Aug 12, 2020 18:08 Asia/Jakarta

Kepala Komite Urusan Internasional Duma Rusia Leonid Eduardovich Slutsky bertemu dengan Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Mohammad Javad Zarif di Tehran pada hari Minggu, 2 Agustus 2020.

Keduanya membicarakan isu-isu dan kepentingan bilateral Iran dan Rusia. Kunjungan Leonid ke Tehran dilakukan setelah Zarif berkunjung ke Moskow pada 21 Juli 2020.

Usai kunjungan ke Moskow dan bertemu dengan mitranya di Rusia, Sergei Lavrov dan juga dengan Presiden Vladimir Putin, Zarif mengatakan bahwa hubungan antara Tehran dan Moskow telah menjadi lebih luas dan lebih kuat daripada 20 tahun lalu.

"Salah satu topik terpenting dari kunjungan ini adalah pembicaraan tentang Kesepakatan Nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama) dan kebijakan AS terhadap Iran, dan sikap Rusia yang sangat baik dalam hal ini," ujarnya.

Zarif lebih lanjut menyinggung kerja sama antara Iran dan Rusia, dengan mengatakan bahwa hubungan kedua negara meningkat lebih dari sebelumnya.

"Hari ini, hubungan kami dengan Federasi Rusia jauh lebih luas dan lebih kuat daripada hubungan yang kami miliki 20 tahun lalu," tegasnya.

Menurut Menlu Iran, masalah regional, termasuk Suriah, Afghanistan, dan Yaman, adalah masalah lain yang dibahas kedua belah pihak dalam pertemuan tersebut.

Zarif juga bertemu dengan Putin dan mengadakan pembicaraan mengenai beragam isu. Selain menyampaikan pesan penting dari Presiden Iran Hassan Rouhani kepada Putin, Zarif membahas JCPOA, perkembangan regional dan hal-hal bilateral dalam kunjungannya ke Moskow.

Kerja sama Iran dengan Rusia kian hari meningkat, dan begitu juga dengan Cina. Tiga negara ini telah meningkatkan kerja sama mereka di berbagai bidang. Tentunya kerja sama tersebut akan menjadi ancaman serius bagi kepentingan AS di kawasan.

Rusia dan Cina, yang merupakan dua kekuatan utama internasional, telah mengambil langkah-langkah penting dalam beberapa tahun terakhir untuk memperluas kerja sama dan mengambil sikap bersatu melawan kebijakan dan tindakan sepihak AS. Pejabat senior kedua negara ingin mengembangkan hubungan bilateral sebanyak mungkin.

Presiden Rusia Vladimir Putin memuji peningkatan hubungan Moskow-Beijing dan mengatakan bahwa hubungan kedua pihak telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Hubungan antara Rusia dan Cina telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dipandang sebagai contoh kerja sama antara negara-negara lain di dunia saat ini," kata Putin dalam pesan kepada para peserta "Pembicaraan antara Partai Rusia Bersatu dan Partai Komunis Cina" beberapa waktu lalu.

Putin juga menyatakan keyakinannya bahwa rencana yang diajukan oleh para peserta acara akan memperkuat kerja sama dan kemitraan antar kedua negara.

Rusia dan Cina sekarang memiliki hubungan ekonomi, perdagangan, militer, keamanan, senjata, politik, dan diplomatik yang luas, serta partisipasi kedua negara dalam organisasi dan lembaga regional dan internasional, seperti Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) dan kelompok BRICS.

Pendekatan yang sama dengan kebutuhan untuk memperkuat kerja sama regional dan global untuk menyelesaikan masalah, serta untuk melawan hegemoni Barat dan langkah agresif AS di berbagai bidang.

Rusia dan Cina telah melihat kerja sama strategis yang dekat dan tumbuh dalam bidang ekonomi, energi dan pertahanan dalam beberapa tahun terakhir. Hubungan ini berpotensi mengganggu keseimbangan kekuasaan di dunia dan menimbulkan keprihatinan mendalam di AS.

"Upaya yang dilakukan oleh Moskow dan Beijing untuk mengkordinasikan berbagai langkah guna menyelesaikan masalah-masalah regional dan global yang mendesak akan membantu memastikan keamanan dan stabilitas internasional," kata Putin merujuk pada kerja sama Rusia-Cina dalam menyelesaikan masalah internasional.

Putin juga menyinggung posisi bersama kedua negara di bidang tatanan internasional yang diinginkan, yaitu multilateralisme dan fokus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelesaikan masalah dan krisis regional dan internasional, serta pelestarian berbagai kesepakatan dan perjanjian internasional.

Berbeda dengan AS, di mana negara ini menekankan sistem unipolar dan sepihak terutama selama masa kepresidenan Donald Trump. AS juga menerapkan sanksi terhadap saingan dan musuh, serta pihak-pihak yang dianggap menentangnya.

Moskow dan Beijing percaya bahwa perkembangan internasional dan realitas sistem dunia mengkonfirmasi transisi ke sistem multipolar, sementara AS bersikeras untuk mempertahankan sistem unipolar dan berusaha memainkan peran polisi global dalam mengejar tujuan dan aspirasinya secara sepihak.

Rusia dan Cina telah berulang kali menentang tindakan sepihak dan paksaan AS yang meningkat selama kepresidenan Trump dan menekankan bahwa tindakan itu hanya meningkatkan rasa tidak aman, ketidakstabilan, dan eskalasi ketegangan di berbagai belahan dunia, terutama di Asia Timur dan  Barat.

AS, yang mengklaim sebagai Negara Adikuasa dan hegemoni global, telah menghadapi penentangan keras dari Rusia dan Cina dalam banyak masalah regional dan internasional, termasuk posisi kedua negara yang saling bertentangan dengan AS mengenai kesepakatan nuklir JCPOA, krisis Suriah, masalah nuklir Korea Utara dan krisis Ukraina.

Rusia juga memiliki posisi yang bertentangan dengan AS tentang perlunya mempertahankan perjanjian pengendalian senjata dan tarif perdagangan.

Sekarang, Iran juga telah berubah menjadi sebuah kekuatan yang diperhitungkan dan tidak bisa dianggap remeh oleh AS. Meningkatnya kerja sama Iran dengan Rusia dan Cina tentunya akan mengancam kepentingan-kepentingan AS dan menimbulkan kekhawatiran para pejabat Gedung Putih. (RA)

Tags