Negosiasi Abe di Tehran dan Penekanan Perluasan Hubungan Politik dan Ekonomi
Perdana Menteri Jepang Abe Shinzo Rabu sore (12/06) tibar di Tehran, Republik Islam Iran bersama rombongan.
Kunjungan pertama perdana menteri Jepang ke Iran dimulai dengan perundingan bersama Presiden Iran, Hassan Rouhani. Pertemuan hari ini (Kamis 13/06) perdana menteri Jepang dengan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei juga menandai kunjungan bersejarah ini.
Lawatan ini dinilai banyak pengamat sebagai bentuk upaya Jepang untuk memperluas hubungan dengan Iran.

Abe Shinzo di akhir perundingan resmi dengan Hassan Rouhani saat jumpa pers menekankan minat Tokyo untuk memperluas hubungan dengan Iran. Meski demikian mengingat kekhawatiran Jepang atas krisis di Asia Barat, wajar jika kunjungan ini juga sangat sensitif dan penting. Seperti yang diungkapkan oleh perdana menteri Jepang bahwa salah satu harapan negaranya adalah tensi di Asia Barat akan menurun dan mengatakan ia fokus pada isu ini selama kunjungannya ke Tehran.
Sementara itu, Presiden Republik Islam Iran seraya menjelaskan bahwa perdana menteri Jepang memiliki otimisme cukup besar terkait isu kawasan mengingatkan, Iran puas dengan berlanjutnya dukungan Jepang terhadap JCPOA dan pemahaman akan pentingnya kesepakatan ini bagi kawasan serta dunia.
Hassan Rouhani di sidang bersama delegasi tinggi Iran dan Jepang seraya menjelaskan bahwa semua negara memiliki kewajiban yang jelas terhadap JCPOA dan resolusi 2231 PBB mengaku optimis bahwa Jepang juga akan menjalankan tanggung jawabnya dalam masalah ini.
Meski demikian sisi penting dan menonjol dari kunjungan ini harus dipahami di hubungan bilateral kedua negara. Hal ini karena kunjungan perdana menteri Jepang setelah 41 satu tahun ke Tehran sebuah kunjungan bilateral yang penting dan digelar di level tertinggi. Kunjungan Abe sejatinya kunjungan kedua seorang perdana menteri Jepang ke Iran sepanjang sejarah hubungan kedua negara.
Salimi Namin, pengamat isu politik dan direktur Kantor Studi dan Pengembangan Sejarah Iran Kontemporer meyakini, Jepang sama seperti kekuatan ekonomi dunia lainnya seperti Cina dan India yang menerima bahwa sistem unipolar di dunia telah runtuh dan mereka berusaha meningkatkan hubungan dengan kekuatan dunia seperti Iran.
Ia menjelaskan, "Iran di Teluk Persia dan kawasan mampu mematahkan mayoritas kebijakan Amerika dan hubungan dengan Iran artinya pengaru dan memainkan peran di kawasan Asia Barat. Oleh karena itu, sepertinya mengejar tujuan jangka panjang di kunjungan Abe kali ini sehingga mampu memainkan peran perantara bagi Trump yang tidak memiliki popularitas di antara elit politik dunia. Arah kunjungan ini mengindikasikan bahwa tujuan Jepang sangat tinggi."
Jepang adalah negara yang meyakini prinsip-prinsip yang mengatur hubungan internasional di kebijakan luar negerinya. Oleh karena itu, diharapkan Abe sebagai perdana menteri negara yang mencicipi pengalaman pahit ulah Amerika menjatuhkan bom atom dan kejahatan Washington terhadap rakyat Jepang memiliki pandangan rasional atas ancaman sejati di kawasan dan dunia. Ia juga diharapkan berusaha keras terkait stabilitas dan keamanan berkesinambungan kawasan dibalik agitasi politik Amerika dan rezim Zionis Israel.
Syarat kesuksesan dalam hal ini adalah pemahaman akan realita bahwa pemicu utama tensi di kawasan adalah perang ekonomi yang dilancarkan Amerika Serikat terhadap Iran. Wajar jika selama perang ini tidak dihentikan, maka tensi di kawasan juga akan terus berlanjut dan akan semakin intens.
Di sisi lain, Iran menghendaki stabilitas dan keamanan serta penghormatan terhadap hukum internasional. Dari sudut pandang ini, kebijakan luar negeri Iran bertumpu pada prinsip perluasan hubungan politik dan ekonomi dengan negara-negara independen.
Menurut perspektif ini, dapat dikatakan bahwa tujuan kunjungan perdana menteri Jepang ke Tehran dari satu sisi adalah memperluas hubungan dengan Iran dan dari sisi lain merupakan peluang untuk mendekatkan visi Tehran dan Tokyo terkait stabilitas dan keamanan regional. (MF)