Faktor Kebangkrutan Ekonomi Lebanon
Deputi perdana menteri Lebanon, Saadeh Al Shami dalam sebuah wawancara televisi secara resmi mengonfirmasi kebangkrutan pemerintah dan Bank Sentral negara ini.
Meski Direktur Bank Sentral Lebanon, Riad Salameh menepis isu kebangkrutan tersebut, tapi para pakar meyakini kebangkrutan ekonomi Lebanon sebuah fakta dan telah terjadi. Jatuhnya nilai mata uang Lebanon, krisis bahan bakar, krisis utang pemerintah dan represi keras ekonomi terhadap rakyat, serta hilangnya simpanan mereka di Bank Sentral dan berbagai bank negara ini termasuk indeks yang menunjukkan bahwa Lebanon mengalami kebangkrutan ekonomi.
Banyak faktor terkait kebangkrutan Lebanon, tapi ada tiga faktor dominan dalam hal ini yakni pemerintah yang tidak efektif, kebijakan Bank Sentral dan intervensi asing.
Sejak berkuasanya Rafik al-Hariri di tahun 1992 hingga kini, yakni selama 30 tahun terakhir Lebanon mengalami 13 pemerintahan yang rata-rata berusia dua tahun dan tiga bulan. Selama 30 tahun terakhir, 15 tahun kekuasaan berada di tangan Rafik al-Hariri dan Saad al-Hariri berkuasa lima tahun. Instabilitas politik di Lebanon selain membuat negara ini dan politiknya tidak stabil, juga menciptakan kelas politik yang korup.
Akibat kondisi ini, pemerintah di Lebanon mayoritasnya pasif dan tidak efektif, serta cenderung mengedepankan kepentingan sektarian dan kelompok, ketimbang kepentingan nasional. Hal ini mendorong terulangnya krisis di Lebanon. Side Frangieh, analis politik Lebanon menyebutkan, sejarah Lebanon penuh dengan catatan krisis dan fitnah beruntun yang kadang-kadang terjadi. Berulangnya krisis pemerintah kini telah menyebabkan krisis ekonomi dan tekanan berat pada rakyat dan protes yang sedang berlangsung.
Faktor penting lain terkait bangkrutnya ekonomi Lebanon adalah kebijakan Bank Sentral negara ini yang dipimpin oleh Riad Salameh. Memperhatikan kinerja Bank Sentral Lebanon selama beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa bank ini pada dasarnya tidak memiliki kebijakan fiskal yang pasti dan terprogram, serta hanya bekerja dengan metode demi kebijakan Barat dan Amerika, serta membuat Bank Sentral Lebanon menjadi lembaga yang bergantung pada lembaga asing dan pada akhirnya bank ini selalu berhutang kepada lembaga asing tersebut.
Pakar ekonomi dan keuangan Lebanon Eli Yeshoui percaya bahwa Riad Salameh telah melanggar semua aturan dan peraturan ekonomi sejak awal masa jabatannya di Bank Sentral Lebanon. Sementara tugas utama bank sentral di negara manapun adalah untuk menyuntikkan likuiditas yang cukup untuk sektor swasta, meningkatkan peluang investasi, mengendalikan inflasi dan menstabilkan nilai tukar dan mencegah manipulasi, tapi Riad Salameh telah mengambil jalan yang berlawanan.
Krisis ekonomi Lebanon juga berakar pada faktor eksternal. Sejumlah kekuatan kawasan dan besar mengintervensi urusan dalam negeri Lebanon dan menekan ekonomi negara ini dengan tujuan memberi pukulan telak kepada kubu muqawama. Daan Moneter Internasional (IMF) juga enggan memberi bantuan kepada ekonomi Lebanon.
Dr. Mahmoud Jabai, pakar ekonomi dan finansial Lebanon terkait upaya pemerintah Lebanon meminta bantuan kepada lembaga finansial di bawah pengawaan Amerika seperti IMF dan Bank Dunia untuk menyelamatkan krisis negara ini mengatakna, "IMF sejatinya sebuah bom yang keras dan tidak bermanfaat serta bukan solusi, dan tidak menyelesaikan masalah di mana pun di dunia; Bahkan memperparah fenomena kemiskinan, pengangguran, inflasi dan utang di berbagai negara." (MF)