Muharram; Bulan Pengorbanan dan Syahadah (7)
https://parstoday.ir/id/radio/west_asia-i45049-muharram_bulan_pengorbanan_dan_syahadah_(7)
Kisah pemenggalan kepala manusia oleh penguasa tiran terus terulang dalam lembaran sejarah. Praktek keji ini dimulai dari pemenggalan kepala Nabi Yahya as dalam perang melawan keangkuhan penguasa tiran di masanya sampai pemisahan kepala Husein bin Ali as dari badannya pada tahun 61 Hijriyah dalam perjuangan menegakkan kebenaran. Di setiap perang, banyak manusia yang disembelih oleh para jagal dan musuh-musuh kebenaran.
(last modified 2025-11-26T09:49:57+00:00 )
Sep 28, 2017 13:08 Asia/Jakarta

Kisah pemenggalan kepala manusia oleh penguasa tiran terus terulang dalam lembaran sejarah. Praktek keji ini dimulai dari pemenggalan kepala Nabi Yahya as dalam perang melawan keangkuhan penguasa tiran di masanya sampai pemisahan kepala Husein bin Ali as dari badannya pada tahun 61 Hijriyah dalam perjuangan menegakkan kebenaran. Di setiap perang, banyak manusia yang disembelih oleh para jagal dan musuh-musuh kebenaran.

Sejarah mencatat bahwa para penguasa tiran selalu mempertahankan kekuasaannya dengan membunuh dan menumpahkan darah orang-orang tak berdosa. Yazin bin Muawiyah adalah seorang pemuda yang tidak matang, suka berpesta pora, pemabuk, dan tidak memiliki kapabilitas untuk mengatur urusan kaum Muslim.

Setelah duduk di singgasana kekuasaan, Yazid terang-terangan berbuat maksiat dan kerusakan serta melecehkan sakralitas agama dan hukum-hukum Allah Swt. Ia bahkan siap melakukan kejahatan apapun demi mempertahankan kekuasaannya. Oleh karena itu, kekuasaan Yazid telah menciptakan kondisi untuk kebangkitan Imam Husein as. Imam sudah sering berbicara tentang karakter asli Yazid dan berkata kepada khalayak, "Apakah kalian tidak menyaksikan kebenaran tidak diamalkan dan kebatilan tidak dicegah? Sunnah-sunnah telah mati dan bid’ah telah dihidupkan kembali.”

Hari ini, para penguasa otoriter dan kekuatan-kekuatan arogan melakukan kejahatan dan penindasan luar biasa demi melestarikan pemerintahannya dan mendistorsi agama Islam. Mereka menginjak-injak kebenaran dan keadilan dengan membentuk sekte dan kelompok-kelompok menyimpang. Perilaku keji teroris Daesh di negara-negara Muslim adalah contoh nyata dari kelompok sesat tersebut. Para algojo Daesh dengan penuh kebuasan memenggal orang-orang tak berdosa dan dengan pemikiran sesatnya, menyelewengkan agama Tuhan.

Dunia modern terbakar dalam kobaran api bid'ah dan pemikiran sesat, dan dengan berkembangnya sekte dan kelompok-kelompok menyimpang, ribuan manusia tak berdosa menjadi korban kejahatan yang paling keji di tangan musuh-musuh agama.

Meskipun nurani manusia tercabik-cabik oleh kejahatan kelompok-kelompok Takfiri dan Zionis serta pembantaian warga di Timur Tengah, namun di seberang sana, kecintaan dan keimanan para ksatria telah menghidupkan kebangkitan Asyura pada tahun 61 Hijriyah, dan menumbuhkan optimisme bahwa dunia pada akhirnya akan menyaksikan keindahan dan perdamaian.

Hari ini berkat ajaran Imam Husein as, para ksatria yang dikenal sebagai "Para Pembela Haram" secara sukarela bangkit membela kehormatan Ahlul Bait dan menghidupkan kembali kenangan tentang para sahabat setia Imam Husein. Perlu dicatat bahwa Asyura bukan sebuah peristiwa dalam satu hari, tapi kebangkitan terhadap kezaliman, ketidakadilan, kebodohan, dan penyimpangan. Pesan abadinya akan ditangkap oleh setiap generasi dan jumlah pencari kebenaran akan semakin bertambah.

