Mengapa Kabinet Israel Semakin Rapuh?
(last modified Wed, 08 Dec 2021 13:53:35 GMT )
Des 08, 2021 20:53 Asia/Jakarta
  • Demo anti-kabinet Bennett di Israel
    Demo anti-kabinet Bennett di Israel

Ratusan warga Israel di Tel Aviv menggelar aksi demi anti-kabinet rezim ini dan menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Naftali Bennett dan kembalinya Benjamin Netanyahu ke tampuk kekuasaan.

Sekitar enam bulan dari kinerja kabinet baru Tel Aviv berlalu. Kabinet ini setelah empat kali pemilu parlemen yang digelar selama dua tahun dan melalui koalisi delapan partai, serta dengan jabatan perdana menteri bergilir antara Naftali Bennett dan Yair Lapid, akhirnya berhasil dibentuk. Tujuan utama dan prinsip koalisi ini adalah menentang Benjamin Netanyahu dan mencegah berlanjutnya kekuasaannya di Israel.

Netanyahu lengser setelah terbentuk koalisi politik anti-dirinya dan menyatakan, "Kabinet ini tidak layak dan bahkan untuk beberapa hari menangani urusan pemerintah. Bersama dengan seluruh kubu oposisi, Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk menumbangkan kabinet ini secepatnya."

Kondisi ini cenderung menunjukkan kesenjangan politik di bumi Palestina pendudukan semakin lebar. Kubu sayap kanan pimpinan Benjamin Netanyahu di satu sisi, dan kubu sayap kiri serta sekular yang di antara mereka ada juga sejumlah kubu sayap kanan, berada di sisi lain. Kabinet yang dibentuk atas kesepakatan Bennett dan Lapid, sebuah kabinet yang penuh dengan sosok yang memiliki ideologi kontradiktif. Dengan kata lain, bukan saja dua kubu Netanyahu dan oposisi, bahkan kabinet konsensus juga indikasi atas eskalasi friksi politik di Israel.

PM Israel Naftali Bennett dan Benjamin Netanyahu

Setelah enam bulan dari pembentukan kabinet konsensus Bennett dan Lapid, kesenjangan antara Netanyahu dan oposisi bukan saja tidak menurun, bahkan terus berlanjut dan bahkan meningkat. Sekaitan dengan ini, sekitar 1500 warga Tel Aviv Selasa (7/12/2021) sore berkumpul di Bundaran Habima di Tel Aviv memprotes kabinet Bennett-Lapid serta mendukung berkuasanya kembali partai sayap kanan. Laman The Times of Israel (TOI) melaporkan, selama aksi demo ini sejumlah anggota Partai Likud pimpinan Netanyahu juga terlihat hadir di tengah demonstran dan mereka sebelumnya menjabat posisi menteri di kabinet Netanyahu.

Poin penting adalah selain alasan ekonomi, faktor politik juga memainkan peran di pembentukan demonstrasi ini. Para demonstran memprotes kabinet Bennet-Lapid karena berkoalisi dengan kubu List Arab. Masalah ini juga mengindikasikan friksi politik dan bahkan sosial yang terus meningkat di bumi Palestina pendudukan.

Faktanya, etnis Yahudi masih meyakini bahwa etnis Arab adalah warga kelas dua di Israel dan kabinet yang dibentuk dengan partisipasi List Arab tidak memiliki legitimasi tinggi. Jika List Arab tidak berkoalisi dengan Bennett atau Lapid, maka peluang terbentuknya kabinet koalisi sangat kecil, maka Netanyahu masih akan bekuasa dan Israel akan terpaksa menggelar pemilu kelima.

Poin penting adalah friksi politik ini mengindikasikan bahjwa sabotase partai dan simpatisannya di dalam Israel terhadap kubu koalisi juga terlihat. Sampai saat ini, kubu sayap kanan pimpinan Netanyahu berusaha mengobarkan perpecahan di tubuh kabinet koalisi dan mencegah berlanjutnya aktivitas mereka. Kabinet koalisi Israel selain menghadapi tantangan ekonomi, juga harus menghadapi kerapuhan politik yang terus memburuk akibat divergensi dan kesenjangan. (MF)

 

Tags