman media sosial milik media-media kritis.
AS secara terbuka menjadi tuan rumah bagi jaringan televisi satelit, yang terang-terangan melanggar Piagam PBB dan mendukung kelompok separatis di beberapa negara yang berusaha memisahkan diri.
Sebagai contoh, jaringan sauvinisme dan separatis, Gunaz TV – yang bekerja merongrong integritas teritorial Iran – bermarkas di Chicago, AS, dan disiarkan dari sana. Ini adalah sebuah pelanggaran nyata terhadap undang-undang telekomunikasi internasional."
Pemerintah yang mendukung media-media trans-nasionalnya bisa saja dituntut secara hukum agar mematuhi kewajiban internasionalnya, tetapi ini merupakan salah satu kasus yang sangat kompleks di bidang telekomunikasi, karena tampaknya tidak ada mekanisme hukum yang efektif untuk meminta pertanggung jawaban negara atas campur tangan aktor swasta.
Tentu sangat sulit untuk membuktikan keterkaitan sebagian media dengan sebuah pemerintah atau negara.
Misalnya, jaringan BBC dalam sistem hukum Inggris dinyatakan sebagai perusahaan publik independen, yang beroperasi secara mandiri di bawah Piagam Royal Charter dengan misi penyebaran informasi, pendidikan, dan hiburan. Untuk itu, BBC harus tetap independen dari campur tangan pihak swasta dan pemerintah.
Namun, ada beberapa bukti kuat yang menunjukkan bahwa BBC berafiliasi dengan pemerintah dan Kerajaan Inggris. BBC World Service – bagian dari jaringan BBC – menerima anggaran langsung dari pemerintah Inggris. Di Inggris, lembaga-lembaga pemerintah menerima manfaat dari Piagam Royal Charter.
Jika afiliasi sebuah media pada suatu pemerintah/negara dapat dibuktikan, maka pemerintah terkait bisa dituntut berdasarkan sistem hukum internasional, tetapi kendala utamanya adalah hal itu tidak mudah dibuktikan.
Singkatnya, sebuah media mungkin saja berafiliasi dengan sebuah lembaga pemerintah, berafiliasi dengan entitas kuasi-pemerintah, berafiliasi dengan pihak di mana pemerintah memiliki kendali atau sepenuhnya independen.
Dalam hukum internasional, ada sebuah kaidah umum bahwa pemerintah tidak bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh personal, tetapi mungkin ada pengecualian untuk masalah ini.
Pasal 4 Konvensi Internasional tentang Penyiaran 1936 mewajibkan negara-negara anggota untuk memastikan tidak adanya penyimpangan dalam pragram-program yang disiarkan dari wilayah mereka, dan penyelenggara siaran bertanggung jawab berdasarkan undang-undang negaranya.
Artinya, negara memikul tanggung jawab internasional atas setiap aktivitas nasionalnya pada ruang angkasa meskipun aktivitas tersebut dilakukan oleh instansi pemerintah maupun instansi non-pemerintah.
Komitmen negara untuk memastikan perang melawan kejahatan internasional seperti genosida dan terorisme, dapat dikaji dari resolusi dan konvensi internasional serta norma-norma hukum internasional.
Misalnya, Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, meyinggung tentang tanggung jawab negara untuk mencegah kejahatan ini yang dilakukan oleh pejabat pemerintah atau orang di luar pemerintah.
Resolusi 1703 Dewan Keamanan PBB yang disahkan pada tahun 2006, menekankan komitmen pemerintah untuk tidak menyembunyikan teroris. Oleh karena itu, pemerintah memiliki tanggung jawab internasional atas tindakan menghasut atau mendukung sebuah kejahatan, yang dilakukan oleh media yang berada di wilayah hukumnya.
Televisi satelit non-pemerintah juga bisa dituntut untuk melaksanakan tanggung jawab internasional, sebab beberapa kewajiban berdasarkan hukum internasional adalah bagian dari kewajiban untuk semua atau Erga Omnes. Kewajiban ini berlaku untuk semua aktor negara dan non-negara, dan mereka harus mematuhinya, seperti tidak melakukan hasutan untuk genosida atau agresi ke negara lain.
Siaran jaringan televisi satelit meskipun menjadi hak pemerintah dan swasta berdasarkan hukum internasional, tetapi harus diingat bahwa pengiriman program televisi satelit tidak boleh bertentangan dengan norma-norma internasional dan tidak untuk merusak nilai-nilai nasional dan spiritual di negara tujuan serta tidak mencoba memutarbalikkan fakta.
Negara-negara pengirim program televisi satelit ke negara lain, harus mematuhi norma-norma dan hukum telekomunikasi internasional. Pemerintah harus melakukan pengawasan yang memadai agar konten-konten program televisi satelit yang disiarkan dari wilayah hukumnya, tidak melanggar aturan internasional, termasuk hukum internasional hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.
Saat ini beberapa media Barat seperti Fox News memutarbalikkan fakta dalam memberitakan hak rakyat Yaman untuk membela diri dari serangan Arab Saudi dan menyensor kejahatan perang yang dilakukan rezim Saudi di Yaman.
Tindakan itu bertentangan dengan kewajiban internasional AS baik di bidang hukum telekomunikasi internasional maupun di bidang hukum HAM dan hukum humaniter internasional, dan ini bisa dianggap sebagai bentuk "terorisme media." (RM)