Ali bin Abi Thalib, Insan Yang Sempurna
(last modified Tue, 26 Apr 2016 06:33:06 GMT )
Apr 26, 2016 13:33 Asia/Jakarta

Hari ketika Ali terlahir ke dunia di dalam Ka'bah, mata warga Mekah terbelalak menyaksikan keajaiban ini. Sebab, tak pernah ada seorangpun yang lahir di dalam Ka'bah selain putra Abi Thalib ini.

Kejadian tersebut mengisyaratkan bahwa putra yang lahir pada tanggal 13 Rajab ini adalah orang besar yang disegani dan dikagumi bahkan ribuan tahun setelah kematiannya. Kehidupannya yang penuh makna telah melahirkan pemikiran besar yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang hidup sezaman dengannya dan diwarisi oleh generasi-generasi berikutnya.

Hari ini kita memperingati kelahiran insan yang dikenal keluasan dan kedalaman ilmunya. Dia figur pemimpin yang bijak dan ramah. Dia adalah sosok manusia dengan kepribadian yang kuat dan stabil. Sebelum menjalankan keadilan dia terlebih dahulu menerapkannya pada diri sendiri. Kemuliaan akhlak menjelma dalam bentuk terindah dalam dirinya. Beliau memadukan antara pemikiran yang tajam dan mendalam dengan kasih sayang yang lembut. Malam hari ketika larut dalam ibadah, dia terputus dari segala sesuatu kecuali Allah. Di siang hari, dia terjun ke tengah medan dengan berbagai aktivitas sosial dan politik.

Sosok pemimpin agung ini dikenal pemaaf, pemberani dan ksatria tanpa tandingan. Jawara di medan perang ini tampil sebagai ilmuan yang bijak saat berbicara menebar hikmah. Semua orang dengan seksama mendengar tutur kata yang bak mutiara bertebaran dari lisannya. Setiap malam bintang-bintang di langit menjadi saksi air mata penghambaan dan kekhusyukannya dalam beribadah. Suara lirih munajatnya di kegelapan malam menyentuh hati siapa saja yang mendengarnya. Dialah Ali bin Abi Thalib, sosok insan kamil yang menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan keindahan manusia Ilahi.

Imam Ali as putra keempat Abi Thalib lahir tanggal 13 Rajab sepuluh tahun sebelum kenabian Rasulullah Saw. Ibunya bernama Fatimah binti Asad, wanita agung yang dikenal karena kesucian dan kemuliaannya. Ali yang lahir di dalam Kaabah hanya hidup bersama ayahandanya sampai berusia enam tahun. Sebab, kota Mekah kala itu didera paceklik yang melambungnya harga barang-barang kebutuhan hidup. Beban biaya pengeluaran keluarga warga Mekah melonjak.

Nabi Saw akhirnya mendatangi sang paman dan menawarkan diri untuk mengasuh Ali demi meringankan beban ekonomi Abu Thalib. Sejak itulah Ali diasuh dan dididik langsung oleh Nabi Saw. Dalam salah satu khotbahnya yang tercatat dalam kitab Nahjul Balaghah, Imam Ali as menceritakan masa itu dan mengatakan, "Aku selalu mengikuti Nabi layaknya anak unta yang mengikuti induknya. Setiap hari Nabi Saw mengajarkan akhlak yang mulia kepadaku dan memintaku untuk mencontohnya."

Setelah wahyu turun dan Nabi Saw memulai tugas risalah kenabian, Ali adalah orang pertama yang menerima seruan Nabi dan mengikuti agama yang beliau bawa. Suatu hari, Abu Thalib melihat putranya sedang shalat bersama Nabi Saw.

Kepada putranya itu, Abu Thalib bertanya, "Anakku, apa yang kau lakukan tadi?"

Ali menjawab, "Aku telah menerima ajaran Islam dan demi mendapat keridhaan Allah aku melaksanakan shalat bersama sepupuku."

Abu Thalib berkata, "Anakku, jangan sampai engkau berpisah darinya, sebab dia tak akan pernah mengajakmu kecuali kepada kebaikan dan kebahagiaan."

Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk pertama-tama mengajak sanak keluarga terdekatnya kepada ajaran tauhid. Untuk melaksanakan perintah Allah, Nabi Saw mengundang 40 orang dari keluarga dekatnya untuk sebuah jamuan makan. Namun di hari pertama, beliau tak sempat menyampaikan risalah kenabian kepada mereka. Di hari berikutnya, beliau melakukan hal yang sama.

Di hadapan sanak keluarga itu, Nabi Saw bersabda, "Siapakah di antara kalian yang bersedia membantuku dan beriman kepadaku sehingga aku menjadikannya sebagai saudaraku dan penerus setelahku?"

Ali bangkit dan menjawab, "Aku siap membantu dan membelamu, ya Rasulullah."

Nabi Saw meminta sepupunya itu untuk duduk. Beliau mengulang kata-kata sebelumnya untuk kali kedua. Tak ada yang menjawab selain Ali. Kejadian yang sama terulang sampai tiga kali.

Akhirnya Nabi Saw di hadapan sanak keluarga beliau bersabda, "Ali adalah saudara, penerima wasit, pewaris dan penggantiku di tengah kalian."

13 tahun berlalu sejak Nabi Saw pertama kali menyampaikan risalah tauhid di Mekah. Segala macam gangguan beliau hadapi dengan tabah dan kesabaran yang tak terlukiskan. Akhirnya, setelah kondisi tidak lagi memungkinkan bagi beliau untuk melanjutkan misinya di kota itu, Rasul Saw hijrah ke kota Madinah setelah sebelumnya beliau memerintahkan kaum muslimin untuk berhijrah terlebih dahulu.

