Pro dan Kontra RUU Permusikan Indonesia
(last modified Wed, 06 Feb 2019 06:20:37 GMT )
Feb 06, 2019 13:20 Asia/Jakarta
  • Gedung DPR RI
    Gedung DPR RI

Menelisik kembali perdebatan hangat yang mencuat dalam beberapa hari terakhir dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang tentang Permusikan, di satu sisi, para penggagas RUU ini menilai pentingnya ada undang-undang yang khusus mengatur mengenai permusikan nasional. Di sisi lain, ada yang keberatan profesinya diatur.

Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta masyarakat tidak terlalu khawatir tentang Rancangan Undang-Undang Permusikan. Bambang mengatakan draf ini baru rancangan yang masih bisa diubah.

"Tentang RUU permusikan sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan dan di-kepo-kan karena perjalanannya masih jauh, prosesnya masih panjang," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Rabu (6/2/2019). Sebagaimana dilaporkan Kompas hari Rabu (06/02).

RUU Permusikan memantik pro dan kontra dari para musisi. Bambang mengatakan nantinya pembahasan RUU ini akan melibatkan mereka yang setuju dan yang menolak.

Bambang menyebut ada dua cara yang bisa ditempuh musisi supaya bisa memberikan masukan terhadap RUU ini. Bisa melalui usulan dari jalur DPR atau dari jalur pemerintahan.

"Bagi kami di DPR, kami welcome pada semuanya karena kami bikin ini kan untuk mereka, bukan yang lain. Kalau mereka menganggap ini tidak perlu ya monggo, tetapi ada sebagian yang merasa perlu," kata Bambang.

Ilustrasi musik

Sebelumnya, sebanyak 260 musisi menyatakan menolak pengesahan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan.

Ratusan musisi dari berbagai genre itu tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan.

Dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com pada Senin (4/2/2019), koalisi menilai tidak ada urgensi bagi DPR dan pemerintah untuk membahas serta mengesahkan RUU Permusikan untuk menjadi Undang-Undang. Sebab, draf RUU Permusikan dinilai menyimpan banyak masalah yang berpotensi membatasi, menghambat dukungan perkembangan proses kreasi, dan justru merepresi para pekerja musik.

Sebagian musisi menyatakan keberatan mereka terhadap sertifikasi dan uji kompetensi bagi musisi yang di RUU ini terkesan wajib. Padahal sertifikasi musik umumnya bersifat opsional, bahkan lembaga sertifikasi musik yang adapun biasanya tidak memaksa pelaku musik.

Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak untuk tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi. Sebagian dari mereka menilai ada sejumlah pasal yang perlu dikaji ulang sebelum akhirnya disetujui untuk disahkan.

Pengamat musik Aldo Sianturi mencontohkan pasal 32 Ayat 1 mengenai uji kompetensi musisi. Pasal ini bila nantinya berlaku maka akan menyulitkan musisi otodidak.

Secara khusus pasal ini mengharuskan pelaku industri musik yang diakui adalah mereka yang berasal dari jalur pendidikan. Kalaupun mereka belajar otodidak, maka harus mengikuti uji kompetensi.

Mengenai uji kompetensi musisi, bagi dia masih terlampau dini untuk Indonesia mengaplikasikan hal ini untuk musisi otodidak. Itulah sebabnya, secara umum isi draf RUU ini membatasi para seniman berkreasi karena harus tunduk pada batasan, padahal kerja seniman tak perlu pembatasan.

Isi draf RUU ini dinilai membatasi kebebasan mencipta para seniman dan mengatur agar tunduk kepada batasan. Sementara seniman itu orang pandai dan punya self-censorship yang naluriah. Jadi, tidak perlu dikekang.

Aldo menekankan RUU Permusikan sebaiknya dikaji ulang dan tidak dulu disahkan jika musisi Tanah Air masih mengajukan protes.

Selama cuitan musisi di media sosial tidak berhenti memprotes draf RUU, sebaiknya dikaji ulang dengan transparansi dan jangan ada pengesahan sepihak sama sekali. Efeknya kurang baik bagi perjalanan dan perjuangan musisi Indonesia.

Salah satu penggagas RUU Permusikan yang juga anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah kemudian bereaksi dan menyampaikan tanggapan atas sikap sebagian musisi dalam menyikapi RUU ini.

Tanggapan Anang disampaikan secara kronologi mengenai kelahiran RUU Permusikan. Proses panjang itu kini menempatkan RUU Permusikan telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019.

Menurut Anang Hermansyah, sejumlah kritik dari publik umumnya menyangkut soal substansi materi yang tertuang dalam RUU Permusikan. Kritik dan tanggapan publik atas RUU Permusikan cukup positif.

Karena itu dia bersyukur atas respons dan kritik terhadap RUU Permusikan. Ini berarti ada kepedulian dari pihak terkait (stakeholder) atas keberadaan RUU ini.