Iran Aktualita, 29 Januari 2022
(last modified Sat, 29 Jan 2022 06:08:58 GMT )
Jan 29, 2022 13:08 Asia/Jakarta
  • Rahbar Ayatullah Khamenei
    Rahbar Ayatullah Khamenei

Perkembangan di Iran selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting, di antaranya; Pertemuan Rahbar dengan Maddah Ahlul Bait di Hari Kelahiran Sayidah Fatimah Az-Zahra.

Selain itu masih ada isu lainnya seperti, Iran Tolak Kesepakatan Sementara dalam Perundingan Wina, Iran Tolak Syarat yang Ditetapkan AS dalam Perundingan Nuklir, Raisi: Pencabutan Sanksi, Tuntutan Utama Iran, Abdollahian: Perundingan Langsung Iran-AS Tak Pernah Terjadi, Masjedi: Iran dan Saudi Punya Tekad Politik untuk Selesaikan Masalah, Timnas Sepak Bola Iran Lolos ke Piala Dunia 2022, Menlu Iran ke Qatar: Pergerakan Militer Baru, Reproduksi Perang Yaman.

Rahbar: Sayidah Fatimah Harus Jadi Teladan di Semua Aspek

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei bertemu dengan puluhan maddah (pemuji) Ahlul Bait di Huseiniyah Imam Khomeini ra di Tehran pada Minggu (23/1/2022) pagi.

Pertemuan itu dilakukan bertepatan dengan hari kelahiran Sayidah Fatimah az-Zahra as, putri tercinta Rasulullah Saw.

Rahbar Ayatullah Khamenei

Berbicara tentang kedudukan luhur Sayidah Fatimah as, Rahbar menuturkan bahwa di antara karakteristik khusus wanita mulia ini, yang disinggung secara eksplisit dalam al-Quran, adalah memiliki kedudukan yang suci, bekerja karena Allah, mengabdi tanpa pamrih, dan punya posisi istimewa saat menghadapi kelompok batil dalam peristiwa Mubahalah.

"Berkat rahmat Ilahi, setelah kemenangan Revolusi Islam, masyarakat Iran telah meneladani Sayidah Fatimah. Selama 43 tahun terakhir, kita berulang kali menyaksikan gerakan (semangat) Sayidah Fatimah selama era Perang Pertahanan Suci, selama gerakan (kebangkitan) ilmiah, dan pelayanan tanpa pamrih yang diberikan oleh para syuhada seperti, Fakhrizadeh, para syuhada nuklir, dan para ilmuwan besar, seperti almarhum Kazemi Ashtiani," ujarnya.

Rahbar menekankan bahwa Sayidah Fatimah az-Zahra as harus menjadi teladan dalam semua aspek, terutama gerakan-gerakan sosial dan revolusioner.

Menurutnya, memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat merupakan sebuah jihad yang bernilai, terutama di tengah upaya musuh yang menciptakan tekanan ekonomi dengan tujuan membenturkan masyarakat dengan sistem Islam.

Ayatullah Khamenei mengatakan, musuh-musuh bangsa Iran melakukan gerakan besar-besaran untuk menyesatkan pemikiran, merusak iman dan keyakinan rakyat melalui media massa, dan menggunakan ribuan pakar seni dengan dukungan keuangan dan keamanan yang besar.

Jadi, sambungnya, bidang utama dari jihad adalah memberikan penjelasan dan pencerahan.

"Dalam menghadapi gerakan jahat ini, para pegiat Ahlul Bait harus bertanya pada diri sendiri di mana posisi mereka dalam konteks perang antara hak dan batil, dalam konfrontasi antara kebohongan dan kebenaran, serta bagaimana mereka akan menyebarkan prinsip-prinsip utama revolusi," tuturnya.

"Lembaga-lembaga Ahlul Bait harus menjadi pusat untuk menjawab berbagai pertanyaan dari generasi muda," kata Ayatullah Khameni.

Menurutnya, lembaga-lembaga Ahlul Bait adalah tempat untuk memberikan penjelasan, untuk menjelaskan ilmu-ilmu keislaman yang paling penting dan pengetahuan tentang Ahlul Bait, dan untuk menjawab berbagai pertanyaan.

"Hari ini, generasi muda kita menyimpan pertanyaan, mereka punya bermacam pertanyaan, pertanyaan tentang gaya hidup, tentang persoalan-persoalan dasar, ini adalah pertanyaan yang tepat," ujar Rahbar.

Ayatullah Khamenei menjelaskan bahwa berpikir dan memberikan jawaban merupakan cara dalam menghadapi pertanyaan. Pekerjaan ini harus dilakukan oleh lembaga-lembaga Ahlul Bait, mereka-lah pusat terpenting untuk tugas ini.

Iran Tolak Kesepakatan Sementara dalam Perundingan Wina

Sebuah sumber yang dekat dengan tim perunding Iran mengatakan bahwa Tehran hanya akan menerima kesepakatan yang permanen dan kredibel dalam perundingan Wina.

