Iran Aktualita, 7 Desember 2019
Perkembangan Iran selama sepekan terakhir diwarnai sejumlah isu penting di antaranya peringatan Hari Mahasiswa Iran yang bertepatan dengan tanggal 16 Azar (7 Desember).
Isu lainnya adalah pendaftaran calon anggota lagislatif periode ke-11, kunjungan menteri luar negeri Oman ke Tehran, keamanan regional dan proposal Hormuz Peace Endeavor Iran dan keamanan kawasan dan pernyataan Zarif soal pemerintah Irak bertanggung jawab melindungi Konsulat Iran.
Iran Memperingati Hari Mahasiswa
Tanggal 16 Azar 1332 Hijriyah Syamsiah (7 Desember 1953) dalam kalender nasional Iran ditetapkan sebagai Hari Mahasiswa untuk mengenang gerakan mahasiswa Iran dalam melawan arogansi global.
Pada hari itu, sekelompok mahasiswa Universitas Tehran memulai gerakan revolusioner sebagai protes terhadap kebijakan intervensif Amerika Serikat di Iran. Gerakan ini juga disambut oleh rakyat Iran dan mereka sama-sama menyuarakan kebencian terhadap Amerika kepada dunia.
Tiga mahasiwa Universitas Tehran meninggal dunia ditembak oleh pasukan rezim Shah. Peristiwa ini terjadi hampir empat bulan pasca kudeta Amerika-Inggris terhadap pemerintahan konstitusional Iran waktu itu. Peristiwa 16 Azar dianggap sebagai sebuah gerakan anti-arogansi dan anti-hegemoni serta simbol perlawanan rakyat Iran terhadap intervensi AS.
Intervensi AS di Iran mulai dilakukan secara terbuka dengan kudeta 28 Mordad 1332 HS (Agustus 1953). Kejadian ini membawa pengaruh langsung terhadap transformasi politik Iran dan rentetan peristiwa-peristiwa setelahnya.
Pasca kudeta 28 Mordad, Presiden AS waktu itu Dwight Eisenhower dalam sebuah pidato di Kongres mengabarkan tentang rencana kunjungan Wakilnya Richard Nixon ke Tehran. “Nixon akan mengunjungi Iran untuk membahas dari dekat hasil-hasil kemenangan politik yang telah memberi harapan yang diraih oleh para pendukung stabilitas dan penuntut kebebasan di Iran,” ujarnya.
Protes 16 Azar ditumpas oleh pasukan rezim Pahlavi, tapi tindakan itu justru membangkitkan kemarahan rakyat Iran kepada AS dan meningkatkan protes mereka terhadap campur tangan Washington. Dengan demikian, peristiwa 16 Azar telah memberikan identitas baru pada gerakan anti-arogansi bangsa Iran.
Peristiwa 16 Azar memiliki pesan-pesan penting, karena ia adalah gerakan perlawanan rakyat terhadap kekuatan arogan. Gerakan protes anti-Amerika dan anteknya di kawasan menunjukkan bahwa perjuangan bangsa Iran melawan arogansi global adalah sebuah proses yang dinamis dan berkelanjutan.
Pembukaan Pendaftaran Calon Anggota Legislatif Periode ke-11
Pendaftaran calon anggota lagislatif periode ke-11 di Republik Islam Iran telah resmi dibuka pada hari Minggu, 1 Desember 2019.
Menteri Dalam Negeri Republik Islam Iran Abdolreza Rahmani Fazli pada hari Minggu mengatakan, pendaftaran calon anggota legislatif dalam pemilu parlemen dimulai di seluruh komisi pemilu di seluruh wilayah Iran.
Para kandidat yang ingin mencalonkan diri memiliki kesempatan hingga 7 Desember 2019 untuk mendatangi kantor komisi pemilu di seluruh wilayah Iran dan mendaftarkan diri.
