Indonesia Gunakan GeNose untuk Skrining Virus Corona
Republik Indonesia meluncurkan program skrining (screening ) COVID-19 di Stasiun KA Pasar Senen pada hari Rabu, 3 Februari 2021 menggunakan Breathalyzer yang diharapkan dapat menemukan kasus positif di negara ini dengan cepat.
Menurut Reuters, Breathalyzer, yang dikenal sebagai GeNose, dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), yang dikatakan mendeteksi reaksi antara Virus Corona dan jaringan tubuh di saluran pernapasan dengan akurasi setidaknya 90-95%. Subjek diminta untuk meniup sebuah kantong nafas dan hasilnya tersedia hanya dalam dua menit.
Tes napas serupa untuk COVID-19, SpiroNose, yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi kesehatan Belanda, sedang diluncurkan di Belanda untuk mempercepat proses pengujiannya.
GeNose menjalani uji klinis di rumah sakit Yogyakarta pada Mei 2020 dan disetujui untuk didistribusikan pada Desember. Ini berbeda dari tes usap polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat yang mengekstraksi darah dengan tusukan jari.
"Ini metode yang sederhana dan lebih mudah bagi saya karena terkadang rapid test antigen itu geli," kata Mugi Hartoyo, 59 tahun, usai menjalani tes di Jakarta Pusat.
Ketua tim pengembang GeNose, Prof. Kuwat Triyana mengatakan, cara kerja alat ini kan sebenarnya seperti cara kerja hidung manusia atau hidung anjing pelacak, yaitu untuk mencium bau atau aroma, atau dalam hal ini untuk mengenali bau nafas seseorang yang terkonfirmasi COVID, dibandingkan dengan orang yang tidak. Mereka yang memiliki pembacaan positif diharuskan menjalani tes PCR.
Alat deteksi Covid-19 GeNose ini memiliki kemampuan mendeteksi Virus Corona baru dalam tubuh manusia dalam waktu cepat. Tidak kurang dari 2 menit hasil tes sudah dapat diketahui apakah positif atau negatif Covid-19.
Selain cepat melakukan deteksi dan memiliki akurasi tinggi, penggunaan alat ini jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan tes usap PCR. Satu unit GeNose yang diperkirakan seharga Rp40 juta dapat digunakan untuk 100 ribu pemeriksaan.
Peneliti GeNose lainnya, Dian Kesumapramudya Nurputra, memaparkan GeNose bekerja mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena adanya infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas melalui embusan napas ke dalam kantong khusus.
Selanjutnya VOC tersebut diidentifikasi melalui sensor-sensor yang kemudian datanya akan diolah dengan bantuan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence).
Menteri Perhubungan Indonesia Budi Karya Sumadi saat meninjau uji coba penerapan GeNose di Stasiun KA Pasar Senen, Jakarta, seperti dilansir Antara pada Rabu (3/2/2021) mengatakan, sekarang kami masih gunakan di dua stasiun yaitu Stasiun Pasar Senen dan Stasiun Tugu Yogyakarta. Nanti secara bertahap penggunaan GeNose akan ditambah di titik-titik stasiun lainnya.
Dia menjelaskan, berdasarkan keterangan tim penemu dari UGM, alat GeNose tidak tiba-tiba diterapkan. Tetapi sudah melalui proses riset yang cukup lama sebelum bisa digunakan untuk publik.
"GeNose sudah mendapat izin edar dari Kemenkes dan sudah disetujui oleh Satgas Covid-19 dengan dikeluarkannya surat edaran, sehingga kami yakin alat ini sudah teruji untuk digunakan sebagai alat penyaringan Covid-19 di simpul-simpul transportasi seperti di stasiun," ujar Budi Karya seperti dilansir Liputan6.
Menurut dia, GeNose ini dapat menambah opsi bagi masyarakat untuk melakukan pengecekan kesehatan selain rapid test antigen dan PCR, yang menjadi syarat perjalanan transportasi kereta api jarak jauh.
"Alhamdulillah uji coba berjalan baik hari ini. Semoga di tanggal 5 Februari nanti penerapannya juga bisa berjalan baik dan lancar. Saya mengapresiasi UGM yang secara cermat melakukan penelitian. Kelebihan GeNose ini selain murah, tidak sakit untuk digunakan, dan juga ini juga buatan Indonesia," ucap Budi Karya.
Sementera itu, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, seiring berjalannya waktu, alat GeNose yang menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) akan semakin akurat. Menristek menegaskan, GeNose ini adalah sebagai alat penyaringan (screening) dan bukan sebagai alat pengganti PCR Test.
"GeNose sudah diuji validasinya dengan 2.000 sampel dan akurasinya sudah 90 persen. Semakin banyak dipakai alat ini akan semakin akurat karena akan selalu di update oleh tim dari UGM," kata Menristek.
Tim Penemu GeNose dari UGM Eko Fajar mengatakan riset terhadap GeNose sudah dilakukan sejak lama dan terus disempurnakan agar bisa dimanfaatkan lebih banyak lagi oleh masyarakat.
"Kami sudah mulai riset sejak 2009 hingga sekarang. Riset kami akhirnya membuahkan hasil dan sudah mulai digunakan masyarakat. Terima kasih atas dukungan Menristek dan Menhub. Kami masih terus menyempurnakan alat ini agar bisa digunakan di seluruh lini. Kami mohon dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia," ujar Eko Fajar. (RA)