Pembicaraan Menhan Iran-Rusia tentang Serangan AS ke Suriah
(last modified Wed, 12 Apr 2017 08:08:33 GMT )
Apr 12, 2017 15:08 Asia/Jakarta
  • Pembicaraan Menhan Iran-Rusia tentang Serangan AS ke Suriah

Menteri Pertahanan Republik Islam Iran dan Rusia dalam percakapan telepon mengevaluasi transformasi Suriah dan menekankan kerjasama dan upaya lebih untuk memberikan pukulan menghancurkan terhadap kelompok-kelompok teroris.

Brigadir Jenderal Hossein Dehghan, Menhan Iran dalam percakapan telepon dengan Sergei Shoigu, mitranya di Rusia pada Selasa (11/4/2017) menilai upaya untuk memperbaiki citra buruk Donald Trump, Presiden Amerika Serikat di arena politik negara ini dan mengalihkan opini publik dari persoalan internal Amerika sebagai tujuan dari agresi militer Negeri Paman Sam itu ke Suriah.

 

Menhan Rusia dalam percakapan telepon tersebut juga membenarkan pernyataan mitranya di Iran dan menekankan pentingnya penguatan secepatnya militer dan pasukan relawan Suriah dalam perang melawan teroris.

 

Sergei Shoigu mengatakan, Rusia bertekad untuk menggunakan kapasitasnya di sektor politik dan militer untuk melancarkan pukulan lebih keras terhadap teroris serta lebih mempersempit ruang gerak mereka dan para pendukungnya.

 

Pekan lalu, AS meluncurkan 59 rudal Tomahawk dari dua kapal perang USS Porter dan USS Ross yang bersiaga di Laut Mediterania ke pangkalan udara al-Shayrat di timur Homs, Suriah. Serangan ini dilakukan menyusul tuduhan tak berdasar Washington terhadap Damaskus terkait penggunaan senjata kimia di Provinsi Idlib.

 

Tak diragukan lagi bahwa langkah AS itu memiliki tujuan strategis. Memperkuat mental para teroris yang mengalami kekalahan dalam menghadapi militer dan pasukan relawan Suriah di berbagai medan tempur merupakan salah satu tujuan dari serangan tersebut.

 

Setelah pembebasan kota Aleppo dari pendudukan kelompok-kelompok teroris terjadi perubahan di arena politik, militer dan medan tempur di Suriah, di mana perimbangan Suriah memasuki fase baru dan terbentuklah kondisi untuk dialog Suriah-Suriah dengan dukungan PBB.

 

Wacana tersebut muncul menyusul upaya Iran, Rusia dan Turki yang mengeluarkan pernyataan pada 20 Desember 2016 di Moskow. Inisiatif ini pada kenyataannya telah mempersempit ruang bagi intervensi AS di Suriah dan menyebabkan reaksi pasif Washington dan sekutunya.

 

Poin penting lainnya terkait dengan tujuan strategis AS dalam serangan militer ke Suriah adalah memanfaatkan masalah ini untuk kepentingan politik dalam negeri Amerika.

 

Seperti halnya yang disinggung dalam percakapan telepon antara Menhan Iran dan Rusia, serangan AS ke Suriah bertujuan untuk memperkuat posisi Trump yang buruk di dalam negeri dan mengdongkrak popularitasnya di masyarakat negara itu.

 

Namun berbagai reaksi terutama dari Rusia dan respon dingin dari banyak negara serta ungkapan kekhawatiran atas langkah provokatif AS menunjukkan bahwa AS gagal mencapai tujuan yang diinginkannya.

 

Rusia –dengan mengontrol petualangan ini– tidak memberikan peluang kepada AS untuk melanjutkan ketegangan, dan sedemikian rupa mengusai arena dengan tenang dan cerdas. Hal ini tampak dalam pernyataan tiga negara: Rusia, Iran dan Suriah.

 

Ruang operasi bersama Rusia, Iran dan pasukan koalisi di Suriah mengeluarkan pernyataan bahwa koalisi ini tidak lalai dengan apa yang sedang dikejar AS di utara dan barat laut Suriah dan selalu memantau semua gerakan dan langkah Washington dengan teliti.

 

Kesalahan strategis AS dalam serangan ke Suriah adalah serangan tersebut dilancarkan sebelum adanya penyelidikan atas peristiwa serangan kimia mencurigakan di wilayah Khan Shaykhun, Selatan Idlib, Suriah pada 4 April 2017.

 

Kini kondisi makin sulit bagi AS. Jika penyelidikan independen atas serangan kimia di Idlib dilakukan dan ternyata pelaku serangan tersebut adalah kelompok teroris di Suriah, maka AS harus membayar mahal atas petualangannya itu. Hal ini seperti skandal yang menimpa Inggris dan AS pasca agresi militer ke Irak.

 

Jika hasil penyelidikan benar seperti itu, maka ini akan sangat berat bagi Trump dalam memulai pekerjaannya, khususnya AS berada di barisan negara yang tidak transparan dalam menjalankan program penghancuran senjata pemusnah massal.

 

AS dan rezim Zionis Israel pada dasarnya menentang penghancuran senjata kimia, dan dengan berbagai dalih melakukan sabotase dalam pelaksanaan konvensi penghancuran senjata kimia. AS merupakan pendukung rezim Saddam dalam serangan kimia ke Iran dan Halabja, Kurdistan Irak pada perang yang dipaksakan terhadap Iran oleh rezim itu selama delapan tahun. (RA)

 

Tags