Jika Tak Ada Iran, Siapa yang akan Selamatkan Dunia dari Kejahatan Israel?
(last modified Wed, 18 Dec 2024 14:22:28 GMT )
Des 18, 2024 21:22 Asia/Jakarta
  • Jika Tak Ada Iran, Siapa yang akan Selamatkan Dunia dari Kejahatan Israel?

Parstoday – Selama bertahun-tahun, Israel, menerapkan kebijakan “bumi hangus” di Asia Barat. Mulai dari pemboman tanpa henti di Jalur Gaza, dan pembunuhan massal warga sipil Palestina, hingga teror ilmuwan nuklir Iran, dan serangan udara ke Suriah.

Kenyataannya adalah kebijakan-kebijakan Rezim Zionis, selalu berlandaskan pada perluasan peperangan, dan ketidakamanan di seluruh dunia.
 
Dalam artikelnya yang dimuat Newsweek, Yaakov Katz, peneliti senior di Jewish People Policy, seperti juga artikel-artikel lainnya yang kerap dimuat media haus perang Amerika ini, bukan hanya memberikan analisa dangkal, dan tendensius, lebih dari itu membuat tulisan yang mendukung perang dan propaganda lembaga-lembaga militer serta ekonomi pendukung perang.
 
Yaakov Katz, dalam artikelnya dengan sangat percaya diri, dan dengan menggunakan taktik menciptakan lupa sementara di benak pembaca atas kejahatan Israel, mengklaim bahwa Israel, seorang diri, siap menyelamatkan dunia (baca: Barat imperialis) dari ancaman Iran.
 
Akan tetapi pertanyaannya adalah, jika Iran, tidak ada, siapa yang akan menyelamatkan dunia dari penjahat besar yaitu Israel? Siapa yang akan melawan infiltrasi nyata dan tersembunyi Zionisme, yang telah membuat rusuh kebijakan-kebijakan dunia, dan telah mengubah sebagian wilayah Asia Barat, menjadi bumi yang hangus?
 
 
Israel, Rezim yang Mengacaukan Kebijakan Global dengan Infiltrasi
 
Keterlibatan Israel, di banyak kerusuhan yang terjadi di dunia baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak bisa diingkari. Campur tangan lembaga-lembaga Zionis, dalam kebijakan-kebijakan internasional terutama di Amerika Serikat, Eropa, bahkan PBB, telah menyimpangkan kebijakan global dari jalur keadilan dan stabilitas.
 
Mulai dari lobi-lobi kuat seperti AIPAC, yang memaksa kebijakan-kebijakan AS melayani kepentingan Israel, hingga upaya mengacaukan kesepakatan damai, semuanya membuktikan kekuatan destruktif Israel, di arena internasional.
 
Sebagai contoh, dalam beberapa dekade terakhir, Israel, terus menerus berusaha melakukan infiltrasi terhadap negara-negara Barat, untuk mencegah terbentuknya koalisi atau kesepakatan apa pun yang menguntungkan bangsa-bangsa Asia Barat.
 
Serangan ke Irak, pada tahun 2003 yang dipicu oleh informasi keliru tentang keberadaan senjata pemusnah massal, dilakukan dengan dukungan langsung lobi-lobi Zionis, dan hasilnya tidak lain adalah kerusakan Irak, dan lahirnya kelompok-kelompok teroris semacam ISIS.
 
 
Pembunuhan dan Perluasan Perang di Asia Barat
 
Selama bertahun-tahun, Israel, menerapkan kebijakan “bumi hangus” di Asia Barat. Mulai dari pemboman tanpa henti di Jalur Gaza, dan pembunuhan massal warga sipil Palestina, hingga teror ilmuwan nuklir Iran, dan serangan udara ke Suriah. Kenyataannya adalah kebijakan-kebijakan Rezim Zionis, selalu berlandaskan pada perluasan peperangan, dan ketidakamanan di seluruh dunia.
 
Jalur Gaza, penjara terbuka bagi dua juta orang, adalah bukti kebijakan brutal Israel. Serangan terus menerus ke wilayah ini, dan tekanan atas Barat, untuk sanksi-sanksi keji terhadap warganya, adalah salah satu bagian dari pelanggaran tegas terhadap hak asasi manusia oleh Israel. Meskipun demikian, dunia hanya bisa diam, karena infiltrasi luas Israel, di organisasi-organisasi internasional.
 
 
Rusaknya Demokrasi dan Meluasnya Teror
 
Satu lagi dimensi destruktif Israel, adalah upaya-upaya berkelanjutan rezim itu untuk melemahkan demokrasi di negara-negara kawasan, bahkan lebih jauh. Di Mesir, Israel, mendukung kudeta militer Abdel Fattah El Sisi, dan menumpas gerakan-gerakan rakyat.
 
Di Iran, Israel, mendukung kelompok-kelompok teroris semacam Mojahedin-e Khalq Organization, MKO, dan melancarkan aksi-aksi kejahatan, dalam rangka menciptakan ketidakamanan, dan melemahkan kedaulatan nasional Iran.
 
