Kunjungan Menlu Irak ke Iran; Hubungan Bilateral dan Regional
-
Menlu Iran Hossein Amir Abdollahian dan sejawatnya dari Irak, Fuad Hussein
Menteri Luar Negeri Irak, Fuad Hussein bersama delegasi tiba di Tehran untuk bertemu dengan pejabat Republik Islam Iran.
Qasim al-Araji, penasihat Keamanan Nasional Irak dan sejumlah lain dari petinggi negara ini turut menyertai kunjungan Fuad Hussein ke Iran.
Menlu Irak selama kunjungannya ke Tehran dijadwalkan bertemu dengan pejabat Iran termasuk Menlu Hossein Amir-Abdollahian membahas hubungan bilateral dan transformasi kawasan.
Amir-Abdollahian beberapa waktu lalu di pesannya kepada Fuad Hussein menekankan kesiapan Iran menggalang kerjasama dengan Irak untuk mengembangkan dan memajukan penuh hubungan di antara kedua negara.
Kunjungan delegasi Irak ke Tehran dilakukan ketika arena politik dan keamanan Irak menyaksikan transformasi penting; Pengadilan federal Irak setelah sidang membahas pengaduan kecurangan pemilu parlemen dua kali ditangguhkan akan mengumumkan keputusan mereka Ahad depan, selain itu perkembangan lain adalah komando operasi gabungan Irak mengonfirmasi dua pangkalan militer Ain al-Asad dan Harir telah dikosongkan dari keberadaan pasukan Amerika Serikat.
Iran selama beberapa tahun terakhir, selama Irak menghadapi krisis, senantiasa menjadi negara pertama yang membantu Baghdad. Di antaranya adalah Iran selama serangan brutal Daesh (ISIS) ke Irak senantiasa berada di samping rakyat dan pemerintah Baghdad serta mampu mencabut akar terorisme dan kemudian hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara terus meningkat.
Presiden Irak Barham Salih seraya memuji upaya Republik Islam Iran menjaga kedaulatan dan integritas wilayah Irak serta perang kontra terorisme mengatakan, sejarah mencatat bahwa Iran penolong Irak di hari-hari yang sulit dan hal ini akan tetap menjadi penerang jalan masa depan hubungan kedua negara.
Di antara negara-negara Arab di kawasan Asia Barat, Irak memiliki kedekatan paling besar dari sisi budaya dan mazhab dengan Iran. Keberadaan perbatasan paling panjang antara kedua negara (sekitar 1258 km perbatasan darat dan 351 km perbatasan laut/air), ikatan rasial, sejarah, bahasa, kesamaan agama dan mazhab, dan keberadaan ancaman serta kepentingan bersama keamanan dan ekoonmi termasuk poin penting di hubungan Iran dan Irak. Sementara statemen pejabat Iran dan Irak juga menunjukkan tekad kuat kedua negara untuk mengembangkan hubungan penuh di antara mereka.
Tapi Amerika Serikat selama beberapa tahun terakhir selain berupaya membuat ketegangan hubunagn politik Tehran dan Baghdad, juga melakukan langkah-langkah untuk menurunkan kerja sama perdagangan Iran dan Irak, dan dalam hal ini, Washington dengan menjatuhkan beragam sanksi telah menciptakan kendala di perdagangan Tehran-Baghdad.
Namun demikian, Iran dan Irak menargetkan perdagangan senilai 20 miliar dolar dan menurut keterangan kantor dagang bersama Iran dan Irak, volume perdagangan kedua negara di tujuh bulan tahun ini mengalami pertumbuhan 17 persen dan Irak menempati posisi kedua di tujuan ekspor Iran setelah Cina.
Mohammad Sadegh Koshki, pakar isu Irak terkait hal ini mengatakan, "Dari sudut pandangan kebijakan regional, Iran mampu menjadi mitra terpenting kami di bidang ekonomi, perdagangan dan bahkan politik. Titik penghubung seperti sejarah, budaya, hubungan kemanusiaan dan kedekatan geografi telah menghubungkan kedua negara."
Wajar jika hubungan Iran dan Irak melampaui hubungan bertetangga, dan selain posisi kedua negara dalam pengaturan regional dan hubungan bilateral satu sama lain, keduanya juga dapat memainkan peran penting di konvergensi regional dengan mengembangkan hubungan di antara mereka. Selain itu, keberadaan kapasitas besar juga membuka peluang tepat bagi kerja sama kedua negara di bidang politik, ekonomi, budaya dan keamanan.
Dengan demikian kunjungan delegasi Irak ke Tehran dapat dicermati sebagai indikasi keseriusan dan tekad pejabat kedua neagra untuk mendekatkan pandangan dan menemukan mekanisme untuk memperluas hubungan bilateral dan regional. (MF)