Muharram; Bulan Pengorbanan dan Syahadah (3)
Ka’bah adalah sebuah bangunan suci yang terletak di Mekah yang dijadikan arah kiblat saat melaksanakan ibadah. Ka’bah dalam bahasa Arab berasal dari akar kata yang berarti kubus. Dan memang bentuk Ka’bah adalah serupa kubus dengan ukuran tinggi 13,10m dan kedua sisinya memiliki panjang dan lebar masing-masing 11,03m kali 12,62m. Ka’bah menyimpan sebuah batu dari surga yang di letakkan menghadap ke arah matahari terbit. Batu tersebut di sebut Hajar Aswat.
Ka'bah dikelilingi Masjidil Haram. Ka'bah, Masjidil Haram, dan tempat-tempat suci lainnya seperti Arafah, Masy'ar dan Mina seluruhnya berada di kota Mekah dan sekitarnya. Dengan demikian Mekah dikenal juga dengan sebutan Haram atau kota aman. Tempat ini sangat dihormati oleh seluruh umat Islam.
Husein bin Ali memasuki kota Mekah di bulan Sya'ban dan menetap di kota ini hingga musim haji. Kemudian beliau memakai pakain ihram untuk menunaikan ibadah haji, namun ketika mengetahui sejumlah tentara Bani Umayyah juga memakai pakain ihram untuk meneror beliau, Imam Husein tidak menyelesaikan ibadah agung ini dan ketika hari Arafah, cucu Rasulullah ini meninggalkan kota suci ini supaya kehormatan Mekah tidak tercemar.
Ka'bah secara dhahir adalah Baitullah (Rumah Allah), namun sejatinya rumah Tuhan adalah hati-hati hamba yang beriman. Di hadis qudsi disebutkan, "Bumi yang luas dan langit tidak mampu menampung-Ku, namun hati-hati hamba mukmin mampu menampung-Ku (Allah)." Hal ini karena hati-hati penyembah Tuhan adalah tempat kecintaan Tuhan dan iman, irfan serta keikhlasan.
Di riwayat lain disebutkan Allah Swt menurunkan wahyu kepada Nabi Daud dan berkata, "Wahai Daud! Siapkan rumah bagiku, supaya Aku dapat tinggal. Daud bertanya, Wahai Tuhanku! Kamu lebih unggul dari tempat dan waktu! Kamudian Allah berkata, persiapkan hatimu dan jadikan sebagai tempat tinggalku." Dengan demikian hati-hati manusia yang beriman dan ikhlas sejatinya Baitullah, karena hati seperti ini bersih dari segala ketergantungan kepada selain Tuhan.
Hati Imam Husein as juga rumah sejati Tuhan, karena hati cucu nabi ini hanya untuk Tuhan dan tidak ada tempat bagi selain Allah Swt di hati Imam Husein. Imam telah mengosongkan hatinya dari segala bentuk keterikatan duniawi baik kehidupan yang nyaman, rumah, keluarga, anak dan saudara, famili dan pengikut. Ketika Husein mengorbankan darah hatinya dan seluruh hal-hal duniawi yang berkaitan dengan dirinya di jalan Tuhan, maka hati maknawi Husein semakin murni dan yang tersisa hanya keikhlasan demi Allah Swt.
Saat itu, hati Husein bin Ali menjadi Ka'bah sejati, seperti yang dijelaskan oleh ayat 97 Surat Al Imran yang artinya "mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah." Dengan demikian jelas pula sabda Rasulullah Saw, Barang siapa yang menziarahi Husein dengan ikhlas, seakan-akan ia menziarahi Tuhan di Arsy-nya."
Ketika Imam Husein menghormati dan mengagungkan haram Ilahi, maka Allah Swt memberikan nilai dan kehormatan setara dengan yang dimiliki Ka'bah kepada cucu Rasulullah ini. Allah Swt memberi nilai lebih kepada haram Husein as, seakan-akan Karbala adalah spirit Ka'bah. Allah Swt memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyeru manusia ke arah Ka'bah. Allah berfirman yang artinya, " Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh." Kemudian Ibrahim naik ke atas Ka'bah dan menyeru manusia untuk mendatangi Baitullah.
Namun dalam hal ini, posisi Husein bin Ali berbeda. Allah Swt menurunkan firman kepada Rasulullah dan berkata, "Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". Selain itu, Nabi berulang kali berkata kepada umat, Wahai manusia! Aku tinggalkan di antara kalian dua amanat besar, al-Quran dan keluargaku.