Lebih jauh dari itu, Israel, juga terlibat dalam aksi-aksi terror dan infiltrasi di negara-negara Eropa, dan selainnya. Mulai dari kasus spionase Mossad di Jerman, hingga upaya mencampuri pemilu Inggris, merusak hubungan India dan Pakistan, lewat dunia maya, dan menyebarkan hoaks, menjadi pemain dalam perpecahan Sudan, eksploitasi hubungan luar negeri Argentina menurut pengakuan pejabat negara itu, pemaksaan politik dalam hubungan luar negeri Polandia, menyusup ke dalam Parlemen Prancis dan Hungaria, merusak hubungan Maroko dan Spanyol, melalui laporan-laporan di Facebook, menjadi pemain dalam ketegangan etnis di Libya, dan aksi mata-mata serta penculikan manusia di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Thailand, semuanya membuktikan bahwa aksi Israel, adalah ancaman bagi demokrasi dunia.
 
 
Ilusi Kekuatan Militer Israel: Memukul Angin
 
Artikel yang dimuat Newsweek berusaha menampilkan Israel, sebagai sebuah kekuatan militer tak terkalahkan. Tapi realitasnya adalah kemampuan militer Israel, sekalipun didukung teknologi canggih AS, terungkap kelemahannya oleh Hizbullah Lebanon, Iran, bahkan Hamas, dan hanya bisa unjuk kekuatan saat menghadapi peralatan usang milik Suriah.
 
Dalam beberapa bulan terakhir, Iran, dua kali melancarkan operasi militer ke Israel, Wa’d Sadiq, yang bukan hanya merepotkan sistem pertahanan udara Israel, dan menghancurkan sebagiannya, tapi juga menghantam titik-titik strategis penting.
 
Dalam operasi kedua Iran, menurut kesaksian dari video-video yang tersebar, lebih dari 70 persen rudal berhasil menerobos pertahanan udara Israel. Iran sendiri mengabarkan lebih dari 180 dari 200 rudalnya dalam operasi kedua menghantam target di Israel. Di sisi lain, Hizbullah, terlepas dari gugurnya sejumlah komandan, dan Sekjennya, tetap menjadi sebuah pasukan perlawanan kokoh yang terus bergerak.
 
Hizbullah bukan hanya tidak melemah, bahkan kekuatan pemulihannya telah membuat semua orang takjub. Dalam perang terbaru, Israel, meski mendapat dukungan total dari kekuatan militer AS, tidak berhasil menghapus Hizbullah dari konstelasi kekuatan, dan terpaksa menyerah pada gencatan senjata yang secara praktis menerima kekuatan Hizbullah.
 
Pada saat yang sama, Hamas, meski diklaim oleh Yaakov Katz, telah musnah total, masih tetap memberikan pukulan-pukulan telak kepada Israel. Serangan-serangan berlanjut Hamas, ke fasilitas-fasilitas dan kendaraan lapis baja Israel, bahkan membunuh tentara pembunuh anak-anak, membuktikan bahwa kelompok ini bukan hanya belum musnah, bahkan telah berubah menjadi pasukan yang resistan dan tidak bisa diprediksi.
 
Poin yang lebih penting terkait Hizbullah dan Hamas, adalah sampai sekarang atas kesaksian sejarah, semakin ditekan mereka semakin bangkit lebih kuat dari sebelumnya, maka dari itu Israel, harus menanti kelanjutan perlawanan yang lebih sengit dan gigih.
 
 
Perang untuk Keuntungan; Ekonomi Perang di Balik Analisa
 
Artikel Yaakov Katz, lebih mirip sebuah mimpi, dan imajinasi perang anak-anak, ketimbang sebuah analisa nyata, dan argumentatif. Penulis alih-alih menyuguhkan sebuah pandangan komprehensif, dan kompleks terkait realitas-realitas di Asia Barat, malah berusaha mengorfirmasi premis-premis haus perang miliknya.
 
Apa yang nampak jelas dalam artikel Newsweek, adalah propaganda untuk perang melawan Iran, sebagai sebuah langkah menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan senjata, dan lobi-lobi militer. Perang pada akhirnya tidak akan membawa keuntungan selain bagi industri militer Barat imperialis. Maka dari itu harus dikatakan bahwa artikel ini bukannya memberikan analisa realistis, malah menguatkan proyek-proyek haus perang yang kelak kerugian nyawa dan ekonominya harus ditanggung oleh masyarakat Asia Barat, dan setelah itu masyarakat dunia terutama di bidang energi.
 
 
Jika Tidak Ada Iran, Apa yang akan Terjadi pada Dunia?
 
Terlepas dari semua itu, jika Iran, tidak ada, siapa yang akan menghadapi derasnya kebijakan-kebijakan destruktif, pembunuhan, dan infiltrasi Israel, di dunia dan kawasan? Iran, bukan hanya bagi dirinya sendiri, tapi bagi kawasan bahkan dunia, adalah sebuah kekuatan pencegahan di hadapan ambisi Israel yang tak ada habisnya. Dunia harus menerima bahwa Israel, bukanlah eksistensi legal, tapi sebuah ancaman bagi stabilitas dan pertumbuhan dunia. (HS)