Benarkah Sanksi AS Tidak Menarget Sektor Medis Iran?
Sanksi maksimal yang diberlakukan kembali oleh Amerika Serikat terhadap ekonomi Republik Islam Iran ternyata juga telah menghambat pengiriman obat-obatan dan peralatan perawatan yang diperlukan untuk pasien Epidermolysis Bullosa (EB).
AS menarik diri dari perjanjian nuklir JCPOA (Renvana Aksi Komprehensif Bersama) pada Mei 2018 dan menerapkan kembali berbagai sanksi ekonomi terhadap Iran.
Ketua LSM Iran yang membantu pasien EB, Hujjatul Islam Sayid Hamid Reza Hashemi Golayegani dalam konferensi pers pada 31 Oktober 2019 mengatakan, pasokan obat-obatan dan perban adalah kebutuhan utama pasien EB di Iran yang sulit didapat sejak penerapan kembali sanksi AS terhadap negara ini Iran pada Mei 2018.
"Sebagai contoh, perban ukuran A4 untuk pasien EB menghabiskan biaya hingga dua juta tomans ($ 166) untuk setiap pasien. Itu pun juga tidak bisa dibeli. Perban seperti itu dibuat oleh banyak negara tetapi yang terbaik dibuat di Swedia," imbuhnya.
Saat ini, diperkirakan ada sekitar 1.200 pasien EB di Iran. Sanksi AS telah membuat Swedia tidak lagi memasok perban pelindung untuk pasien EB di Iran, dan menyebabkan 15 anak yang mengidap penyakit ini meninggal dunia.
"Setidaknya 15 anak Iran yang menderita epidermolysis bullosa telah meninggal sejak AS meluncurkan sanksi baru terhadap Iran pada bulan Agustus," kata Hashemi Golayegani pada 10 November 2019.
Hal ini terjadii, lanjut Hashemi Golayegani, karena perusahaan medis Swedia yang menyediakan perban pelindung untuk pasien EB telah menghentikan pasokan karena pembatasan dan sanksi AS.
Penderita EB dikenal sebagai "anak-anak kupu-kupu" karena kulit mereka serapuh sayap kupu-kupu sehingga pasien EB perlu perawatan khusus, bahkan gesekan ringan atau benjolan menyebabkan lepuh parah pada kulit yang sangat menyakitkan.
Mereka sering mengalami kesulitan dengan kegiatan sehari-hari seperti berjalan, makan dan bahkan bernapas, tetapi tanpa perban pelindung yang tepat, penderitaan mereka akan semakin bertambah dan memilukan.

Perusahaan-perusahaan Eropa menolak untuk melakukan bisnis dengan Iran karena takut atas sanksi Amerika. Mereka menghentikan perdagangan barang-barang kemanusiaan, seperti makanan, obat-obatan dan peralatan medis.
Sejak pemulihan sanksi AS terhadap Iran, perusahaan produk medis Swedia Molnlycke Health Care telah berhenti memasok perban Mepilex yang dipercaya di seluruh dunia untuk mengobati berbagai luka kronis dan akut, termasuk pada pasien EB.
Sebelumnya, Wakil Tetap Iran untuk Kantor PBB di Jenewa Esmayeel Baqayee Hamaneh mengecam AS karena menjatuhkan sanksi yang secara global dianggap ilegal. Dia menegaskan bahwa AS melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia dengan menghalangi akses pasien ke obat-obatan yang diperlukan.
Baqayee Hamaneh dalam pidatonya di Pameran Pencapaian HAM di Jenewa menyebut "sanksi buta dan tidak manusiawi" AS sebagai salah satu tantangan yang melanggar HAM rakyat Iran, termasuk hak untuk kesehatan dan hak akses gratis untuk obat-obatan dan perawatan.
Bulan lalu, Menteri Kesehatan Iran Saeed Namaki mengutuk sanksi medis AS terhadap negaranya dan menyerukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengambil tindakan terhadap Washington.
"Sanksi kejam AS yang menghalangi akses rakyat Iran ke obat-obatan, peralatan medis, dan bahan makanan mengancam kesehatan Iran dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Namaki ketika berpidato di konferensi para menteri kesehatan negara-negara Mediterania Timur di Tehran.
Dia menambahkan, Iran berkomitmen untuk menyediakan layanan kesehatan dan kebersihan untuk semua orang yang tinggal di negara ini, termasuk Syiah, Sunni, Yahudi, Kristen, Zoroaster, dan bahkan tahanan yang telah menerima hukuman mati.
Menkes Iran menyerukan WHO agar tidak mengizinkan penghasut perang AS untuk mengancam kesehatan masyarakat dengan sanksi dan tekanan. (RA)