Dalam sejarah kebangkitan suci, tidak ditemukan kebangkitan apapun yang tidak disertai oleh penolong setia dan orang-orang yang siap berkorban. Meskipun para nabi dan pembawa panji kebenaran memperoleh pertolongan dari Allah Swt, namun mereka tetap memperhitungkan keberadaan orang-orang mukmin. Allah berfirman, "Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar." (Ali Imran ayat 146)

Mereka adalah orang-orang yang terjun ke medan perang dengan penuh makrifat dan mengerti agama. Allah Swt memuji orang-orang mukmin seperti ini. "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Al-Hujurat ayat 15)

Para sahabat Imam Husein as dan syuhada Karbala memiliki hubungan mesra ini dengan Allah Swt. Kemesraan dan kecintaan ini pula yang membuat mereka rela berkorban di jalan-Nya. Oleh sebab itu dalam ayat dan riwayat, agama ditafsirkan sebagai kecintaan kepada Allah dan ia tampak dalam kadar iman. Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Iman seseorang kepada Allah tidak akan sempurna kecuali kecintaan kepada Tuhan dalam dirinya lebih besar daripada kecintaannya kepada jiwa, ayah, ibu, anak-anak, keluarga, harta benda, dan seluruh masyarakat."

Karakteristik ini dapat ditemukan dalam diri para sahabat Imam Husein dan salah satu dari mereka adalah Wahab bin Abdullah Kalbi. Ia adalah seorang pemuda Nasrani dan bersama ibunya menerima ajakan Imam Husein untuk masuk Islam. Wahab masih berstatus pengantin baru dan bersama istri dan ibunya berangkat ke Karbala untuk membela Islam dan cucu Rasulullah Saw. Wahab terjun ke medan perang dengan gagah berani dan setelah beberapa saat berperang, ia mundur ke belakang dan berkata kepada ibunya, "Apakah ibu rela?"

Ummu Wahab menjawab, "Aku tidak akan rela denganmu kecuali engkau syahid dalam barisan Husein." Dia maju kembali ke medan dan berperang dengan lihai hingga menumbangkan 19 pasukan berkuda dan 20 tentara. Wahab kemudian disergap oleh pasukan musuh dari segala arah dan mereka memotong kedua tangannya.

Istrinya, Haniyah datang menghampiri Wahab dan berkata kepadanya, "Demi ayah dan ibuku, berperanglah dengan musuh dalam barisan orang-orang suci." Imam Husein as meminta Haniyah untuk kembali ke kemah dan Wahab bangkit kembali menyerang musuh. Ia kemudian ditawan dan dibawa menghadap Umar bin Sa'ad. Komandan pasukan musuh ini heran dengan keberanian dan kegagahan Wahab bin Kalbi dan berkata kepadanya, "Betapa keberanian dan kegigihanmu sangat besar."

Umar bin Sa'ad memerintahkan pasukannya untuk memenggal kepala sosok pemberani ini dan melemparkannya ke perkemahan Imam Husein as. Ummu Wahab mengambil kepala putranya itu lalu mencium keningnya. Semua mata menyaksikan pemandangan itu. Mendadak perempuan tua itu bangkit membawa kepala anaknya lalu melemparkannya ke tengah medan sambil berseru, "Kami tak pernah mengambil lagi apa yang sudah kami persembahkan di jalan Allah."

Hari ini, seorang pemuda 25 tahun bangkit membela kehormatan Ahlul Bait dan ia kemudian ditangkap oleh musuh. Pasukan musuh membuat video tentang penyanderaan pemuda tersebut dan menyebarkannya ke media. Dengan cara ini, musuh ingin memperlemah semangat para pemuda Muslim dan revolusioner. Namun, ia tetap berdiri tegak di hadapan musuh meski peluru telah bersarang di tubuhnya.

Seorang jagal buas dengan sebilah pisau di tangannya, memenggal kepala syahid Mohsen Hojaji, sosok pemuda yang sejak kecil sudah akrab dengan kisah herosime Imam Husein di Karbala. Ini adalah adegan yang tidak asing bagi para pecinta Ahlul Bait as dan Husein as.

Ketika foto pemenggalan syahid Mohsen Hojaji tersebar luas di media, orang-orang bertanya kepada istrinya, "Apakah engkau juga melihat foto tersebut?" Ia menjawab, "Iya, aku menyaksikan badan tanpa kepala suamiku, banyak orang memintaku untuk tidak melihatnya, tapi aku menjawabnya seperti ini. 'Sebagaimana Sayidah Zainab di Karbala tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan, aku juga tidak melihat apapun di jalan ini dan di foto ini kecuali keindahan.'"

"Kecintaan suamiku kepada Ahlul Bait sangat besar dan mengalami apa yang mereka alami hingga gugur syahid. Musuh menghunus pedang untuk Imam Ali as, mereka juga menghujam pisau untuk suamiku. Mereka memisahkan kepala suamiku dari badannya seperti kepala Imam Husein as, Mohsen juga seperti Ali Akbar bin Husein sama-sama seorang pemuda. Suamiku seperti Sayidah Zainab as disandera dan seperti Imam Husein, kepala dipisah dari badannya," ujar Zahra Abbasi, istri syahid Mohsen Hojaji.