Perencanaan Pembangunan yang Sesuai dengan Daerah Rawan Bencana
Dengan curah hujan yang tinggi, topografi yang terjal, perubahan tata ruang hijau menjadi bangunan, hingga kesadaran warga, ternyata antisipasi bencana alam (banjir, longsor, gempa, tsunami) oleh pemerintah daerah (pemda) terbukti masih rendah.
Bencana alam sangat dinamis dan tantangan ke depan semakin berat seiring terjadinya degradasi kualitas lingkungan. Ketika hutan terus dialihfungsikan, pepohonan ditebangi, pembangunan fisik tidak terkendali, maka bencana alam akan semakin kerap terjadi. Banjir dan longsor telah melumpuhkan perekonomian kota/kabupaten, memutus jaringan transportasi dan angkutan logistik, menghancurkan sentra pertanian, dan merendam permukiman warga.
Tanah longsor menjadi bencana paling mematikan dengan 1.841 korban jiwa dalam 10 tahun terakhir, sementara 40,9 juta (17,2%) penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan bencana longsor (Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB, 2018).
Bappenas menghitung kerugian negara akibat bencana mencapai Rp 30 triliun per tahun. Bencana alam yang pernah terjadi di masa lampau, sekarang, dan berpotensi akan terjadi lagi di masa depan harus menjadi pelajaran bersama.
Namun harus diketahui bahwa bencana longsor tersebut tidak hanya disebabkan oleh datangnya musim penghujan. Satu di antara penyebab longsor lainnya adalah posisi rumah yang berada di daerah rawan.
Karena pertumbuhan ekonomi bagus, pertumbuhan penduduk bagus, sementara lahan terbatas. Kadang orang membuat pemukiman berbukit-bukit. Atas sikap kurang waspada tersebut, sosialisasi peta kebencanaan perlu dioptimalkan sebagai satu di antara pegangan dalam membangun sebuah proyek atau pemukiman. Dalam peta tersebut, orang dapat melihat daerah mana yang rawan bencana jika dibangun sebuah proyek atau pemukiman.
Kenyataan ini membuat Joko Widodi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan masalah ini bahwa Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana sangat penting dalam rangka mengkonsolidasikan penanganan dan pencegahan bencana.
"Forum ini sangat strategis terkait konsolidasi bencana. Ini penting dan lama tidak disinggung," katanya pada 4000 peserta saat membuka rapat koordinasi tersebut di JX International Expo, Surabaya, Sabtu (02/02).
Hadir pada rapat itu adalah Sekretaris Kabinet Kerja, Pramono Anung, Gubernur Jatim, Soekarwo, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Doni Monardo, dan perwakilan seluruh Badan Penenggulangan Bencana Daerah.
Jokowi menjelaskan perencanaan dan perancangan pembangunan di daerah harus dimulai karena negara Indonesia berada di area cincin api.
Untuk itu Jokowi menghimbau kepada semua perwakilan Badan Prencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) harus mengerti dimana daerah yang dilarang dan diperbolehkan saat mendirikan pembangunan.
Kedua, rakyat harus taat dan patuh pada rencana dan tata ruang agar bencana tidak selalu terulang ditempat yang sama.
"Karena bencana selalu terulang ditempat yang sama. Kalau ada ruang yang sudah merah jangan dibolehkan mendirikan bangunan,” kata Jokowi.
Ketiga, Bappeda mulai ajak rakyat membangun bangunan tahan bencana.
Keempat, melibatkan pakar bencana dalam meneliti, mengkaji dan menganaliss potensi bencana supaya mampu memprediksi dan mengantisipasi dampak bencana.
"Sehingga kita tahu akan ada pergeseran lempengan. Kalau pakar dan akademisi berbicara, tinggal sosialisasi pada masyarakat," tambah Jokowi.
Kelima, apabila ada bencana masyarakat harus tahu, berkoordinasi kepada Gubernur yang bertugas sebagai komandan satgas, Kapolda dan TNI serta pemda.
Keenam, membuat sistem peringatan dini yang terpadu, berbasis rekomendasi dari hasil penelitian pakar.
"Daerah harus mulai membuat sistem pembangun itu," ungkapnya.
Jokowi juga mengingatkan Kepala BNPB Doni Monardo agar secepatnya mengkoordinasikan semua pihak agar sistem dini segera terwujud.
Jokowi juga menghimbau agar tahun 2019 mulai melakukan edukasi kebencanaan, baik tingkat sekolah, masyarakat sampai tingkat paling bawah.
"Papan-papan peringatan itu kita diperlukan, rute-rute evakuasi harus ada, jangan ada yang lari ke barat ke timur. Lakukan simulasi penangan bencana secara berkala dan teratur, sehingga siap menghadapi bencana,” pungkas Jokowi.