Pengadilan, militer, departemen intelijen dan catatan sipil akan melakukan uji kelayakan terhadap mereka yang telah mendaftar. Empat instansi tersebut memiliki waktu lima hari untuk memberikan jawabannya kepada komisi pemilu.
Dewan Garda Konstitusi Iran akan mengumumkan keputusan finalnya kepada Kementerian Dalam Negeri pada 11 Februari 2020.
Sementara itu, Kemendagri dan Komisi Pemilihan Umum pada 12 Februari 2020 akan menyerahkan daftar final kepada ketua daerah pemilihan. Hari itu juga nama kandidat yang layak akan diumumkan dan pada tanggal 13 Februari 2020, kampanye pemilu legislatif akan resmi dimulai.
Pada tnggal 21 Februari 2020, pemilu lagislatif untuk periode 11 akan digelar di 208 zona pemilu di seluruh wilayah Iran guna memilih 290 anggota parlemen, dan pemilu sela pertama periode kelima Dewan Pakar Kepimpinan Iran juga dilakukan di lima zona pemilu Tehran, Fars, Khorasan Utara, Khorasan Razavi dan Qom.
Kunjungan Menteri Luar Negeri Oman ke Tehran
Pengaruh merusak langkah-langkah sepihak AS tidak terbatas dan bila Eropa dan negara-negara seperti Cina, Jepang dan Rusia tidak dapat menghadapi ketamakan AS untuk melindungi hak-haknya, kemunduran ini pasti akan merenggut biaya besar dari semua bidang. Masalah ini mendapat penekanan serius dari kunjungan pekan lalu Yusuf bin Alawi, Menteri Luar Negeri Oman ke Tehran.
Hassan Rouhani, Presiden Republik Islam Iran Selasa pekan lalu dalam pertemuan Yusuf bin Alawi, Menlu Oman mengatakan, "Harus menciptakan keamanan regional, khususnya Teluk Persia dan Selat Hormuz dengan memperluas kerja sama dan tidak membolehkan pihak asing mengintervensi."
Presiden Iran menjelaskan bahwa Eropa dan AS tidak menginginkan terciptanya perdamaian di kawsan dan menginginkan penjualan senjata lebih banyak. "Semua harus berusaha agar perang di Yaman segera berakhir serta stabilitas dan keamanan di negara ini kembali di balik perundingan perdamaian Yaman-Yaman."
Rouhani juga menyinggung bahwa dalam pandangn Iran, tidak ada masalah untuk memperluas hubungan dengan negara-negara tetangga dan memperbarui hubungan dengan Arab Saudi. "Kebijakan pemerintah Arab Saudi di Suriah, Irak dan Lebanon tidak menghasilkan apa-apa dan otoritas negara harus mengubah arah kebijakannya."
Ali Shamkhani, Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran dalam hal ini ketika bertemu dengan Yusuf bin Alawi, Menteri Luar Negeri Oman menyinggung upaya gagal AS untuk menciptakan koalisi internasional dengan alasan ingin menciptakan keamanan di Teluk Persia. "Negara-negara yang menggelar sejumlah perang dan memperluas terorisme berusaha menyeret kawasan tenggelam dalam kerusuhan dan kehancuran dan hanya mengejar kepentingannya dan menjarah kawasan," ungkap Shamkhani.
Keamanan Regional dan Proposal Hormuz Peace Endeavor Iran
Masalah keamanan di kawasan Teluk Persia dan Selat Hormus setelah presiden Republik Islam Iran di sidang ke-74 Majelis Umum PBB menyampaikan proposal terkait masalah ini semakin ditindaklanjuti serius.
Presiden Republik Islam Iran dalam pidatonya di Majelis Umum PBB tahun ini menyampaikan proposal dengan nama "Koalisi Harapan" atau dengan nama lain Hormuz Peace Endeavor yang tujuannya untuk mempertahankan keamanan, perdamaian, stabilitas dan kemajuan di kawasan Teluk Persia dan Selat Hormuz bagi semua negara-negara kawasan.