Menanggapi klaim media-media asing bahwa kesepakatan sementara telah diusulkan di Wina, sumber tersebut menekankan pada hari Sabtu (22/1/2022) bahwa kesepakatan seperti itu tidak ada dalam agenda Republik Islam Iran.

"Tehran hanya akan menerima kesepakatan yang permanen dan kredibel," tegasnya kepada koresponden televisi Aljazeera.

Televisi NBC dalam sebuah laporan pada hari Sabtu mengklaim bahwa Iran telah ditawarkan sebuah kesepakatan nuklir sementara untuk membantu menghidupkan kembali JCPOA.

Perundingan putaran kedelapan dengan agenda penghapusan sanksi Iran dimulai di Wina, Austria pada 27 Desember 2021. Negosiasi ini dilakukan di berbagai level antara delegasi Iran dan kelompok 4+1 (Inggris, Prancis, Rusia, dan Cina, plus Jerman).

Misi Tetap Iran untuk PBB juga menyatakan bahwa Tehran sedang mencari sebuah kesepakatan yang permanen dan kredibel, yang sesuai dengan janji-janji yang ada dalam kesepakatan nuklir JCPOA.

Iran Tolak Syarat yang Ditetapkan AS dalam Perundingan Nuklir

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh memuji kemajuan yang dicapai dalam perundingan Wina, tetapi mengatakan Tehran tidak menerima prasyarat apa pun sejak hari pertama.

Jubir Kemenlu Iran, Saeed Khatibzadeh

"Semua pihak sepakat bahwa kita tidak boleh melihat lagi penarikan kembali AS dari perjanjian nuklir," ujarnya dalam konferensi pers di Tehran, Senin (24/1/2022).

Khatibzadeh menjelaskan bahwa kami membuat kemajuan yang baik di empat bidang. Dalam beberapa dokumen, perbedaan telah berkurang. Banyak ide Iran telah berubah dalam bentuk teks, termasuk dalam masalah jaminan.

"Iran berada di Wina untuk kesepakatan yang memiliki dua kriteria utama yaitu stabil dan dapat dipegang, itulah mengapa jalan untuk mendapatkan jaminan sangat penting," tegasnya.

Sebelumnya, Utusan Khusus AS untuk Urusan Iran, Robert Malley mengatakan AS tidak mungkin mencapai kesepakatan dengan Iran untuk menyelamatkan perjanjian nuklir JCPOA kecuali jika Tehran membebaskan empat warga AS yang ditahan.

Menanggapi pernyataan itu, Khatibzadeh menandaskan Iran tidak menerima prasyarat apa pun sejak hari pertama (perundingan).

Tentang pertukaran tahanan antara Iran dan AS, Khatibzadeh mengatakan bahwa ini adalah kasus yang berbeda dari perundingan Wina. Jika AS mematuhi kesepakatan yang dicapai sebelumnya, masalah ini dapat diselesaikan dalam waktu sesingkat mungkin.

Raisi: Pencabutan Sanksi, Tuntutan Utama Iran

Presiden Republik Islam Iran, Seyed Ebrahim Raisi menyatakan kesiapan negaranya untuk membuka ruang mencapai kesepakatan apapun, jika para pihak dalam perundingan Wina siap untuk mencabut sanksi yang menindas terhadap rakyat Iran.

Presiden Iran, Seyyed Ebrahim Raisi Raisi dalam siaran langsung televisi nasional Iran yang ditayangkan Selasa (25/1/2022) menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan perundingan langsung dengan AS dalam masalah JCPOA, dengan mengatakan, "Permintaan ini telah diajukan sejak lama. Namun sejauh ini tidak ada negosiasi langsung yang dilakukan dengan Amerika,".

Presiden Iran Sayid Ebrahim Raisi

"Kita akan menjalin interaksi dengan semua negara di dunia yang menghendakinya. Tetapi negara-negara yang menentang, tentu saja kita akan melawannya," ujar Raisi.

"Pemerintah [Iran] berupaya mengejar keseimbangan dalam politik internasional, dan sejauh ini perdagangan besar dengan kapasitas ekonomi tinggi sedang dibangun dengan 15 negara tetangga," tegasnya.

Mengenai kunjungannya baru-baru ini ke Moskow, Presiden Iran mengungkapkan, "Dalam masalah keuangan dan moneter, kita setuju dengan Rusia bahwa dominasi dolar harus dipatahkan, dan kita harus berdagang dengan mata uang nasional,".

Mengenai penghapusan tarif ekspor antara Tehran dan Moskow yang akan memangkas harga produk ekspor dan impor antara kedua negara, Raisi menambahkan, "Pandangan positif Rusia di bidang penghapusan tarif akan mendorong peningkatan perdagangan di bidang barang-barang pokok,"

Seyed Ebrahim Raisi mengevaluasi semua proyek dan keputusan selama kunjungannya ke Moskow untuk kepentingan rakyat Iran ke arah pembangunan ekonomi dan penguatan kebijakan solidaritas regional.

