Pancaran Cahaya Ramadhan (25)
May 08, 2021 15:57 Asia/Jakarta
Salah satu berkah bulan suci Ramadhan adalah ketenangan batin bagi mereka yang berpuasa. Puasa terutama di bulan suci Ramadhan memberikan ketenangan batin kepada yang menjalankannya dari dua sisi, dan menjauhkan mereka dari kegelisahan serta kekhawatiran.
Dari satu sisi, puasa mengantarkan manusia ke tahap sabar, dan manusia yang bersabar akan menguasai hawa nafsunya dan mematuhi akal serta tunduk pada Tuhan. Tidak diragukan orang-orang semacam ini memiliki jiwa yang tenang dan yakin, karena hakikat dan makna sabar yang sebenarnya, menuntut ketenangan batin. Realitasnya orang yang sabar adalah orang yang tidak langsung terpengaruh oleh berbagai peristiwa, juga oleh permasalahan dan musibah yang terjadi, dan kesulitan tidak akan membuatnya cemas.
Di sisi lain, puasa merupakan sejenis cara untuk mengingat dan berzikir secara nyata kepada Allah Swt, dan jelas mengingat serta berzikir kepada Allah Swt menenangkan hati, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran, Surat Ar Raad ayat 28,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Puasa termasuk salah satu ibadah yang menciptakan kegembiraan di dalam diri orang-orang yang menjalankannya. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya berhadapan dengan dua jenis kegembiraan, pertama kegembiraan spiritual, dan kedua kegembiraan materi.
Kegembiraan spiritual lebih abadi dan lebih berpengaruh, namun kelezatan dan kegembiraan materi berakar dari kehidupan materi manusia, pengaruhnya lebih kecil, dan terkadang merugikan. Sebagaimana diketahui, seringkali kebanyakan orang kaya meskipun memiliki harta berlimpah, tidak puas dengan hidup mereka. Sementara orang-orang dengan harta dan kesejahteraan yang terbatas, hidup bahagia.
Berdasarkan hasil sejumlah penelitian, kegembinraan manusia pada kenyataannya merupakan gabungan dua perasaan batin, salah satunya perasaan puas, dan yang lainnya kualitas perasaan baik yang diterimanya sepanjang hidup, keduanya menghasilkan kegembiraan dan kebahagiaan. Hamba-hamba Tuhan yang beriman dengan perasaan yang ridha kepada Allah Swt merasakan kegembiraan yang sedemikian rupa sehingga tidak bisa digambarkan.
Orang-orang yang berpuasa di bulan suci Ramadhan terutama saat berbuka, merasakan keridhaan atas penghambaan pada Allah Swt, dan merasakan kegembiraan yang besar di dalam batinnya. Imam Jafar Shadiq as berkata, “Bagi orang-orang yang berpuasa terdapat dua kegembiraan, pertama kegembiraan saat berbuka, dan kedua saat bertemu dengan Tuhan.”
Pada pembahasan fikih puasa kali ini dijelaskan, orang yang bepergian di bulan suci Ramadhan dalam setiap kasus yang menyebabkannya harus meng-qashar shalat, maka ia tidak boleh berpuasa, sebaliknya dalam setiap kasus yang mewajibkannya shalat penuh dan tidak qashar misalnya untuk shalat dzuhur harus dilakukan empat rakaat, maka harus berpuasa.
Jika seorang musafir atau orang yang melakukan perjalanan, berniat tinggal di suatu tempat selama 10 hari, atau orang yang pekerjaannya adalah bepergian dan terkadang harus bepergian ke tempat tersebut, atau menuntut ilmu di sebuah kota yang bukan tempat tinggalnya, dan tinggal untuk waktu yang lama di sana, yang shalatnya dilakukan secara penuh tidak qashar, maka ia harus berpuasa.
Perlu diketahui jika musafir tiba kembali di tempat asalnya (watan) sebelum dzuhur atau sampai di suatu tempat dan bermaksud tinggal selama 10 hari di sana, selama ia tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, maka ia harus berpuasa, tapi jika ia melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, ia tidak wajib berpuasa.
Seorang musafir yang bermaksud beritikaf di Masjid Al Haram, jika ia berniat tinggal 10 hari di kota Mekah atau bernazar untuk berpuasa di perjalanan, maka wajib baginya setelah dua hari berpuasa, menyempurnakan itikaf hari ketiganya dengan berpuasa, tapi jika tidak bermaksud tinggal 10 hari di Mekah atau tidak bernazar untuk berpuasa selama perjalanan, maka puasanya dalam perjalanan tidak sah, dan itikafnya juga tidak sah.
Jika seseorang yang berpuasa, saat tiba waktu magrib berbuka di sebuah tempat, kemudian bepergian ke tempat lain yang di sana matahari belum tenggelam, puasanya sah, dan makan di tempat itu sebelum tenggelam matahari dengan asumsi sudah berbuka saat matahari sudah tenggelam di tempat sebelumnya, diperbolehkan baginya.
