Krisis Global dan Peluang Indonesia
Bank Indonesia (BI) menilai ketidakpastian ekonomi global yang masih berlanjut akan berdampak pada emerging market atau negara-negara berkembang. Deputi Komunikasi BI Onny Widjarnako mengatakan, pertumbuhan ekonomi global yang melambat akan memberikan keuntungan bagi Indonesia.
Dia meyakini Indonesia akan mendapatkan aliran modal asing yang tinggi. "Kalau untuk emerging market diperkirakan dengan pertumbuhan ekonomi di negara maju yang melambat aliran modal asing akan beralih ke emerging market," ujar Onny di Bali, Jumat (27/9/2019).
Dia menambahkan, aliran modal asing akan tetap tinggi di Indonesia. Dia mencatat sampai Agustus aliran modal asing sudah mencapai USD3,5 miliar. "Jadi karena aliran modal asing yang cukup deras membuat cadangan devisa kita juga masih terjaga," tambahnya.
Hal yang sama disampaikan Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution bahwa pelambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) tidak mempengaruhi Indonesia. Bahkan, dia menilai Indonesia akan diuntungkan dengan pelambatan ekonomi Negeri Paman Sam tersebut.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) melambat di kuartal II/2019 menjadi 2% dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 3,1%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi AS disinyalir terjadi akibat adanya perang dagang dengan Cina yang telah berlangsung hampir 15 bulan.
Tantangan bagi Indonesia
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengungkapkan, pengusaha pada dasarnya telah menyiapkan sejumlah antisipasi guna menghadapi ancaman resesi global.
Tetapi, kata dia, mereka juga butuh bantuan pemerintah dalam menyediakan kebijakan yang memantik iklim bisnis bagi pelaku ekonomi. Terutama melihat beberapa negara besar telah lebih dulu terjerembab di lubang resesi.
"Setidaknya untuk bisnis-bisnis yang berorientasi ekspor, yang memang bisa menjadi sangat rentan colapse bila terjadi krisis global dengan terus menerus melakukan efisiensi produksi dan berupaya mendiversifikasi pasar ekspor," tuturnya, Ahad (29/9/2019). Sebagaimana hasil pantauan Parstodayid dari Liputan6, Ahad.
"Hanya saja langkah ini tidak bisa maksimal karena secara umum tingkat efisiensi pelaku usaha sangat tergantung terhadap kebijakan-kebijakan yang mengikat kegiatan usaha di sektor masing-masing," lanjut dia.
Misalnya saja, sebagai eksportir, lanjut dia, pengusaha tidak bisa memangkas biaya pengurusan izin impor atas input produksi bila aturan impornya tetap sama. Maka perlu memperkecil risiko pada faktor ekonomi perusahaan yang paling rentan terkena krisis.
"Jadi memang kami betul-betul meminta agar Pemerintah untuk lebih serius melakukan efisiensi kebijakan agar punya antisipasi krisis global," tegasnya.
Pangkas Regulasi Hadapi Tantang Global
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memimpin rapat terbatas yang membahas masalah Penataan dan Persyaratan Penanaman Modal, di Kantor Presiden, Jakarta, pada Rabu 25 September 2019 siang.
Dalam pengantarnya, Jokowi menyampaikan bahwa berdasarkan informasi-informasi yang diterimanya, dalam kondisi ekonomi global yang melambat, (saat ini) banyak negara-negara lain sudah masuk kepada resesi.
Oleh sebab itu, Presiden mengingatkan, bahwa semua berpacu dengan waktu dan harus bergerak dengan cepat dengan pemangkasan, dengan penyederhanaan dari regulasi-regulasi yang menghambat.