Transformasi Asia Barat, 6 November 2021
Transformasi di negara-negara Asia Barat pekan lalu diwarnai sejumlah isu seperti Ayatullah Sistani: Kami Tidak akan Intervensi Pembentukan Pemerintahan Baru Irak !
Selain itu masih ada isu lainnya di antaranya, Emir Qatar Berusaha Mendamaikan Lebanon-Saudi, UEA akan Menjual Kantor Kedubesnya di Lebanon, Tanggapi PM Lebanon, Kordahi Tolak Mundur, Hizbullah: Arab Saudi Sulut Krisis Diplomatik di Lebanon ! Kelompok Lebanon Mengaku Sandera Dua Agen Mossad, Ansarullah: Aksi Iran Gagalkan Perompakan AS, Membanggakan, Ribuan Zionis Berunjuk Rasa Tuntut Pembubaran Kabinet Bennett, Mantan PM Irak Peringatkan Upaya Serangan ke Iran dari Timur, Hamas Keluarkan Ancaman Baru terhadap Rezim Zionis
Ayatullah Sistani: Kami Tidak akan Intervensi Pembentukan Pemerintahan Baru Irak !
Kepala kantor Marja Irak, Ayatullah Sistani menyatakan bahwa otoritas keagamaan Irak tidak akan ikut campur dalam pembentukan pemerintahan baru di negara ini.
Furat News hari Selasa (2/11/2021) melaporkan, Kepala Kantor Ayatullah Sistani di kota Najaf Ashraf menekankan bahwa marjaiyah Irak tidak terlibat dalam setiap pertemuan, pembicaraan, kontak atau konsultasi tentang pembentukan koalisi politik untuk membentuk pemerintahan baru.
Kepala Kantor Ayatullah Sistani membantah rumor yang berkembang di media oleh beberapa pihak atau kelompok yang menyebut marjaiyah melakukan intervensi terhadap pembentukan kabinet baru Irak.
Pemilu legislatif Irak diadakan pada 10 Oktober tahun ini dan hasilnya sudah diumumkan, tapi memicu protes dari sebagian kubu politik di negara ini.
Emir Qatar Berusaha Mendamaikan Lebanon-Saudi
Kantor Perdana Menteri Lebanon mengabarkan upaya mediasi Emir Qatar untuk menyelesaikan ketegangan dalam hubungan Lebanon dan beberapa negara Arab pesisir Teluk Persia.
Kantor PM Lebanon Najib Mikati, Selasa (2/11/2021) mengumumkan, Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani akan menjadi mediator penyelesaian krisis dalam hubungan Lebanon dengan Saudi dan beberapa negara Arab lain.
Kantor PM Lebanon di akun Twitternya menulis, "Najib Mikati di sela-sela pertemuan perubahan iklim COP26 di Glasgow, bertemu dengan Emir Qatar, dan membicarakan hubungan bilateral kedua negara."
Emir Qatar akan segera mengutus Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani ke Lebanon untuk mengkaji mekanisme dukungan terhadap negara itu, dan penyelesaian ketegangan Beirut dengan beberapa negara Arab.
UEA akan Menjual Kantor Kedubesnya di Lebanon
Bersamaan dengan meningkatnya ketegangan Uni Emirat Arab dan Arab Saudi dengan Lebanon, seorang sumber di pemerintahan UEA mengatakan bahwa kantor Kedubes negara itu di Beirut akan dijual.
Dikutip situs Sawt Lebanon, Senin (1/11/2021), seorang pejabat UEA mengatakan, Abu Dhabi akan segera menjual kantor Kedubes negara ini di Lebanon.
"Tidak ada seorang pun pejabat diplomatik atau pegawai Kemenlu UEA lain yang tersisa di Lebanon, dan kembalinya mereka ke Beirut tergantung dari kembalinya kedaulatan ke negara ini," ujarnya.
