Feb 23, 2024 16:16 Asia/Jakarta

Pengadilan Tinggi London menolak permintaan penangguhan ekspor senjata buatan Inggris ke Israel.

Tindakan ini terjadi setelah koalisi kelompok hak asasi manusia pada Januari lalu meminta Pengadilan Tinggi Inggrismelakukan peninjauan kembali atas keputusan pemerintah Konservatif Inggris yang terus menjual suku cadang dan pengiriman senjata militer ke Israel.

Kelompok-kelompok ini percaya bahwa pasokan senjata ke rezim Zionis jelas merupakan bahaya terhadap hukum kemanusiaan internasional. Meskipun pengadilan memutuskan untuk menolak petisi ini, menurut apa yang diumumkan oleh pengacara jaksa dalam sebuah pernyataan, tapi pihak penggugat mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Total ekspor senjata Inggris ke rezim Zionis pada tahun 2022 sekitar 42 juta pound atau sekitar $53 juta dolar, termasuk 114 izin ekspor untuk barang-barang seperti suku cadang pesawat, rudal, peralatan lapis baja, senjata kecil, dan amunisi.​

Seiring meningkatnya kejahatan rezim Zionis di Jalur Gaza, organisasi pro-Palestina telah mengajukan banyak tuntutan hukum untuk mencegah berlanjutnya ekspor senjata ke Israel.

Pada pertengahan Februari 2024, Pengadilan Banding di Den Haag memutuskan penghentian pengiriman suku cadang jet tempur F-35 yang digunakan Angkatan Udara Israel untuk membombardir Jalur Gaza, karena terdapat bahaya yang jelas dari pesawat-pesawat ini yang melanggar hukum internasional.

Tindakan baru Inggris ini sejalan dengan pendekatan umum dan kebijakan London mengenai rezim Zionis. Inggris, sebagai sekutu strategis Amerika Serikat, selalu berperan aktif dalam memberikan dukungan politik dan militer kepada rezim Zionis, bersama dengan Washington yang merupakan pendukung utama Tel Aviv.

Permainan peran ini antara lain mencakup partisipasi dalam program pengembangan senjata nuklir Israel dan dalam beberapa tahun terakhir penyediaan dan pengiriman berbagai jenis peralatan polisi dan militer untuk menindas dan membunuh rakyat Palestina yang tertindas, khususnya di Jalur Gaza.​

 

 

Setelah operasi Badai Al-Aqsa pada tanggal 7 Oktober 2023 dan serangan habis-habisan dan meluas yang dilakukan rezim Zionis di Jalur Gaza, yang mengakibatkan kematian dan melukai lebih dari 100.000 penduduk di wilayah ini, pejabat senior Inggris dan dua partai besar di negara ini, Partai konservatif dan buruh telah berulang kali menyatakan dukungan mereka terhadap tindakan kriminal Israel di Gaza. Bahkan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak melakukan perjalanan ke Israel untuk menyatakan solidaritas dengan Tel Aviv dan bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Pada bulan-bulan pertama perang Gaza, Sunak, seperti Presiden AS Joe Biden dan Kanselir Jerman Olaf Scholz menyatakan penentangannya terhadap deklarasi gencatan senjata dalam perang Gaza dengan dalih perlunya melanjutkan perang sampai kehancuran Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya, serta pembebasan tahanan Zionis.

Namun, pada saat ini ketika rezim Zionis sedang merencanakan serangan darat besar-besaran terhadap kota Rafah di selatan Jalur Gaza, mengingat genosida rezim Zionis di Gaza dan perlawanan dunia yang bersatu terhadap setiap invasi Israel ke Gaza, Pemerintah London terpaksa mengambil sikap berbeda

Media Amerika Serikat, Bloomberg mengutip sumber-sumber pemerintah Inggris melaporkan, jika terjadi serangan darat oleh rezim Zionis di Rafah, maka London dapat menghentikan ekspor senjatanya ke Israel.

Sumber-sumber ini mengklaim, apabila terjadi serangan darat oleh rezim Zionis di kota Rafah di selatan Jalur Gaza, dan jika rezim Zionis mencegah kargo kemanusiaan memasuki jalur ini, maka pemerintah Inggris bermaksud untuk membatasi ekspor beberapa senjata ke Israel.

Rafah adalah sebuah kota dengan luas 55 kilometer persegi di perbatasan Gaza dan Mesir, di mana lebih dari separuh penduduk di utara Jalur Gaza mengungsi ke sana setelah dimulainya serangan rezim Zionis.

Mengingat kepadatan penduduk di Rafah akibat perpindahan sejumlah besar warga Gaza dari utara ke selatan wilayah ini akibat serangan Israel, tentu serangan darat yang dilakukan rezim Zionis bisa menimbulkan akibat yang sangat mengerikan.

Tampaknya posisi dan pendekatan nyata pemerintah Inggris terhadap perang Gaza telah terkristalisasi dalam keputusan Mahkamah Agung negara ini yang menentang penangguhan ekspor senjata ke rezim Zionis alih-alih ancaman nyata dari London untuk menghentikan eskpor senjata, jika terjadi serangan militer Israel di Rafah.

Sementara itu, dalam beberapa bulan terakhir, berbagai kota di Inggris, khususnya London, ibu kota negara ini, menjadi ajang demonstrasi dan pertemuan besar-besaran yang melibatkan ratusan ribu orang di negara ini untuk mendukung rakyat Gaza, meminta diakhirinya genosida rezim Zionis terhadap warga Palestina.(PH)

 

Tags