Muharram; Bulan Pengorbanan dan Syahadah (8)
https://parstoday.ir/id/radio/west_asia-i45093-muharram_bulan_pengorbanan_dan_syahadah_(8)
Imam Husein as dengan kepergiannya telah menyingkirkan kegelapan dari kehidupan, menghancurkan kezaliman, dan menegakkan keadilan.
(last modified 2025-11-26T09:49:57+00:00 )
Sep 29, 2017 11:24 Asia/Jakarta

Imam Husein as dengan kepergiannya telah menyingkirkan kegelapan dari kehidupan, menghancurkan kezaliman, dan menegakkan keadilan.

Al-Quran mengingatkan pentingnya jihad di jalan Allah Swt seperti yang tertuang dalam surat An-Nisa ayat 95 yaitu; "Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya… Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar."

Mujahid adalah orang yang berjuang di jalan Allah untuk melawan penindasan dan ketidakadilan. Ia menentang orang-orang zalim dan kekejaman yang mereka lakukan di muka bumi, karena berdiam diri menyaksikan penindasan dan kerusakan, sama artinya ikut berkontribusi dalam perbuatan keji tersebut. Allah Swt berfirman, "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (Surat Hud, ayat 113)

Ketika Yazid bin Muawiyah dengan keangkuhan dan kezalimannya, telah tenggelam dalam kerusakan dan penyimpangan; menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, dan menentang sunnah Rasulullah Saw, maka nasehat sudah tidak mempan lagi baginya. Di sisi lain, Imam Husein as – dengan kesadaran tidak akan mencapai kemenangan lahiriyah atas musuh – mengibarkan panji perjuangan dan dengan memilih mati syahid, beliau melakukan sebuah pekerjaan besar yang mungkin untuk dilakukan.

Dalam sebuah ucapannya, Imam Husein berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya pejuang putra pejuang telah dihadapkan pada dua pilihan antara mengangkat pedang atau kehinaan. Enyahlah kehinaan dari kami. Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman menolaknya." Pada kesempatan lain, ia berkata, "Demi Allah, aku tidak akan menyerah kepada kalian dengan kehinaan dan aku tidak akan lari seperti para budak. Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kalian dari serangan kalian."

Dengan logika seperti ini, Imam Husein as ibarat mentari yang muncul dari ufuk dan mengabarkan kedatangan pagi. Allah Swt memberikan berita gembira bahwa kematiannya di jalan kebenaran lebih bernilai dan lebih berpengaruh dari kehidupannya. Allah berfirman, "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (Al-Baqarah, ayat 154)

Para ilmuwan menganggap mati syahid sebagai jantung sejarah. Sebagaimana jantung mengaliri darah dan kehidupan ke seluruh tubuh, masyarakat yang sudah layu kembali menemukan kehidupan dan kebaruan dengan aliran darah syuhada. Mukjizat terbesar mati syahid adalah menghadiahkan optimisme dan iman kepada sebuah generasi.

Kesyahidan dapat dianggap sebagai manifestasi pengorbanan yang paling sempurna. Aspek pengorbanan di jalan Allah ini telah mengangkat kedudukan dan derajat para syuhada. Pengorbanan syuhada tidak hanya membawa kesempurnaan individual dan kedudukan luhur bagi mereka, tapi juga memberikan dampak konstruktif dan menanamkan benih-benih perubahan bagi nasib sebuah umat.

Darah suci Husein bin Ali as menjadi sumber kehidupan yang terus mengalir dalam nadi bangsa-bangsa dan mengantarkan mereka pada kehidupan yang sesungguhnya. Imam Husein tetap hidup abadi, di mana setiap tahun dengan heroisme sejati, menyeru semua orang untuk membela kebenaran dan keadilan di masanya.

Pada Hari Asyura, Imam Husein menyaksikan peristiwa-peristiwa yang menyayat hati di mana pena tidak mampu melukiskannya. Hari itu kebengisan dan kekejaman muncul dalam bentuknya yang paling parah. Akses air ditutup untuk Imam dan para sahabatnya, tangisan Ali Asghar yang masih menyusui dan kehausan dijawab dengan tembakan anak panah oleh tentara Ibn Ziyad, bayi mungil itu gugur syahid dengan penuh dahaga.