Ia menambahkan, tidak lama lagi kantor Kedubes Uni Emirat Arab di Beirut akan dijual.
Ketegangan Lebanon dan Arab Saudi dipicu oleh statemen Menteri Informasi Lebanon terkait agresi militer Saudi dan UEA ke Yaman.
Sampai sekarang Kuwait, Bahrain dan UEA telah menarik duta besarnya dari Lebanon, dan negara-negara itu menyebut langkah ini sebagai bentuk solidaritas terhadap Saudi.
Tanggapi PM Lebanon, Kordahi Tolak Mundur
Menteri Informasi Lebanon, George Kordahi mengatakan ia tidak akan mengundurkan diri atau mengubah sikapnya, dalam menanggapi seruan Perdana Menteri Najib Mikati.
Seperti dikutip dari televisi RT Arabic, Kamis (4/11/2021), orang-orang dekat Kordahi menuturkan menteri informasi Lebanon menunggu telepon dari Perdana Menteri Mikati dan meminta bertemu supaya ia bisa mengetahui sikap para pejabat Arab dan non-Arab.
"Kordahi ingin mengetahui apakah pengunduran dirinya akan disikapi positif oleh Dewan Kerja Sama Teluk Persia (P-GCC), sebab jika ia mundur dan mereka tidak mengubah sikapnya terhadap Lebanon, maka langkah ini akan sia-sia," kata mereka.
Mikati telah meminta Menteri Penerangan George Kordahi untuk menjadikan kepentingan nasional Lebanon sebagai "prioritas" pada hari Kamis.
"Saya meminta menteri penerangan untuk mendengarkan hati nuraninya, mengambil posisi yang harus diambil, dan mengutamakan kepentingan nasional," kata Mikati.
Pernyataan Kordahi tentang perang Yaman telah membuat negara-negara anggota P-GCC memutuskan hubungan mereka dengan Lebanon.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Kuwait telah menarik duta besarnya dari Beirut dan meminta duta besar Lebanon untuk meninggalkan negara mereka.
Hizbullah: Arab Saudi Sulut Krisis Diplomatik di Lebanon !
Faksi loyalis perlawanan yang berafiliasi dengan Hizbullah di parlemen Lebanon menilai Arab Saudi sebagai pihak menyulut krisis diplomatik di negaranya.
Faksi loyalis perlawanan hari Jumat (5/11/2021) mengatakan bahwa Arab Saudi bertanggung jawab atas krisis baru-baru ini di Lebanon.
Krisis diplomatik antara Arab Saudi dan Lebanon dimulai pekan lalu setelah Menteri Informasi Lebanon George Kordahi, menggambarkan perang Yaman sia-sia belaka.
Duta besar Lebanon di Arab Saudi dan sejumlah negara Arab di pesisir Teluk Persia diusir dari negara mereka menyusul pernyataan Arab Saudi yang marah terhadap statemen Kordahi.
Fraksi Perlawanan juga mengutuk kediktatoran asing yang mengintervensi urusan internal pemerintah Lebanon.
Mereka juga menilai Tarek al-Bitar, jaksa penuntut investigasi dalam kasus ledakan di pelabuhan Beirut bersifat politis.
Politisasi yang dilakukan penyidik yudisial Lebanon atas kasus ledakan pelabuhan Beirut telah memicu banyak protes, dan menyerukan pencopotan Tarek Bitar.
Pengadilan Banding Lebanon kemarin juga memerintahkan penghentian penyelidikan yang dilakukan Tarek Bitar dalam kasus ledakan pelabuhan Beirut.
Bencana ledakan besar di pelabuhan Beirut pada 4 Agustus 2020, menewaskan 211 orang dan melukai lebih dari 6.000, serta menyebabkan kerusakan parah di ibu kota Lebanon.
