Dalam Bimbingan Imam Husein as (2)
(last modified Tue, 04 Oct 2016 11:10:53 GMT )
Okt 04, 2016 18:10 Asia/Jakarta

Allah Swt dalam Al-Quran menegaskan bahwa keberanian dan ketidaktakutan di hadapan selain Allah Swt merupakan salah satu kriteria para wali Allah Swt. Dalam surat Al-Ahzab ayat 39 Allah Swt berfirman, "(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." Keberanian itu termanifestasi pada wujud Imam Husein as dalam bentuknya yang paling indah dan

Keberanian dan kepahlawanan Imam Husein as telah terlihat sejak beliau masih kanak-kanak, sehingga membuat kawan maupun lawan terkesima. Pada masa remaja, beliau melawan penyimpangan agama dan mengungkapkannya kepada masyarakat. Sampai para pengklaim pemikiran distorsif pun tidak mampu mengalahkan argumentasi beliau. Perjuangan epik beliau di masa remaja tercatat sangat fenomenal pada perang Jamal, Siffin dan Nahrawan. Keberanian dan kepahlawanan beliau ditunjukkan ketika para panglima pasukan Islam tidak mampu berbuat banyak.

 

Imam Husein as selalu bersikap keras dan tegas di hadapan musuh-musuh Islam serta para manusia zalim dan sewenang-wenang. Di mana pun beliau merasakan harus melaksanakan tugasnya, dengan gagah berani Imam Husein as akan berpihak pada kebenaran dan menghinakan para pendukung kebatilan.

 

Ketika masyarakat Muslim menghadapi kemiskinan dan berbagai kesulitan hidup, banyak rombongan yang mengangkut pajak berupa barang-barang berharga dan dikirim dari Yaman menuju istana Muawiyah, untuk membiayai kehidupan mewah sang khalifah dan keluarganya. Imam Husein as, menentang perilaku taghut Muawiyah yang bertentangan dengan agama Rasulullah Saw itu, dan menyadari bahwa nasihat serta imbauan kepada Muawiyah sudah tidak berguna lagi, akhirnya dengan berani beliau menyita seluruh konvoi itu untuk menyelesaikan masalah masyarakat Islam. 

 

Imam Husein as memiliki tekad luar biasa dalam membongkar peran durjana musuh-musuh Islam. Ketika Muawiyah di akhir usianya, berusaha memperkokoh posisi Yazid, dengan memuji Yazid di hadapan Imam Husein as dan para pembesar kota, Imam berdiri dan melalui sebuah khutbah tegas, beliau membongkar seluruh kefasadan Yazid, serta mengecam Muawiyah karena memuji putranya yang fasid. Pidato Imam Husein as menjadi pukulan telak bagi Muawiyah dan membuyarkan semua rencananya. 

 

Puncak keberanian Imam Husein as tercatat pada hari Asyura ketika beliau sendirian dan dengan bibir kering kehausan, terjun ke medan menghadapi puluhan ribu musuh. Di satu sisi, jenazah para orang-orang yang dicintai beliau dan juga para sahabat bergelimangan dan bersimbah darah. Sementara di sisi lain, beliau menyaksikan perempuan dan anak-anak keluarga Rasulullah Saw tanpa penjaga. Namun sedikit pun beliau tidak ragu atau bimbang, dan beliau terjun ke medan pertempuran menunjukkan keberanian epik yang belum pernah dilakukan oleh pahlawan mana pun dalam sejarah. 

 

Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui."

 

Tentang kebangkitan Imam Husein as, sebagian kelompok berpendapat, Imam bergerak menuju Kufah karena surat dan undangan kepada beliau untuk membentuk sebuah pemerintah Islam di kota itu. Dengan demikian, peristiwa Karbala dan Asyura adalah karena respon masyarakat Kufah kepada Imam Husein as. Jika masyarakat Kufah tidak mengundang Imam Husein, maka peristiwa Asyura tidak akan pernah terjadi. Alasan perjalanan Imam Husein as menuju kota Kufah memang karena undangan dari masyarakat kota itu, akan tetapi alasan di balik kebangkitan dan perlawanan beliau di hadapan kezaliman dinasti Umayyah lebih besar dari masalah tersebut.