Abdollahian: Perundingan Langsung Iran-AS Tak Pernah Terjadi

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran mengatakan, perundingan langsung Iran dengan Amerika Serikat, tidak pernah berlangsung.

Hossein Amir Abdollahian, Jumat (28/1/2022) dalam pertemuan dengan Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran menyampaikan laporan terkait proses perundingan nuklir di Wina yang digelar untuk mencabut sanksi Iran, meneguhkan komitmen nuklir, memperoleh jaminan dan verifikasi.

Menlu Iran menjelaskan kerja keras Juru runding senior negara ini, Ali Bagheri, dan prakarsa yang diusulkan Iran serta tim perunding. Ia menuturkan, "Tekad Iran untuk mencapai sebuah kesepakatan yang baik, permanen dan bisa dipercaya adalah tekad yang pasti."

Pada saat yang sama, Abdollahian menegaskan tidak pernah sekali pun terjadi perundingan langsung antara Iran dan Amerika Serikat di Wina.

"Pandangan-pandangan teknis kedua pihak disampaikan melalui catatan-catatan tertulis tidak resmi lewat perantara Koordinator Uni Eropa," imbuhnya.

Putaran ke-8 perundingan pencabutan sanksi yang digelar Iran dan Kelompok 4+1 serta Koordinator Uni Eropa di Wina, sampai sekarang masih berlangsung.

Masjedi: Iran dan Saudi Punya Tekad Politik untuk Selesaikan Masalah

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Irak, mengabarkan kemajuan yang positif dalam perundingan Iran dan Arab Saudi. Menurutnya, kedua pihak memiliki itikad politik untuk menyelesaikan masalah.

Iraj Masjedi, Jumat (28/1/2022) terkait perundingan Iran dan Saudi menuturkan, "Iran sampai saat ini sudah melakukan empat kali perundingan dengan delegasi Saudi di Baghdad, dan perundingan-perundingan ini mengalami kemajuan yang positif, dan putaran kelima akan digelar dalam waktu dekat."

Dubes Iran untuk Irak menyinggung tekad kedua negara untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di antara kedua pihak.

"Agenda kerja kami di antaranya adalah kami bisa menyelesaikan masalah utama terputusnya hubungan diplomatik yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun," ujarnya.

Arab Saudi pada 3 Januari 2016 dengan dalih serangan sejumlah orang ke Kedutaan Besar, dan Konsulatnya di Tehran dan Mashhad, memutus hubungan diplomatik dengan Iran.

Timnas Sepak Bola Iran Lolos ke Piala Dunia 2022

Tim nasional sepak bola Iran lolos ke Piala Dunia Qatar 2022 setelah mengalahkan Irak di Azadi Stadium Tehran pada Kamis (27/1/2022) malam.

Iran mendominasi di babak pertama dan menciptakan beberapa peluang di depan gawang lawan, tetapi penjaga gawang Irak, Fahad Talib mampu membendung gempuran para striker Iran.

Mehdi Taremi mencetak satu-satunya gol pada menit ke-48 dalam pertandingan kualifikasi Grup A di Tehran. Tim asuhan Dragan Skocic ini telah memenangkan 13 dari 14 pertandingan dengan satu hasil imbang.

Para wanita Iran dan keluarga mereka memadati Azadi Stadium Tehran untuk menyaksikan pertandingan dari dekat.

Dengan hasil tersebut, timnas Irak akan tetap berada di posisi kelima Grup A dengan empat poin, sementara Iran memuncaki grup dengan 19 poin. Tim Melli akan berpartisipasi di Piala Dunia FIFA untuk keenam kalinya.

Sejauh ini, 14 tim telah memastikan lolos ke Piala Dunia 2022 yaitu Jerman, Denmark, Brasil, Belgia, Prancis, Inggris, Kroasia, Spanyol, Serbia, Swiss, Belanda, dan Argentina ditambah Iran dan tuan rumah Qatar.

Menlu Iran ke Qatar: Pergerakan Militer Baru, Reproduksi Perang Yaman

Menlu Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, Kamis (27/1/2022) berkunjung ke Iran, dan bertemu dengan Menlu Iran, Hossein Amir Abdollahian.

Menlu Iran dan Qatar dalam pertemuan itu membicarakan masalah bilateral terkait berbagai tema, dan perkembangan penting di kawasan termasuk situasi Afghanistan dan Yaman.

Menlu Iran menekankan pentingnya negosiasi yang lebih dekat antara Iran dan Qatar, serta upaya untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas di Yaman dan Afghanistan.

Abdollahian menjelaskan, "Dalam beberapa minggu terakhir, kita menyaksikan peningkatan pergerakan militer terkait Yaman, dan masalah ini bisa berujung dengan reproduksi perang di Yaman dan kawasan, serta merusak proses perdamaian."

"Kami juga mengkhawatirkan peningkatan ketegangan baru di kawasan, dan kami percaya krisis Yaman tidak punya solusi militer, akan tetapi melalui dialog, dan kondisi ini tidak menguntungkan siapa pun," pungkasnya.