Kelompok Lebanon Mengaku Sandera Dua Agen Mossad
Sebuah kelompok Lebanon yang menamakan diri Freedom Movement mengaku telah menyandera dua mata-mata internasional Dinas Intelijen rezim Zionis Israel, Mossad.
Stasiun televisi Al Jazeera, Jumat (5/11/2021) menayangkan detail video larinya enam tahanan Palestina dari penjara Gilboa Israel, yang di dalamnya memperlihatkan sebuah kelompok bernama Freedom Movement mengumumkan telah menawan dua perwira Mossad, saat sedang melaksanakan tugas keamanan rahasia luar negeri.
Di dalam video itu nampak seorang agen Israel bernama David Ben Rozi mengenakan pakaian tahanan di sebuah lokasi yang tidak diketahui, dan mengaku sebagai seorang ilmuwan di bidang petrokimia.
David Ben Rozi mengatakan, "Kami dua orang Israel berada di sini. Kami membutuhkan pertolongan."
Freedom Movement tidak menyebutkan lokasi penangkapan dua agen Mossad tersebut, dan hanya akan membebaskan keduanya jika tahanan-tahanan Palestina dibebaskan oleh Israel.
Situs berbahasa Ibrani, Nziv.net seperti dikutip Jewish Press menulis, "Personel Mossad ditangkap saat sedang menjalankan misi keamanan luar negeri."
Sampai sekarang Israel secara resmi belum memberikan komentar atas video tersebut, dan menanggapi tuntutan dari kelompok Freedom Movement.
Ansarullah: Aksi Iran Gagalkan Perompakan AS, Membanggakan
Ketua Komite Tinggi Revolusi Yaman menyebut perlawanan Korps Garda Revolusi Islam Iran, IRGC terhadap aksi perompakan yang dilakukan Amerika Serikat, merupakan tindakan yang membanggakan, dan bertanggung jawab.
Pada hari Rabu (3/11/2021), AS menahan sebuah kapal tanker yang membawa minyak Iran di Laut Oman, lalu memindahkan muatannya ke tanker yang lain dan diarahkan ke lokasi yang tidak diketahui.
Merespon aksi ini, IRGC langsung melancarkan operasi heliborne, kemudian menduduki kapal tanker tersebut dan membawanya ke perairan Iran.
Mohammad Ali Al Houthi, Ketua Komite Tinggi Revolusi Yaman mengatakan, langkah Iran merebut kembali minyaknya dari kapal tanker perompak, adalah langkah membanggakan dan bertanggung jawab.
Ia menambahkan, tindakan tepat IRGC ini menunjukkan kekuatan pencegahan, kesiapan dan reaksi cepat Iran
Pejabat Saudi: AS Keluar dari Afghanistan, "Kebingungan Strategis" Dimulai
Mantan Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat mengatakan, keluarnya AS dari Afghanistan adalah awal era "kegingungan strategis", dan sekutu-sekutu AS berpikir untuk keluar dari koalisi dengan negara ini.
Turki Al Faisal, Selasa (2/11/2021) menuturkan, sekutu-sekutu AS, secara umum Barat, akan berpikir untuk menjauhi koalisi dengan Washington di era pasca-Afghanistan dan Irak.
Ia menambahkan, "Jika kebingungan strategis ini berlanjut, maka kemajuan-kemajuan umat manusia yang telah dicapai dalam beberapa dekade terakhir, akan terancam."
Pada saat yang sama, Turki Al Faisal menganggap penarikan Amerika Serikat dari Afghanistan tidak akan membantu proses multilateralisme global.
"Kawasan Timur Tengah dibandingkan dengan wilayah dunia lain adalah wilayah yang lebih besar terdampak kebingungan strategis ini," ujarnya.
Mantan Dubes Saudi menegaskan, "Keraguan terhadap peran dan komitmen AS, setelah menjadi kekuatan tak tertundukan selama tujuh dekade, sekarang mengalami peningkatan."