 

Imam Husein as adalah putra sang ksatria Arab, Ali bin Abi Thalib as, yang tidak pernah dapat berdiam diri menyaksikan penyimpangan agama. Oleh karena itu, sejak awal ketika Marwan bin Hakam, gubernur provinsi Madinah, menuntut Imam Husein as untuk berbaiat kepada Yazid, beliau dengan lantang berkata, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi rajiun! Ketika umat terperangkap kepemimpinan seperti Yazid, maka harus diucapkan selamat tinggal dengan Islam." Oleh karena itu, Imam Husein as memulai perjuangan dengan cara lain demi menghidupkan kembali Islam.

 

Imam Husein memulai tahap baru pemberantasan kefasadan dengan keluar dari kota Madinah. Ketika meninggalkan Madinah pada malam hari dan berpisah dengan saudaranya, Muhammad bin Hanifah, beliau menjelaskan sebab-sebab perlawanan beliau dan berkata, "Aku tidak keluar dari Madinah karena (fenomena) mabuk-mabukan, kelancangan, kejahatan dan kesewenang-wenangan, melainkan demi islah umat kakekku. Aku akan melaksanakan amr makruf dan Nahyu munkar, dan mengamalkan sirah kakekku dan ayahku Ali bin Abi Thalib (as)."

 

Imam Husein as tidak pernah bungkam pada masa pemerintah Muawiyah. Di setiap tempat dan kesempatan, beliau melaksanakan tugas amr makruf dan nahyu munkar. Pada salah satu kunjungannya ke Mekkah, beliau berkhutbah di hadapan sekelompok ulama dan cendikiawan Muslim yang datang dari berbagai wilayah. Dalam khutbahnya, Imam mengingatkan tugas berat serta taklif besar para ulama dan tokoh masyarakat dalam menjaga hakikat Islam, serta memperingatkan dampak dari kebungkaman di hadapan kejahatan dinasti Umayyah. Beliau mengimbau semua orang untuk melawan politik anti-agama para penguasa dinasti Umayah. Imam Husein as juga mengkritik mereka yang bungkam di hadapan para penguasa.

 

Imam Husein as menolak mengiringi dinasti Umayyah melalui berbagai perlawanan. Beliau menilai pengiringan kebijakan Yazid sebagai dosa besar dan berkata, "Ya Allah, Engkau mengetahui apa yang kami lakukan, bukan karena bersaing dalam kekuasaan dan penumpukan kenikmatan hina dunia, melainkan demi menunjukkan tanda-tanda agama-Mu kepada masyarakat serta meng-islah kota-kota-Mu. Kami ingin mengamankan para hamba-Mu yang tertindas, serta mengamalkan perintah, sunnah serta hukum agama."

 

Seluruh ucapan Imam Husein as selama perjalanan menuju Karbala, telah tercatat dalam sejarah. Ucapan beliau menjelaskan tujuan di balik kebangkitan melawan pemerintah Yazid. Seperti ketika Imam Husein as berpapasan dengan Hur, panglima pasukan Yazid, beliau menatap pasukan Yazid itu dan menjelaskan tujuan beliau dengan berdasarkan pada ucapan Rasulullah Saw seraya berkata:

 

"Wahai masyarakat! Rasulullah Saw bersabda, 'orang yang melihat penguasa jahat yang menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah Swt dan melanggar ketentuan ilahi serta berbuat dosa dan kemunkaran di antara masyarakat, namun tidak bersikap dengan perilaku dan perkataannya di hadapan penguasa itu, maka Allah akan menempatkannya di posisi orang zalim itu', maka wahai masyarakat! Ketahuilah bahwa mereka (kelompok Yazid) telah berpaling ke arah setan dan meninggalkan ketaatan kepada Allah Swt serta mengumbar kefasadan dan  melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan Allah Swt. Orang-orang Yazid ini telah merampas baitul mal, menghalalkan yang diharamkan Allah Swt dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya, dan aku adalah orang yang paling pantas untuk mengubah (nasib dan urusan umat)."

