Muharram; Bulan Pengorbanan dan Syahadah (4)
https://parstoday.ir/id/radio/west_asia-i44885-muharram_bulan_pengorbanan_dan_syahadah_(4)
Al-Quran kitab suci untuk membentuk manusia, kitab yang mengantarkan manusia ke arah kesempurnaan dan kebahagiaan. Sementara Imam Husein as bukan saja besar di bawah ajaran al-Quran dan wahyu, bahkan beliau adalah mitra al-Quran. Kemitraan Imam Husein as dengan al-Quran dijelaskan oleh Nabi di hadits Tsaqalain. Al-Quran kitab suci yang konsonan dan diam, sementara Imam Husein adalah al-Quran yang bersuara.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Sep 25, 2017 18:30 Asia/Jakarta

Al-Quran kitab suci untuk membentuk manusia, kitab yang mengantarkan manusia ke arah kesempurnaan dan kebahagiaan. Sementara Imam Husein as bukan saja besar di bawah ajaran al-Quran dan wahyu, bahkan beliau adalah mitra al-Quran. Kemitraan Imam Husein as dengan al-Quran dijelaskan oleh Nabi di hadits Tsaqalain. Al-Quran kitab suci yang konsonan dan diam, sementara Imam Husein adalah al-Quran yang bersuara.

Rasulullah Saw di hadisnya bersabda, "Aku tinggalkan di antara kalian dua hal yang penting dan berharga (pusaka), al-Quran dan Ahlul Baitku. Dua hal ini tidak akan berpisah hingga bertemu denganku di telaga Kautsar. Jika kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat."

Dari hadis Tsaqalain ini dapat dipahami bahwa al-Quran dan Ahlul Bait (Itrah Nabi) memiliki kesamaan tujuan. Keduanya sebagai pemberi petunjuk dan penuntun ke arah kebenaran dan jalur untuk meraih kesempurnaan. Keduanya juga jauh dari penyelewengan dan kesesatan.

Terkait al-Quran, Allah Swt di surat al-Zumar ayat 28 berfirman yang artinya, "(Ialah) Al Quran dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa." Sementara terkait Imam Husein as kita telah membaca sejarahnya bahwa beliau sedetik pun tidak pernah memiliki kecondongan ke arah kebatilan dan menyeleweng dari kebenaran.

Seperti al-Quran yang membimbing manusia kepada Islam dan membuka hidayah serta memperbaiki manusia, Imam Husein as juga pembimbing umat ke arah keimanan dan ketakwaan. Sejak awal keberangkatannya dari Madinah, Imam Husein as hanya memikirkan untuk membimbing umat. Sekali-kali beliau tidak memikirkan pangkat dan kedudukan serta hal-hal duniawi.

Imam Husein di setiap kesempatan dan tempat serta dengan berbagai sarana, senantiasa membimbing manusia ke arah kehidupan yang indah dan cahaya Ilahi. Beliau di setiap fase kehidupannya, khususnya saat bangkit melawan penguasa zalim Bani Umayyah, menjadi tolok ukur kebenaran dan kebatilan.

Al-Quran mukjizat abadi dan ajaran yang jelas serta bukti nyata Tuhan. Seperti dijelaskan dalam surat al-An'am ayat 157 yang artinya, "Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat." Adapun Imam Husein as juga bukti nyata dan abadi Tuhan yang tidak akan pernah terlupakan, karena dirinya adalah keterangan nyata dan bukti (hujjah) Ilahi.

Terkait keteladanan, kita akan menemukan banyak ayat yang membicarakan hal ini. Seperti di surat al-Ahzab ayat 21, Allah berfirman yang artinya, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."

Allah Swt menjadikan Rasulullah sebagai teladan, karena setiap sifat mulia yang beliau miliki seperti spirit tinggi, istiqamah, kesabaran, kecerdasan, keikhlasan, perhatian besar beliau kepada Tuhan dan tidak menyerah terhadap kesulitan merupakan teladan bagi setiap manusia, khususnya umat Muslim.

Sementara itu, Imam Husein as juga seperti kakeknya, sejak awal kebangkitannya beliau merupakan teladan bagi umat Islam baik melalui perilaku maupun ucapannya. Perilaku dan sikap Imam Husein ini akan menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi para pecintan kebebasan dunia.

Selama keberangkatan beliau menuju Karbala, Imam Husein mengenalkan kebangkitannya sebagai teladan praktis dan berkata, "Gerakan Saya juga teladan bagi kalian." Ketika Imam Husein menolak membaiat Yazid bin Muawiyah dan mempertanyakan pemerintahan Bani Umayyah serta menilai budaya Huseini tidak dapat membaiat budaya Yazid, maka secara praktis beliau telah mengenalkan teladan ini kepada semua orang. Karena ideologi Yazid bisa jadi masih akan muncul di tempat atau zaman tertentu, serta manusia pecinta kebebasan tidak seharusnya tunduk pada kezaliman ini dan menyerah pada kehinaan.

Allah Swt Maha Mulia dan al-Quran adalah kitab dan pesan Tuhan. Dengan demikian al-Quran juga sama dengan pemiliknya, juga sangat mulia. Seperti dijelaskan di surat Fusilat ayat 41 yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Quran ketika Al Quran itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al Quran itu adalah kitab yang mulia."