Ribuan Zionis Berunjuk Rasa Tuntut Pembubaran Kabinet Bennett
Sejumlah besar Zionis di Tel Aviv memprotes kabinet Israel yang dipimpin Perdana Menteri Naftali Bennett dan menyerukan pembubarannya.
Yedioth Ahronoth hari Rabu (3/11/2021) melaporkan, menjelang tenggat waktu persetujuan anggaran rezim Zionis, ribuan orang berkumpul di Tel Aviv pada Selasa malam yang menyuarakan penentangannya terhadap kabinet koalisi Naftali Bennett dan Yair Lapid.
Para pengunjuk rasa mengecam keras kebijakan Bennett dan para menterinya, dan menyebut mereka anti-Israel.
"Kabinet Bennett adalah kabinet anti-Israel, dibuat melalui penipuan, pencarian kekuasaan dan pelanggaran hak-hak ortodoksi ekstremis," kata Shlomo, anggota parlemen dari partai Likud yang menghadiri aksi protes.
Menurut para ahli, kabinet Bennett dan Yair Lapid, yang masih kurang dari lima bulan menjabat, memiliki waktu hingga 14 November untuk menyetujui anggaran 2021 dengan penundaan cukup lama.
Jika Bennet gagal menyetujui anggaran 2021, maka kabinet akan secara otomatis dibubarkan, dan pemilihan umum akan digelar kembali.
Mantan PM Irak Peringatkan Upaya Serangan ke Iran dari Timur
Mantan Perdana Menteri Irak menyinggung meningkatnya ketegangan di kawasan Asia Barat. Menurutnya, beberapa tahun lalu salah satu "tokoh penting" kepadanya mengatakan ada sekelompok orang yang tengah menyiapkan serangan ke Iran dari arah timur.
Ayad Allawi, seperti dikutip situs Al Mustaqila, Senin (1/11/2021) menjelaskan, "Ketegangan-ketegangan terus meningkat, dan genderang perang terus ditabuh sehingga pertempuran, dan ketakutan rakyat kawasan kita, serta tetangga juga terus bertambah."
Ia menambahkan, "Beberapa tahun lalu seorang 'tokoh penting' memberitahu saya bahwa Iran akan diserang dari arah timur, dan ada sekelompok orang yang tengah mempersiapkan serangan ini. Sepertinya ancaman-ancaman serius Azerbaijan terhadap Iran berada dalam kerangka ini."
Menurut Ayad Allawi, di sisi lain rezim Zionis Israel juga tengah bersiap menghadapi Iran jika kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat dan sekutunya gagal.
Hamas Keluarkan Ancaman Baru terhadap Rezim Zionis
Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas mengeluarkan ancaman baru terhadap rezim Zionis jika masih melanjutkan aksi kriminalnya di Al Quds.
Harun Nasser al-Din, anggota senior Hamas dalam sebuah pernyataan hari Rabu (3/11/2021) mengatakan,"Tidak ada pilihan untuk menyelesaikan masalah dengan rezim Zionis, semua wilayah Palestina yang diduduki adalah milik bangsa kita dan para penjajah dan pemukim harus meninggalkan daerah-daerah ini,".
"Kami tidak menerima cara apa pun untuk menyelesaikan masalah tempat tinggal Palestina yang akan disita di Sheikh Jarrah," ujar Nasser al-Din.
"Peradilan rezim Zionis adalah bagian dari sistem keamanan Israel, yang memfasilitasi proses penjarahan tanah kota Quds dan rumah-rumahnya untuk pemukim Zionis," tegasnya.
Rezim Zionis telah meningkatkan pembangunan pemukiman Zionis dengan mencaplok lebih banyak tanah dari Tepi Barat ke wilayah pendudukan.
Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.2334, aktivitas pemukiman Israel dinyatakan ilegal. Meski demikian, rezim zionis tetap melanjutkan hegemoninya dengan menghancurkan rumah warga Palestina dan membangun pemukiman zionis.