Sep 12, 2019 16:34 Asia/Jakarta
  • Sanksi zalim Amerika Serikat (ilustrasi)
    Sanksi zalim Amerika Serikat (ilustrasi)

Dari perspektif pemerintah Iran, parlemen dan rakyat, negosiasi dengan Amerika Serikat tidak masuk akal ketika sanksi tetap ada.

Presiden Iran Hassan Rouhani hari Rabu, 11 September dalam percakapan telepon dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron menekankan poin ini bahwa pertemuan Iran dengan kelompok 5 + 1 hanya dapat dimungkinkan ketika sanksi dicabut.

Emmanuel Macron dan Hassan Rouhani

Pihak Eropa dalam kesepakatan nuklir Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) tahu bahwa kelanjutan komitmen JCPOA bagi Iran akan masuk akal dan rasional sampai hasilnya jelas bagi Iran, jadi negosiasi apa pun di luar kerangka kerja ini tidak dapat diterima oleh Iran.

Dengan menarik diri dari JCPOA yang merupakan perjanjian internasional multilateral, Amerika Serikat bukan hanya gagal memenuhi kewajibannya tetapi juga berupaya memperluas terorisme ekonominya dengan memperketat sanksi.

Dalam penerapan sanksi terbaru, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengumumkan pada konferensi pers bersama bahwa Departemen Keuangan AS telah memboikot sejumlah pejabat Pasukan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menulis di laman Twitter-nya pada hari Rabu, 11 September, "Sementara dunia, dengan pengecualian tiga (atau bahkan dua) kaki tangan yang ketakutan, ingin menarik napas lega dengan mengeluarkan pelaku kriminal "Grup B" yang tidak puas di Gedung Putih, Pompeo dan Mnuchin mengumumkan intensifikasi terorisme ekonomi terhadap Iran."

AS telah menetapkan tujuan pertamanya untuk memberikan tekanan maksimum pada Iran, tetapi kebijakan itu pasti gagal. Iran memiliki hak untuk menikmati manfaat ekonomi yang diharapkannya dari JCPOA. Mempertahankan JCPOA juga didasarkan pada prinsip komitmen timbal balik.

Jelas, selama sanksi zalim dan terorisme ekonomi pemerintah Amerika Serikat terhadap rakyat Iran terus berlanjut dan AS menghalangi penjualan minyak Iran, maka tidak ada pembicaraan dan negosiasi.

Majid Takht-Ravanchi, Wakil Tetap Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah bersikeras bahwa perundingan tidak akan terjadi, selama sanksi masih ada. Ia mengatakan, "Sikap Iran tentang masalah ini jelas dan Amerika tahu bahwa Iran tidak akan menerima tekanan maksimum sama sekali dan kami menilai sanksi terhadap rakyat Iran adalah kejam serta harus dibatalkan."

Takht-Ravanchi menjelaskan, "Kita dapat berbicara tentang masalah ini ketika ketika sanksi zalim dicabut dalam kerangka kelompok 5 + 1 dan dapat berbicara dalam kerangka dialog yang sebelumnya ada dalam masalah nuklir."

Pemerintahan Trump tidak memiliki rencana untuk mengurangi tekanan terhadap Iran, meskipun ada proposal untuk melakukan pembicaraan. Dalam hal ini, beberapa bulan yang lalu New York Times mengakui proposal Trump untuk bernegosiasi dengan Iran sebagai tidak realistis dan menulis, "Sikap Trump untuk diplomasi tidak lebih dari sebuah pertunjukan."

Sanksi dan tekanan internasional AS yang zalim terhadap Iran dikarenakan kegigihan dan perlawanan Republik Islam Iran akan tujuannya dan tuntutan Iran dari JCPOA juga merupakan bagian dari hak-haknya dan legal. Tetapi Amerika Serikat berusaha mengubah perilaku Iran dengan meningkatkan sanksi sepihak terhadap Iran dan menganggap dapat menyeret Iran ke meja perundingan satu arah.

Dennis ross, mantan Penasihat Presiden AS

Dalam hal ini, Dennis Ross, mantan Penasihat Presiden AS dalam artikel yang dimuat di surat kabar Washington Pots menyinggung satu poin historis menulis, "Sejarah memberi tahu kita bahwa Iran tidak dapat dipaksa untuk mengubah perilakunya dengan sanksi,"

Dalam keadaan seperti itu dan sementara Amerika Serikat menggunakan intimidasi, sanksi dan terorisme ekonomi sebagai cara untuk mencapai tujuannya, negosiasi bukan hanya tidak akan membantu meringankan tekanan, tetapi juga akan menambah kecanduan negara ini akan sanksi dan intimidasi yang telah menjadi penyakit kronis.

Tags