Malam ke-21, Puluhan Ribu Warga Isfahan Doa Bersama (2)
(last modified Wed, 12 Apr 2023 18:33:57 GMT )
Apr 13, 2023 01:33 Asia/Jakarta
  • Doa bersama di Kompleks Imamzadeh Mohammad Hilal bin Ali sa, di Aran Va Bidgol, Selasa (11/4/2023) malam
    Doa bersama di Kompleks Imamzadeh Mohammad Hilal bin Ali sa, di Aran Va Bidgol, Selasa (11/4/2023) malam

Warga Isfahan, Republik Islam Iran menghadiri doa bersama di Kompleks Imamzadeh Mohammad Hilal bin Ali sa, di Aran Va Bidgol, pada malam ke-21 Ramadan, Selasa (11/4/2023) malam.

Pada malam ke-21 Ramadan, masyarakat di Republik Islam Iran menggelar doa bersama di pusat-pusat keagamaan seperti masjid dan huseiniyah serta pusat-pusat ziarah. Malam tanggal 21 Ramadan juga bertepatan dengan malam kesyahidan Imam Ali bin Abi Thalib as. Beliau gugur syahid pada tanggal 21 Ramadan 40 H.

Imam Ali as adalah salah satu Ahlul Bait dan khalifah penerus risalah Rasulullah Saw. Dua hari sebelum gugurnya beliau, di saat  menunaikan salat Subuh di Masjid Kufah, seorang khawarij bernama Ibnu Muljam mengayunkan pedangnya dan melukai kepala suci Imam Ali as. Selama dua hari, Imam Ali as terbaring sakit akibat lukanya yang amat parah dan pada tanggal 21 Ramadan, beliau berpulang ke rahmatullah.

Banyak riwayat menyebutkan bahwa malam ke-19, 21 dan 23 Ramadan adalah malam-malam Lailatul Qadar. Masyarakat Iran juga mengisi malam-malam tersebut dengan membaca al-Quran dan doa, terutama doa Jaushan Kabir hingga menjelang sahur.

Dalam ajaran Islam, malam-malam tersebut merupakan kesempatan besar bagi umat Islam selama bulan suci Ramadhan untuk menghabiskan waktunya guna berdoa dan fokus pada aspek spiritual kehidupan.

Menurut banyak riwayat, Lailatul Qadar tidak hanya khusus terjadi pada zaman Nabi Muhammad Saw saja, tetapi berkelanjutan dan terjadi setiap tahun pada bulan suci Ramadan. Malam itu menyediakan kesempatan kepada kaum Muslimin untuk menerima limpahan rahmat dan karunia Allah Swt.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw bersabda, "Bulan Ramadan adalah bulan Tuhan dan bulan di mana Dia menambah kebaikan di dalamnya dan membersihkan dosa-dosa, dan ia adalah bulan yang berkah."

Imam Jakfar Shadiq as juga berkata, "Permulaan tahun (perhitungan amal-perbuatan) terjadi pada malam Lailatul Qadar. Ketetapan untuk satu tahun ke depan ditulis pada malam itu."

Malam Lailatul Qadar menjadi begitu istimewa bagi para aulia dan orang-orang Mukmin yang fokus mencari kebahagiaan hakiki. Di antara keistimewaan malam ini adalah malam diturunkannya al-Quran, malam turunnya para malaikat, penentuan nasib manusia, malam yang lebih baik dari seribu bulan, pahala perbuatan baik akan dilipatgandakan, dan malam yang penuh berkah sampai terbit fajar.

Untuk itu, Rasulullah Saw dan Ahlul Bait menganjurkan umat Islam untuk menghidupkan malam-malam tersebut dengan beribadah, bermunajat, dan memohon ampunan. Kita tidak dibenarkan untuk melewatkan momen berharga ini dengan tidur atau melupakan ibadah.

Dalam riwayat disebutkan, Rasulullah Saw pada malam ke-23 Ramadan membangunkan anggota keluarganya dan memercikkan air di wajah mereka agar terjaga dan tidak kehilangan malam Lailatul Qadar.

Putri Rasulullah Saw, Sayidah Fatimah az-Zahra as juga meminta seluruh anggota keluarganya untuk tidur siang dan mengurangi makan di malam hari sehingga mereka tidak mengantuk pada malam ke-23, dan berkata, "Manusia yang kehilangan ialah orang yang tidak memperoleh kebaikan dan keutamaan malam ini."

Malam Lailatul Qadar merupakan kesempatan terbaik untuk memohon ampunan dari Allah Swt dan membebaskan diri dari dosa. Dia menjadikan malam tersebut sebagai momen untuk mengampuni hamba-Nya. Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa menghidupkan malam Lailatul Qadar, beriman, dan meyakini hari pembalasan, maka seluruh dosanya akan terampuni."

Untuk memperoleh pengampunan dan takdir yang baik, umat Islam harus menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan kegiatan-kegiatan ibadah seperti, mendirikan shalat, membaca al-Quran, bermunajat, dan beristighfar.

Malam Lailatul Qadar juga merupakan kesempatan untuk membangunkan kembali hati yang lalai. Tanda hati yang lalai adalah telinga seseorang mendengar dan melihat kebenaran, tetapi ia bersikap seakan-akan tidak mendengar atau melihat kebenaran itu. Kebenaran dan kebatilan sama di matanya dan ia telah menutup jalan hidayah untuk dirinya.

Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun." (QS: Al-Anfal ayat 22)

Dalam banyak hadis, orang-orang yang tidak memiliki kehidupan spiritual disebut sebagai orang yang telah mati dari kehidupannya (Mayyitu al-Ahya) dan mereka-lah orang-orang yang mati sesungguhnya.

Rasulullah Saw dalam sebuah hadis bersabda, "Sesungguhnya orang yang benar-benar mati adalah orang yang telah mati dari kehidupannya di mana ia makan, tidur, berjalan, melahirkan keturunan, dan memiliki kehidupan seperti binatang, tetapi tidak memiliki kehidupan insani yaitu kehilangan akal, hati, dan perasaannya. Oleh karena itu, ia tidak memiliki kekuatan untuk memahami hakikat akal dan hati."

Salah satu kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya adalah memberikan jalan kepada mereka untuk menghidupkan kembali hati yang telah mati. Berdasarkan ajaran Islam, manusia dapat menghidupkan kembali hatinya dengan taubat dan istighfar, doa dan munajat kepada Allah, dan melakukan perbuatan baik.

Allah Swt menghadiahkan malam Lailatul Qadar kepada manusia yang memiliki nilai setara dengan seribu bulan. Dengan kata lain, nilai sebuah perbuatan saleh pada malam itu setara dengan nilai melakukan perbuatan saleh dalam seribu bulan.

Oleh sebab itu, malam Lailatul Qadar merupakan kesempatan terbaik untuk menghidupkan hati yang telah mati. Melewatkan malam-malam mulia ini akan menjadi sebuah kerugian yang besar bagi orang-orang, yang mencari kebahagiaan hakiki. (RA)