Ringgit Jatuh ke Level Terendah
Mata uang Malaysia, ringgit telah jatuh ke level terendah sejak krisis keuangan Asia tahun 1997-1998, karena mata uang tersebut terbebani oleh kenaikan dolar AS dan perbedaan suku bunga yang semakin lebar dengan Amerika Serikat.
CNBC melaporkan, mata uang ringgit merupakan mata uang dengan kinerja terburuk di Asia Tenggara pada tahun 2023.
Keputusan Bank Negara Malaysia untuk menghentikan kenaikan suku bunga sejak bulan Juli juga menambah hambatan bagi mata uang tersebut karena bank sentral global terdengar hawkish. Hal ini telah menempatkan suku bunga kebijakan lokal semalam pada rekor diskon dibandingkan batas atas suku bunga dana bank sentral AS (The Fed).
Malaysia juga mencatat penurunan ekspor selama enam bulan berturut-turut hingga bulan Agustus, sebagian disebabkan oleh perlambatan di China, mitra dagang terbesarnya. Hal ini juga memperparah tekanan terhadap nilai tukar ringgit.
Secara umum, seluruh mata uang Asia mengalami depresiasi terhadap dolar AS secara year to date (ytd). Pelemahan mata uang Asia terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS (DXY) tahun ini.
Sebanyak delapan mata uang Asia terpantau melemah secara serentak dengan yen Jepang yang terparah yakni sebesar 12,75% ytd basis yen. Sementara posisi kedua ditempati oleh ringgit Malaysia yang terdepresiasi 7,66% ytd basis ringgit, sedangkan won Korea Selatan berada di peringkat ketiga dengan pelemahan 5,93% ytd basis won.
Sedangkan rupiah secara ytd hanya melemah 1,89% yang berarti pelemahan rupiah relatif tidak parah dibandingkan mata uang negara Asia lainnya. Hal ini khususnya terjadi akibat capital outflow yang cukup deras terjadi beberapa minggu terakhir.
Aliran dana asing yang keluar tersebut terjadi karena imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun dengan SBN tenor 10 tahun tercatat masih memiliki selisih yang cukup tipis yakni sekitar 224 bps. Apalagi dengan rating US Treasury yang jauh di atas Indonesia, maka investor akan cenderung berinvestasi ke negara maju seperti AS dengan risiko yang lebih kecil.(PH)