Berdasarkan sejumlah riwayat dan hadis, supaya doa yang kita panjatkan dikabulkan oleh Allah Swt, maka harus disertai dengan amal saleh. Doa seseorang akan diijabah jika ia beriman kepada Allah Swt dan melakukan amal saleh. Jelas yang dimaksud dengan amal adalah ridha Allah Swt ada di dalamnya. Ini merupakan salah satu adab berdoa yang harus selalu dijaga.
Imam Muhammad Baqir as berkata, “Terkadang seorang hamba berdoa memohon sesuatu kepada Allah Swt dan permohonan itu layak untuk dikabulkan oleh Allah Swt, dapat dikabulkan saat itu juga, ditunda atau disegerakan. Namun jika hamba tersebut melakukan dosa, Allah Swt memerintahkan malaikat untuk tidak mengabulkan permohonannya dan mencegahnya dari nikmat, karena ia telah membangkitkan murka Allah Swt, dan mencegah kemurahan-Nya.”
Amal saleh layaknya tangga yang membawa doa ke arah ijabah Allah Swt, jika setelah dikabulkannya doa, amal baik ini hilang atau ikhlas dalam amal tersebut dilupakan, dan manusia melakukan dosa, fondasi tangga ini menjadi lemah, dan doa kita akan jatuh.
Oleh karena itu marilah kita selalu memperkuat fondasi tangga doa sehingga selalu dikabulkan oleh Allah Swt. Di malam ke-26 Ramadhan ini kita bersama-sama memanjatkan doa kepada Allah Swt,
«یَا جَاعِلَ اللَّیْلِ وَ النَّهَارِ آیَتَیْنِ یَا مَنْ مَحَا آیَةَ اللَّیْلِ وَ جَعَلَ آیَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْهُ وَ رِضْوَاناً یَا مُفَصِّلَ کُلِّ شَیْءٍ تَفْصِیلاً یَا مَاجِدُ یَا وَهَّابُ یَا اللَّهُ یَا جَوَادُ یَا اللَّهُ یَا اللَّهُ یَا اللَّهُ لَکَ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَ الْأَمْثَالُ الْعُلْیَا وَ الْکِبْرِیَاءُ وَ الْآلاَءُ أَسْأَلُکَ أَنْ تُصَلِّیَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ أَنْ تَجْعَلَ اسْمِی فِی هَذِهِ اللَّیْلَةِ فِی السُّعَدَاءِ وَ رُوحِی مَعَ الشُّهَدَاءِ وَ إِحْسَانِی فِی عِلِّیِّینَ وَ إِسَاءَتِی مَغْفُورَةً وَ أَنْ تَهَبَ لِی یَقِیناً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِی وَ إِیمَاناً یُذْهِبُ الشَّکَّ عَنِّی وَ تُرْضِیَنِی بِمَا قَسَمْتَ لِی وَ آتِنَا فِی الدُّنْیَا حَسَنَةً وَ فِی الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِیقِ وَ ارْزُقْنِی فِیهَا ذِکْرَکَ وَ شُکْرَکَ وَ الرَّغْبَةَ إِلَیْکَ وَ الْإِنَابَةَ وَ التَّوْبَةَ وَ التَّوْفِیقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وَ آلَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَیْهِ وَ عَلَیْهِمْ»
Ya Allah, Wahai Engkau yang meletakkan siang dan malam sebagai dua tanda kekuasaan-Nya, Wahai yang menjadikan gelap sebagai tanda malam dan terang sebagai tanda siang sehingga makhluk mencari rezeki dan ridha-Mu dengan keutamaan dan kemuliaan-Mu. Wahai yang membagi segala sesuatu dengan baik. Wahai pemilik kemuliaan, Wahai pemurah yang tak tergantikan, Wahai Tuhan pemilik kemurahan dan kebaikan, Wahai Tuhan yang nama-nama baik hanyalah milik-Nya, dan tanda-tanda kedudukan tinggi serta agung dan setiap kebaikan hanya milik-Mu, aku memohon kepada-Mu untuk mengirim shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, masukkan namaku di malam ini, di antara nama-nama orang yang berbahagia, dan tempatkan jiwaku di antara jiwa para syuhada, dan ketaatanku di tempat tertinggi, dan ampunilah amal burukku, anugerahkanlah kepadaku keyakinan yang tidak akan pernah terpisah dari hatiku, dan iman yang menjauhkan diriku dari segala keraguan, dan mencegah aku dari neraka, jadikanlah aku di bulan ini sebagai hamba yang bersyukur, berzikir, dan bergerak untuk menemui-Mu, bertobat di pintu-Mu, dan berikanlah taufik yang Engkau berikan kepada Muhammad dan keluarganya. (HS)
Tags