Dalam al-Quran, izzah atau kemuliaan merupakan sifat terpuji yang menjadi ciri para Nabi, Rasul dan orang-orang yang beriman. Di Karbala, Imam Husein dan pengikutnya memberikan pelajaran penting mengenai martabat dan kehormatan yang dijelaskan dalam al-Quran.  Beliau bukan hanya menolak kehinaan yang menjadi slogan utama dalam gerakan Asyura, “Haihat Minna al-dzillah”, lebih dari itu, Imam Husein memberikan contoh mengenai kemuliaan hidup berdasarkan prinsip al-Quran.

Salah satu pelajaran penting dari gerakan Imam Husein adalah kehormatan dan kemerdekaan. Ketika kehinaan rezim fasik melingkar di leher umat Islam saat itu, Imam Husein tidak hanya menyuarakan penolakan terhadap kehinaan, tapi beliau bangkit menyuarakan kemuliaan. Kebangkitan Imam Husein bukan untuk kepentingan dirinya, tapi demi membela ajaran Islam yang telah dihina dan direndahkan oleh orang lalim dan fasik semacam Yazid.

Imam Husein berkata, “…bagaimana Tuhan menjauhkan kami dari kehinaan! Tuhan memerintahkan kami [Ahlul bait] supaya menolak kehinaan. Rasulullah Saw menentang kehinaan, dan orang-orang Mukmin pun mengikutinya. Pakaian bersih dan suci yang kami kenakan tidak akan pernah membiarkan nafas kami berada dalam kelaliman. Lebih baik kami mati mulia, dari pada harus taat kepada orang-orang tercela,”.

Bahkan, ketika titik darah penghabisan, Imam Husein tetap memegang prinsip hidupnya yang menjunjung tinggi kemuliaan. Pada saat puluhan anak panah beracun menancap di dada Imam Husein di hari Asyura, dan beliau sudah tidak bisa duduk di kuda serta melanjutkan pertahanan dirinya, kemuliaan dan kehormatannya tetap terjaga. Imam Husein tidak menyerah menghadapi musuh yang menghadang di depan mata.

Salah satu manifestasi besar revolusi Asyura yang dipimpin oleh Imam Husein di padang Karbala adalah kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Kemuliaan adalah sebuah kondisi di mana manusia memiliki kebesaran jiwa, keluhuran budi, dan tangguh. Mereka bukan hanya tidak merasa terhina dan rendah diri di hadapan musuh, tapi kemuliaannya justru semakin bertambah. Sedangkan martabat adalah sebuah kondisi yang menolak segala bentuk kehinaan dan kerendahan.

Martabat kemanusiaan sebagai salah satu dari nilai-nilai Islam yang senantiasa mendapat perhatian. Manusia bermartabat adalah mereka yang sudah menemukan keluhuran jiwa sehingga membuatnya menjauhi kehinaan dan kerendahan. Mereka juga menjaga kehormatan dan harga dirinya di setiap kondisi. Dengan bekal kemuliaan dan martabat yang dimilikinya, orang-orang Mukmin sangat tangguh dalam menghadapi berbagai masalah, dan mereka tahan banting meskipun diterjang badai kesulitan dan musibah besar.

Imam Husein telah menampilkan keteladanan kemuliaan dan martabat kemanusiaan. Ia tidak mengenal kata kompromi dengan kehinaan dan kerendahan. Jiwanya tetap tangguh meskipun anak-anak dan para sahabatnya terbunuh, keluarganya ditawan, dan jasadnya tercabik-cabik oleh pedang musuh. Meskipun Husein bin Ali telah tiada lebih dari seribu tahun lalu, tapi martabat kemanusiaan dan kemuliaan imannya tetap kekal abadi.

Pada dasarnya, Imam Husein mengajarkan kepada umat manusia tentang pelajaran menjaga kemuliaan hidup. Dalam ideologi Imam Husein, sebuah kekalahan untuk memperoleh kemuliaan bukan kegagalan, tapi ia kemenangan sejati.

Imam Husein gugur syahid dalam membela agama dan berjuang melawan kezaliman. Ia tidak bersedia menerima kehinaan dan mengajarkan kepada kaum Muslim kemuliaan dan pengorbanan demi menjaga agama. Imam Husein telah menghidupkan sifat-sifat mulia kemanusiaan, dan mengajarkan kepada masyarakat tentang kepahlawanan dan pengorbanan.

Kemuliaan dan martabat kemanusiaan ini tidak mengizinkan putra Ali as ini menyerah pada kehinaan seperti Ibnu Ziyad. Mereka tidak hanya melecehkan agama, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan menistakan putra Rasulullah Saw. Oleh karena itu, Imam Husein as bangkit menentang mereka.

Dalam sebuah jawaban kepada orang-orang yang mengusulkan baiat dengan Yazid, Imam Husein berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya pejuang putra pejuang telah dihadapkan kepada dua pilihan antara mengangkat pedang atau memilih kehinaan. Enyahlah kehinaan dari kami. Allah Swt dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman pasti menolaknya.”

Imam Husein mustahil memilih kehinaan, karena Allah Swt menginginkan kemuliaan umat manusia. Keputusan Imam Husein menolak baiat sangat penting, karena hal itu sama saja dengan mengakui dan memberi legitimasi kepada pemerintahan Yazid dan Bani Umayyah yang lalim. Penolakan tersebut memberikan pelajaran tentang kehormatan dan kemuliaan kepada generasi mendatang.

Imam Husein berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan menyerah kepada kalian dengan kehinaan dan aku tidak akan lari seperti para budak. Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku, dan Tuhan kalian dari serangan kalian."