Malam hari ketika hendak meninggalkan rumahnya, beliau meminta Ali as untuk tidur di pembaringannya. Ali menerima perintah itu dengan senang hati meski nyawa harus menjadi taruhannya. Kisah pengorbanan besar putra Abu Thalib itu diabadikan oleh Allah Swt dalam al-Quran. Allah berfirman, "Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya." (QS. 2: 207)

Selama tiga hari setelah Rasulullah hijrah, Ali menyerahkan semua amanat yang ada di tangan Rasul kepada para pemiliknya. Selanjutnya, beliau bersama ibunya Fatimah binti Asad, Fatimah putri Rasulullah Saw dan beberapa orang lainnya bertolak meninggalkan Mekah menuju Madinah. Menyaksikan kedatangan Ali dan rombongan di Madinah, Rasulullah Saw bersuka cita dan memuji pengorbanan Ali yang tiba di kota baru itu dalam kondisi kaki yang melepuh dan terluka.

Di Madinah, Rasulullah Saw mengikat kaum Muslimin dalam ikatan persaudaraan antara mereka. Masing-masing orang menemukan saudaranya sedangkan Ali dikhususkan oleh Rasul untuk menjadi saudaranya. Beliau bersabda, "Wahai Ali, engkau adalah saudaraku di dunia dan akhirat." Tahun kedua, Nabi menikahkan putri kesayangannya, Fatimah as dengan Ali. Tak lama kemudian, terjadi perang Badar yang mementaskan keberanian, kepahlawanan dan ketulusan Ali. Kepahlawanan Ali pun menjadi buah bibir.

Syeikh Mufid mengatakan, "Ketika perang berkecamuk di Uhud, Ali menjadi primadona sehingga Nabi Saw bersabda, "Ali dariku dan aku darinya." Di perang inilah, dari langit terdengar suara yang berseru, "Tidak ada ksatria seperti Ali dan tak ada pedang seperti Dzul Fiqar."

Tahun kelima hijrah terjadi perang Khandaq. Lebih dari sepuluh ribu orang memperkuat lasykar Kafir. Mereka datang dari berbagai penjuru jazirah Arabia untuk menghancurkan Madinah. Terjadi duel yang terkenal antara Ali dari pasukan Islam dan Amr bin Abdi Wad, dari pasukan Kufur. Duel itu dikomentari oleh Nabi Saw dalam sabdanya, "Keimanan sepenuhnya tengah bertempur melawan kekafiran seutuhnya. Ali berhasil menyungkurkan Amr dan jawara kafir yang ditakuti itu tewas di tangan pemuda bernama Ali.

Perang Khaibar pecah. Pengkhianatan orang-orang Yahudi Khaibar tidak bisa dibiarkan. Nabi Saw dua kali mengirim ekspedisi militer untuk menundukkan Khaibar yang dikokohkan dengan sejumlah benteng kuat. Kedua ekspedisi itu gagal. Akhirnya, Rasul Saw mengumumkan akan mengirim ekspedisi berikutnya dan bersabda, "Besok aku akan menyerahkan bendera ini kepada orang yang tidak akan pernah lari dari medan perang. Dia orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah akan membuka benteng Khaibar dengan tangannya." Esok hari, Rasulullah Saw menyerahkan panji itu kepada Ali bin Thalib dan Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum Muslimin.

Ali selalu menyertai Rasul dalam suka maupun duka. Ali bersama Nabi kala beliau terusir dari Mekah dan menyertai beliau kala Mekah ditakluk. Tahun kesepuluh hijrah, sekembalinya dari Haji Wada' atau haji perpisahan, Nabi Saw mengumpulkan semua yang bersama beliau di Ghadir Khum dan bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya pula."

Imam Ali as adalah sosok pemimpin yang dikenal adil. Tak ada yang dapat menandingi keadilan figur yang dididik langsung oleh Nabi Muhammad Saw ini. Dalam sebuah riwayat, Imam Ali as berkata, "Ketahuilah, bahwa sejengkal pun tanah yang dihadiahkan kepada orang tanpa hak dan sekeping pun uang yang diambil secara tidak benar dari baitulmal akan ditarik kembali ke kas pemerintahan Islam Sesungguhnya kebenaran tidak akan mengubah apapun menjadi batil. Berlalunya masa tidak membuatku melupakan masalah ini..."

Suatu malam, Talhah dan Zubair datang menemui Imam Ali saat beliau sedang melakukan penghitungan khazanah Baitul Mal. Ali memadamkan lampu dan menghidupkan lampu yang lain. Beliau berkata, "Lampu ini adalah milik baitul mal yang aku gunakan untuk kepentingan baitul mal sendiri. Tapi lampu yang sekarang ini kuhidupkan adalah milik pribadi sebab kalian datang kepadaku untuk berbicara soal pribadi. Aku tak mau menggunakan barang baitul mal untuk kepentingan yang lain." Setelah pertemuan itu usai, keduanya beranjak pergi sambil bergumam, "Tidak ada orang yang kuat menghadapi keadilan seperti ini."

Mengapa Ali sedemikian diagungkan dan dipuja? Mengapa sepanjang sejarah dia dicintai dan disanjung? Ali adalah manusia Ilahi yang hanya berbuat dan berkata untuk keridhaan Allah. Itulah yang membuatnya kekal. Beliau pernah menggambarkan keunggulan ilmu atas harta, yang salah satunya adalah;

"Pengumpul harta adalah orang yang mati saat mereka masih hidup sementara orang yang berilmu akan tetap hidup meski ia telah mati. Jasadnya telah lebur dan binasa tapi kesan dan pengaruhnya kekal di hati."


Tags