 

Rombongan bergerak. Di depan rombongan, wajah Imam Husein as bersinar. Beliau mendengar berita kekalahan perlawanan para pengikut beliau di kota Kufah dan gugur syahidnya Muslim bin Aqil di tangan pasukan Ubaidillah bin Ziyad. Namun rombongan Imam Husein tetap bergerak dari tempat persinggahannya menuju Kufah. Menjelang zuhur, salah seorang sahabat Imam bertakbir dan berkata, "Kebun kurma Kufah telah terlihat." Imam kemudian menjawab, "Itu bukan kebun kurma, melainkan pasukan dengan senjata lengkap yang sedang bergerak ke arah kita."

 

Rombongan berhenti. Tidak lama kemudian, tiba sebuah pasukan berjumlah seribu orang yang dipimpin Hur bin Yazid Ar-Riyahi. Imam Husein as menyaksikan keletihan pada wajah mereka, dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk memberikan air kepada para tentara dan kuda-kuda mereka.

 

Usai shalat, Imam Husein as memerintahkan para sahabat beliau untuk bergerak. Namun Hur mencegah. Imam menyoal mengapa dia melarang gerakan rombongan beliau. Hur menjawab, "Aku tidak menerima perintah untuk memerangimu dan aku hanya diperintah untuk tidak terpisah denganmu hingga kita sampai ke Kufah. Aku berharap tidak terjadi sesuatu buruk antara kita. Wahai Husein! Demi Allah! Jagalah nyawamu dan urungkan perang ini; karena kau pasti akan terbunuh." 

 

Imam Husein as menjawab, "Apakah kau menakut-nakutiku dengan kematian? Apakah dengan kematianku urusan kalian akan terselesaikan?"

 

Imam memimpin rombongannya bergerak menuju Kufah. Hur melaporkan perkembangan itu kepada Ibn Ziyad. Ketika pesan Hur sampai ke tangan Ubaidillah bin Ziyad, rombongan Imam Husein as telah tiba di Karbala. Ibn Ziyad membalas surat Hur dan menulis, "Segera setelah surat ini kau terima, hentikan Husein dan rombongannya di sebuah padang pasir yang kering tanpa air dan rumput!"  Hur pun melaksanakannya. Hur berkata kepada Imam Husein as, "Aku tidak dapat mengijinkanmu melanjutkan perjalanan, karena Ibn Ziyad telah mengirim mata-mata untuk mengawasiku apakah aku melaksanakan perintahnya atau tidak." Seorang sahabat Imam Husein  as mengusulkan agar berperang dengan Hur, akan tetapi Imam menolak usulan itu dan berkata, "Kita tidak akan memulai perang." Kondisi ini berlanjut sampai akhirnya pasukan Yazid dipimpin oleh Omar ibn Saad.

 

Pagi hari Asyura, pasukan Yazid menyusun barisan mereka. Hur menepi dan berkata kepada salah satu kawannya, "Sumpah demi Allah! Aku melihat diriku berada di antara api neraka dan sorga. Sumpah demi Allah! Aku tidak memilih selain sorga, meski badanku tercabik-cabik dan terbakar."

 

Setelah mengucapkannya, Hur bergerak menuju perkemahan Imam Husein as. Hur menghadap Imam Husein as dan dengan perasaan malu dia berkata, "Wahai putra Rasulullah Saw! Nyawaku kukorbankan demimu!  Aku adalah orang yang menghalangi jalanmu dan mencegatmu di padang pasir. Aku tidak mengira akan memerangimu. Sekarang aku datang dengan penyesalan, apakah taubatku diterima? Dengan penuh kasih sayang Imam Husein as berkata, "Iya! Allah Swt telah menerima taubatmu."

 

Hur turun ke medan pertempuran dengan gagah berani dan perkasa, akan tetapi akhirnya dia terjatuh bersimbah darah. Para sahabat Imam Husein as membawa tubuh Hur yang di akhir nafasnya. Imam Husein as seraya membersihkan darah dari wajahnya dan berkata, "Kau telah bebas, sama seperti ibumu menamaimu Hur (bebas)."