Amerika Serikat yang menciptakan ketidakamanan di kawasan telah merugikan kepentingan ekonomi-politik semua negara yang menginginkan perdamaian, keamanan di kawasan dan dunia.
Wang Yi, Menteri Luar Negeri Cina dalam pertemuan terbarunya dengan Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran di Beijing mengatakan, "Cina mendukung selaga langkah yang berujung pada pengurangan ketegangan dan peningkatan stabilitas dan keamanan di kawasan."
Iran menekankan kerja sama kolektif oleh negara-negara kawasan demi menjamin keamanan dan menilai hanya dialog yang dapat menjadi satu-satunya solusi bagi kerja sama ini dan menyelesaikan masalah.
Seyed Abbas Araghchi, Deputi Urusan Politik Menteri Luar Negeri Iran pekan lalu dalam masalah ini setelah melakukan perundingan di Beijing kemudian menuju Jepang dan mengikuti pertemuan "Tindakan Kekuatan Utama di Timur Tengah dan Dampaknya terhadap Keamanan Internasional" di Tokyo untuk membahas masalah keamanan dan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA).
Araghchi dalam pertemuan Tokyo menjelaskan, "Kawasan Asia Barat membutuhkan perdamaian lebih dari waktu-waktu sebelumnya dan negara-negara kawasan mereka harus dapat menjamin keamanan kawasan."
Sebelum ke Wina untuk mengikuti pertemuan konsultatif JCPOA, Deputi Urusan Politik Menlu Iran dari Tokyo menuju Kuwait untuk membicarakan masalah regional. Khalid Jarullah, Asisten Menteri Luar Negeri Kuwait dalam pertemuan dengan Araghchi menyambut berlanjutnya lobi-lobi kedua negara dan menyebut klaim yang disampaikan dalam surat negara-negara Eropa anti-Iran ke PBB hanya kebohongan demi menutupi sikap mereka yang tidak komitmen pada JCPOA.
Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran hari Kamis lalu dalam laman Twitternya menyingung surat pekan lalu tiga negara ke sidang umum Dewan Keamanan PBB tentang rudal dan menulis, surat ini adalah kebohongan yang keji untuk menutupi ketidakmampuan dalam menjalankan komitmen kesepakatan nuklir JCPOA meski pada hal terkecil sekalipun.
Menlu Zarif kemudian membagikan gambar-gambar tentang pembatalan resolusi 1929 DK PBB dan ratifikasi JCPOA di dewan ini serta mengingatkan, "Brian Hook dengan tepat memberikan peringatan kepada pihak Eropa dan secara transparan mengkui bahwa uji coba rudal tidak dilarang dalam resolusi 2231 DK-PBB."
Zarif: Melindungi Konsulat Iran, Tanggung Jawab Pemerintah Irak
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif saat merespon serangan terhadap konsulat Iran di kota Najaf mengatakan, tugas pemerintah Irak adalah melindungi konsulat Iran.
Mohammad Javad Zarif Rabu pekan lalu kepada wartawan seraya menjelaskan bahwa para diplomat selamat dan tidak ada dokumen yang rusak selama serangan ke konsulat Iran di kota Najaf, namun gedung konsulat mengalami kerusakan parah, mengatakan, Irak bertanggung jawab untuk mengganti kerusakan ini.
Gedung konsulat Iran di kota Najaf dalam beberapa hari terakhir dua kali diserang dan dibakar perusuh bertopeng yang menurut sumber lokal bukan warga kota ini.
Menyusul serangan ke konsulat Iran di Najaf, Menteri Luar Negeri Irak, Mohammad Ali al-Hakim dalam kontak telepon dengan sejawatnya dari Iran, Mohammad Javad Zarif meminta maaf kepada pemerintah dan rakyat Iran.
Para perusuh di Irak yang selama beberapa pekan terakhir yang berdasarkan berbagai laporan mendapat dukungan dana finansial dari sejumlah kedubes sebagain negara Arab Teluk Persia, sebelumnya juga menyerang konsulat Iran di kota Basra dan Karbala.