Nabi juga berulang kali menyeru umat untuk mencintai dan membantu Husein bin Ali. Di antaranya adalah sebuah riwayat ketika Rasulullah bersama sahabatnya diundang ke sebuah rumah dan ketika berjalan ke rumah tersebut, Imam Husein as sedang bermain di jalan. Rasulullah kemudian mendahului sahabatnya dan mengulurkan tangannya untuk menangkap cucunya. Imam Husein lari ke sana kemari dan nabi mengejarnya sambil tertawa gembira hingga nabi berhasil menangkap cucu kesayangannya tersebut. Sambil meletakkan tangannya di atas kepala Imam Husein, kemudian Nabi bersabda, Aku dari Husein dan Husein dariku. Tuhan sangat mencitai orang yang mengasihi Husein.
Ka'bah terletak di tanah suci dan di sampin tempat keramat lainnya seperti Safa dan Marwa, Arafah, Masy'ar dan Mina. Sementara makam Husein bin Ali juga termasuk tempat suci dan sakral. Husein pulang-pergi ke medan pertempuran sama dengan jumlah sahabatnya yakni 72 kali. Ini tak ubahnya seperti sai dari bukit Safa ke Marwa. Jika kemuliaan Mina dikarenakan menjadi lokasi penyembelihan hewan kurban para jamaah haji, maka Karbala juga menjadi lokasi gugurnya para syuhada yang penjadi penghulu para syuhada umat Islam.
Jika kemuliaan Masy'aril Haram dikarekan Nabi Ibrahim mendapat wahyu dari Tuhan untuk mengorbankan anaknya (Ismail), maka Karbala adalah tempat suci yang menjadi lokasi pengorbanan anak-anak Husein di kebangkitan untuk menghidupkan kembali Islam dan al-Quran. Maka Karbala juga memiliki keutamaan tak jauh dari Masy'aril Haram.
Husein memiliki peran tinggi dalam melaksanakan ibadah haji dan kemuliaan Ka'bah. Ia yang juga menjadi Baitullah hakiki, melaksanakan ibadah tawaf dan haji penuh keikhlasan yang tidak ada duanya di sepanjang abad dan era. Haji Husein adalah haji batin dan maknawi. Ia yang tinggal di Mekah dan mengenakan baju ihram untuk menunaikan haji tamattu, rela menggantikannya dengan umrah mufradah karena menyadari konspirasi musuh untuk menumpahkan darahnya di tanah suci dan di wilayah yang dinaskan oleh Tuhan sebagai wilayah aman.
Saat itu, Husein bin Ali memakai baju ihram untuk menunaikan haji lebih agung dan tidak ada duanya. Haji yang tawafnya berporos pada kecintaan kepada Tuhan. Kurban haji Husein kali ini tidak sama dengan kurban pada jamaah haji biasa. Ia mengorbankan anak, keluarga dan sahabatnya di jalan Tuhan. Pengorbanan yang dilakukan hanya demi kecintaan dan keridhaan Tuhan. Bahkan pada akhirnya ia juga mengorbankan dirinya untuk menjaga kelestarian ajaran sejati Islam.
Husein bin Ali berulang kali pergi ke medan pertempuran di padang Karbala. Jumlah pertempuran Husein tak kalah dengan jumlah sahabatnya, 72 kali. Ketika sahabat dan keluarganya gugur, ia mengenakan baju lusuhnya sebagai baju ihram. Ia kemudian berdiri tegar sebelum pergi untuk terakhir kalinya ke medan pertempuran. Ia berdiri di tempat yang belum pernah orang lain di ritual haji melakukannya. Tempat itu tidak seperti Mina, bukan juga Masy'aril Haram (Muzdalifah).
Di tempat itu, Husein tak ubahnya jamaah haji yang mengucapkan Labbaika Allahumma Labbaik. Ya Husein bin Ali saat itu siap memenuhi panggilan Allah Swt. Ya Allah! Aku bersegera menuju kepada-Mu Yang Maha Esa dan tidak ada yang sepadan dengan diri-Mu. Aku sendirian, Aku berada di jalan-Mu dan tengah menuju kepada-Mu. Di hatiku hanya ada diri-Mu, seluruh ketergantungan selain kepada diri-Mu telah terputus.
Husein ketika akan bertemu dengan Tuhannya, bibir dan hatinya senantiasa mendengungkan pujuan dan panggilan kecintaan. Seluruh tubuh dan jiwanya penuh dengan ketenangan dan wajahnya semakin cerah. Ketika orang menyaksikannya, mereka akan takjub atas keberaniannya dan keteguhan hatinya.
Selama pertempuran Husein tak henti-hentinya menunjukkan keberanian dan kerinduannya yang mendalam untuk bertemu dengan Allah Swt. Di perang ini, Husein sejatinya telah mengorbankan seluruh yang dimilikinya demi Islam dan peninggalan kakeknya. Ia berhasil melepas simpul-simpul duniawi di hatinya, sehingga hatinya seperti Ka'bah menjadi Baitullah. Seluruh hati dan jiwanya dipenuhi dengan kecintaan kepada Tuhan hingga ia menemuai-Nya dengan kepala terpenggal.