Jun 03, 2022 17:09 Asia/Jakarta
  • Duta Besar Republik Islam Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Majid Takht-Ravanchi.
    Duta Besar Republik Islam Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Majid Takht-Ravanchi.

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Majid Takht-Ravanchi mengatakan, kebungkaman Dewan Keamanan PBB (DK PBB) atas kejahatan berkelanjutan, terdokumentasi dan tidak dapat disangkal yang dilakukan oleh rezim Zionis Israel terhadap rakyat Palestina, yang merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan contoh jelas dari sikap yang tidak bertanggung jawab dan pasif dari dewan tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Takh-Ravanchi dalam sidang Dewan Keamaan PBB pada hari Kamis (2/6/2022) yang membahas penanganan dan pelaksanaan keadilan terhadap pelanggaran serius hukum internasional. Dia menyinggung kejahatan berkelanjutan rezim Zionis terhadap bangsa Palestina, terutama yang terjadi baru-baru ini di berbagai wilayah Palestina.

"Tanggapan dan tanggung jawab atas pelanggaran serius terhadap aturan dasar hukum internasional, terutama yang diterima dan diakui sebagai norma normatif dan bertindak sebagai dasar tatanan hukum internasional dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional adalah penting. Pada saat yang sama, pemerintah-pemerintah memiliki kewajiban hukum utama untuk mematuhi hukum internasional dan untuk mencegah kejahatan serta menuntut penanganan hukum atas kejahatan itu," kata Takh-Ravanchi.

Dia juga menyinggung sanksi-sanksi sepihak yang menarget warga sipil dan menegaskan, tindakan pemaksaan sepihak (sanksi-sanksi sepihak) adalah tindakan melawan hukum internasional yang digunakan oleh beberapa negara sebagai metode perang untuk membuat warga sipil kelaparan. Tindakan ilegal ini melanggar Piagam PBB dan hukum internasional.

Takh-Ravanchi menuturkan, negara-negara yang menggunakan tindakan pemaksaan sepihak, termasuk sanksi, sebagai kebijakan pemerintah, harus bertanggung jawab atas kejahatan tersebut.

"Republik Islam Iran telah menjadi sasaran sanksi ekonomi dan keuangan paling parah yang diterapkan Amerika Serikat selama beberapa dekade. Tindakan ilegal ini secara langsung telah membahayakan kehidupan populasi paling rentan di Iran, termasuk anak-anak, orang tua, dan orang sakit, bahkan beberapa pasien, terutama anak-anak dengan penyakit langka, meninggal dunia akibat pembatasan impor obat-obatan dan alat kesehatan. Ini merupakan fakta yang menyedihkan," jelasnya.

Ketegangan di Kompleks Masjid al-Aqsa dan Kubah Shakhrah

Wakil Tetap Iran untuk PBB lebih lanjut menyinggung keputusan Mahkamah Internasional terhadap AS dan mengatakan, pada tanggal 3 Oktober 2018, mahkamah tersebut dengan suara bulat mengeluarkan perintah sementara yang mewajibkan AS untuk mencabut sanksi apa pun atas impor barang-barang kemanusiaan, namun sayangnya, AS alih-alih mematuhi putusan pengadilan itu, tetapi justru melanggarnya dengan memberlakukan sanksi lebih banyak, terutama di masa pandemi Covid-19.

Takht-Ravanchi juga menyinggung pernyataan Pelapor Khusus PBB tentang dampak negatif dari tindakan pemaksaan sepihak terhadap Iran.

"Dalam pernyataannya setelah kunjungan ke Iran, Pelapor Khusus PBB menekankan ketidaksahan tindakan biadab itu, dan berkata bahwa negara-negara diwajibkan oleh hukum hak asasi manusia internasional untuk memastikan bahwa setiap aktivitas di bawah yurisdiksi atau kendali mereka tidak mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia. Dan dalam hal ini, dia menyerukan kepada negara-negara pemberi sanksi, khususnya AS, untuk mematuhi prinsip-prinsip dan norma-norma hukum internasional dan mencabut semua sanksi terutama di bidang-bidang yang berdampak pada pelanggaran hak asasi manusia dan kehidupan semua orang di Republik Islam Iran," tuturnya.

Di bagian akhir pernyataannya, Dubes Iran untuk PBB mengkritik upaya beberapa negara di tingkat nasional dengan dalih memerangi impunitas dan mendukung tanggapan berdasarkan prinsip yurisdiksi universal.

Takh-Ravanchi mengatakan, perlakuan selektif dan penerapan sewenang-wenang prinsip pelaksanaan yurisdiksi universal oleh negara-negara tertentu dengan dalih melawan impunitas merupakan keprihatinan serius bahwa tatanan hukum internasional didasarkan pada hukum internasional, yang secara khusus, hal itu akan merusak prinsip-prinsip dasar hukum internasional, seperti prinsip kesetaraan kedaulatan negara-negara yang tercantum dalam Piagam PBB. (RA)

Tags