Pasukan Ibn Ziyad berlomba untuk membunuh Ali Akbar, putra Husein as yang paling mirip rupa dan akhlak dengan Rasulullah Saw. Pedang musuh telah membelah kepala suci Ali Akbar. Pasukan musuh memotong dua tangan Abbas yang dikenal dengan Purnama Bani Hasyim ini dan melesatkan anak panah beracun ke matanya. Musuh tidak puas dengan hanya membunuh, jasad para syuhada Karbala diinjak-injak dengan kuda, kemah-kemah perempuan Bani Hasyim disulut api, anting-anting dirampas dari telinga anak-anak, dan cambuk dihempaskan ke badan manusia-manusia terbaik.

Satu-satunya yang tersisa pada hari itu adalah keindahan jihad di jalan Allah, kesyahidan, dan keabadian revolusi. Ketika Imam Husein as menyaksikan para sahabatnya menjemput mati syahid dengan cinta, beliau berkata, "Menjadi mudah bagiku atas setiap musibah yang datang, karena ia dalam penglihatan Allah."  

Kebangkitan Imam Husein as telah berlalu sekitar 1400 tahun lalu, tapi semua yang terjadi di dunia modern sama seperti di masa itu. Rezim-rezim agresor bangkit menyerang dan semua orang dipaksa untuk menerima kehinaan. Hari ini, kejahatan dan kekejaman yang luar biasa di Yaman, Suriah, Irak, dan yang terbaru di Myanmar, kembali mengingatkan umat manusia pada kekejaman Yazid dan pasukannya.

Teroris Takfiri dengan mudah memenggal kepala orang-orang tak berdosa dan agama hanya menjadi permainan lisan mereka. Mereka juga membidik para penjaga kehormatan dan komplek makam suci Ahlul Bait Nabi Saw. Di Yaman, pasukan bersenjata modern pimpinan Arab Saudi dengan agresif menyerang warga sipil yang tak berdaya. Setiap hari para jurnalis mengabarkan kisah tragis dari medan perang yang tak berimbang; ‘Seorang bayi Yaman menjemput maut dalam dekapan orang tuanya setelah serangan rezim Saudi.’

Kabar tragis lain menyebutkan bahwa teroris Daesh telah memenggal beberapa warga Suriah dan Irak atau beberapa Muslim Rohingya meninggal dunia akibat fanatisme buta dan kekejaman aparat militer Myanmar.

Kekejaman dan penindasan terhadap orang-orang tak berdosa meski mencapai puncaknya pada peristiwa Karbala, namun praktek ini terus berlanjut di sepanjang sejarah dan para durjana tak henti-hentinya menindas dan menumpahkan darah banyak orang di dunia ini. Di masa lalu, rezim Saddam dengan persenjataan mutakhir berhasrat untuk menaklukkan Khuzestan Iran dalam tiga hari. Ia memperoleh dukungan dari kekuatan-kekuatan dunia untuk menghancurkan Revolusi Islam yang lahir dari kebangkitan Husein as.

Namun, seluruh lapisan masyarakat Iran dengan slogan 'Ya Husein' dan 'Ya Zahra' secara sukarela mendaftarkan diri untuk dikirim ke medan jihad. Kegilaan Saddam telah membuatnya menggunakan lebih dari 3500 kali senjata kimia di berbagai daerah. Tindakan tidak manusiawi ini membuat Iran kehilangan ribuan warganya dan menjadikan negara ini sebagai korban terbesar senjata pemusnah massal.

Agresi Irak terhadap Iran meski berjalan selama 8 tahun, namun pada akhirnya pengorbanan para pejuang dan darah syuhada – seperti darah syuhada Karbala – membuat Revolusi Islam bertahan dan seakan para pejuang Iran sedang menapaki jejak syuhada Karbala. Pengorbanan, keikhlasan, dan kecintaan kepada Ahlul Bait Nabi Saw menyatu dalam diri mereka demi menegakkan kebenaran dan keadilan.

Di suatu malam Tasu'a (9 Muharram), para pejuang Iran di medan tempur membacakan doa ziarah Asyura dengan penuh kekhusyukan dan mereka meneteskan air mata ketika sampai pada kalimat, "Andai saja aku bersama kalian dan mendapatkan kemenangan bersama kalian." Ketika itu, Syahid Doktor Mostafa Chamran tak kuasa menahan tangis dan terdiam di luar benteng pertahanan.

Syahid Chamran kemudian berdiri melantunkan puisi, "Wahai pemimpinku, Wahai Husein, kami tidak hadir di Asyura dan Karbala ketika itu sehingga gugur syahid bersamamu. Namun, kami selalu berkata andai kami bisa bersamamu waktu itu. Hari ini dengan seruan Labbaika Ya Husein dan cita-citamu, kami datang ke Karbala Khuzestan, kami ingin gugur syahid di sini."